Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

🎓Education: Law 🏤Classified as Middle–Upper Class in Indonesia, with assets ranging from US$169,420–1 million (approx. Rp 2.64–16 billion), based on CNBC criteria. 🏧Among the top 0.001% of Indonesians with an annual income of Rp 300–500 million (SPT 1770 S 2024) 👔Career: Employee at Giant Holding Company (since Feb 2004–Present), side job as Independent Property-Asset Management Consultant 📲Volunteer Work: Previously engaged with BaraJP, Kawal Pemilu, as well as the Prabowo–Sandi and Anies–Muhaimin campaign teams. ⚖️Note: I only connect with writers who focus on ideas and ideals, not those who are obsessed with K-Rewards.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Logika | Filsafat Hukum Episode 8: Positivisme Hukum

4 Oktober 2025   10:23 Diperbarui: 4 Oktober 2025   11:58 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Primary rules adalah aturan yang mengatur kewajiban langsung bagi anggota masyarakat. Misalnya, larangan membunuh, kewajiban membayar pajak, atau kewajiban menjaga kontrak. Primary rules penting karena memberikan kerangka perilaku dasar yang memungkinkan kehidupan sosial berjalan tertib. Namun, sistem yang hanya berisi primary rules cenderung primitif dan tidak fleksibel: ia kesulitan menghadapi perubahan, penafsiran, dan penyelesaian sengketa.

Untuk menjawab kelemahan ini, Hart memperkenalkan secondary rules, yaitu aturan yang mengatur bagaimana primary rules dibuat, diubah, atau ditegakkan. Secondary rules terdiri dari tiga jenis utama: rule of recognition, rule of change, dan rule of adjudication.

Dengan adanya secondary rules, sistem hukum dapat menjadi lebih kompleks dan stabil. Ia dapat menentukan apa yang sah sebagai hukum, bagaimana hukum baru diciptakan, dan bagaimana sengketa hukum diselesaikan.

Distingsi primary-secondary rules memungkinkan Hart menjelaskan perbedaan antara masyarakat primitif (yang hanya memiliki aturan kebiasaan) dan masyarakat modern (yang memiliki struktur hukum formal). Tanpa secondary rules, hukum akan kaku dan tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan sosial.

Kerangka ini menunjukkan kejeniusan Hart dalam memahami hukum sebagai fenomena sosial yang bersifat institusional, bukan sekadar perintah atau norma abstrak.

IV.2.4. Rule of Recognition, Rule of Change, Rule of Adjudication 

Dalam kerangka Hart, secondary rules terbagi ke dalam tiga kategori:

  • Rule of Recognition: merupakan aturan fundamental yang menentukan apa yang dianggap sebagai hukum sah dalam suatu sistem. Misalnya, dalam sistem hukum modern, rule of recognition biasanya menunjuk pada konstitusi, undang-undang yang dibuat oleh parlemen, dan putusan pengadilan. Ia adalah dasar legitimasi seluruh hukum positif.
  • Rule of Change: adalah aturan yang memungkinkan hukum diperbarui atau diubah. Dengan adanya rule of change, hukum tidak statis, melainkan dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Contohnya adalah prosedur legislatif yang memungkinkan parlemen membuat undang-undang baru atau mencabut yang lama.
  • Rule of Adjudication: adalah aturan yang memberi kewenangan pada lembaga tertentu untuk menafsirkan hukum dan menyelesaikan sengketa. Pengadilan berfungsi berdasarkan rule of adjudication, memastikan bahwa hukum ditegakkan dan dilaksanakan secara konsisten.

Ketiga jenis secondary rules ini membuat sistem hukum menjadi kompleks dan fungsional. Tanpa rule of recognition, hukum akan kehilangan dasar otoritasnya. Tanpa rule of change, hukum akan kaku dan tidak relevan. Tanpa rule of adjudication, hukum akan kehilangan daya operasional dalam praktik.

Hart menekankan bahwa kombinasi primary dan secondary rules adalah karakteristik utama hukum modern. Inilah yang membedakan sistem hukum modern dari masyarakat primitif yang hanya mengandalkan kebiasaan. Dengan analisis ini, Hart berhasil menyajikan kerangka konseptual yang menjelaskan sifat hukum secara lebih komprehensif daripada teori hukum sebelumnya.

IV.3. Hukum & Moral: Minimum Content of Natural Law

Salah satu aspek paling penting dari teori Hart adalah refleksinya tentang hubungan antara hukum dan moral. Sebagai seorang positivis hukum, Hart tetap mempertahankan tesis utama bahwa hukum dan moral adalah konsep yang berbeda secara analitis-artinya, keberlakuan suatu hukum tidak tergantung pada validitas moralnya. Namun, Hart tidak jatuh pada positivisme ekstrem yang sepenuhnya mengabaikan moral. Dalam The Concept of Law (1961), ia memperkenalkan konsep yang dikenal sebagai “minimum content of natural law” atau “isi minimum hukum alam.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun