“Ya sudah jangan tidur ya, temani aku” ujarnya sambil memegang tanganku.
“Iya tidak kok” ujarku.
Langit mulai semakin menggelap yang terlihat hanya lampu-lampu motor dan mobil yang berjalan saling mendahului agar cepat datang ke rumah. Disela-sela menikmati dinginnya malam aku tersenyum menatap langit dan dalam hati berkata..
“Tuhan, kalau boleh aku ingin memilikinya, memiliki segala kekurangannya yang aku anggap semuanya kelebihan dari-Mu.”
Saat aku sedang asyik tersenyum pada langit, dia melihat dari kaca spion motornya.
“Kenapa senyum sendiri? Hm?” ujarnya.
“Tidak apapa lagi ingin senyum saja” ujarku tersenyum.
Lalu dia fokus kembali mengendarai motor. Rasanya pada hari itu ingin aku perlambat waktu, aku rindu merasakan rasa nyaman yang tercipta secara langsung dimana aku tidak ingin hari itu cepat berlalu, aku ingin berlama-lama bersamanya tidak apa-apa walaupun hanya duduk berdua di atas motor saja itu sudah cukup bahagia kok. Saat di perjalanan menuju rumahku.
“Kalau aku tidur di pundakmu pegal tidak?” ujarku.
“Tidak kok, kenapa memangnya kamu sudah ngantuk?” ujarnya.
“Tidak aku hanya bertanya saja” ujarku sambil menyender dibahunya.