Mohon tunggu...
Siti Rahma Yulia
Siti Rahma Yulia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sastra Indonesia, Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Kenal, Jadi Nyaman

29 November 2020   21:45 Diperbarui: 29 November 2020   21:48 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Drt.. Drttt... 

Dering ponselku berbunyi tanda masuknya sebuah notifikasi. Saat aku buka ternyata notifikasi dari Instagram, ada sebuah pesan dari seseorang yang awalnya ingin aku abaikan, tetapi terselip rasa penasaran akan pesan itu. 

Karena rasa penasaranku yang sangat tinggi aku baca pesan itu. Ternyata dia mengirimkan pesan yang isinya “Mahasiswa baru Universitas Pamulang ya?”. Ya sudah karena terlanjur aku baca pesannya, aku balas saja dengan jawaban “Iya Ka”. 

Lalu dia bercerita bagaimana momen pendakian perdananya sambil mengirimkan foto dokumentasi saat diatas puncak Gunung dan membuatku kesal setengah mati yang tentunya semakin membuat aku berkeinginan untuk menaklukkan Gunung. Ya, aku ingin sekali mendaki gunung dan menikmati indahnya semesta dipuncak Gunung toh Tuhan menciptakan semesta untuk dinikmati.

Lalu, perbincangan kita beralih ke WhatsApps, yang sebetulnya modusku, habisnya saling mengirim dan membalas pesan di Instagram itu cukup menguras kuota internet yang banyak. Ya sudah, aku putuskan untuk meminta nomor WhatsAppsnya dan lanjut berbincang di WhatsApps. Trik yang bagus bukan.

Lambat laun aku mengenalnya walaupun tidak secara langsung, yang aku bisa simpulkan dari dia adalah satu kata yaitu; menarik. Ya, dia menarik. Kesan pertamaku dia itu menarik, entah dengan leluconnya yang membuat aku tenggelam dalam kenyamanan yang dia buat.

Hari Senin, aku lupa tanggalnya dan hari ini adalah pertemuan pertamaku dengan dia, yang bisa-bisanya dia membuat skenario pertemuan dengan iming-iming “Pinjam pulpennya boleh?”. Cukup menarik bukan, kesan pertama yang cukup menarik. Saat bertemu di lobi sesuai dengan kesepakatan.

“Mana pulpennya?” ujarnya berbicara dibelakangku.

“Nih” ujarku sambil membalikkan badan dan menyerahkan pulpen.

“Dibawa ya buat penyemangat” ujarnya sambil tersenyum. Jawabanku hanya tersenyum penuh arti dan berjalan masuk ke dalam lift. Sambal berucap dalam hati “Ada-ada saja orang seperti itu, aneh.”

****

Keesokan harinya, pertemuan keduaku. Dia menjemputku di Stasiun dan pulang kuliah aku ajak dia ke rumahku. Sengaja aku ajak dia ke rumah, aku ingin tahu respon dia saat aku ajak ke rumah. Dan ternyata respon dia bisa memikat orang tuaku dengan obrolan santai yang dia lontarkan. Aku cukup lega karena respons dia cukup bagus. Akhirnya dia berpamitan pulang karena hari sudah mulai sore, dan pamit pulang dengan kedua orang tuaku. Hari itu cukup indah untuk di ingat dan aku senang.

Pada hari Kamis, tanggal 30 Oktober. Hari ini, hari terakhir dia Ujian Tengah Semester (UTS) kalau aku sudah selesai kemarin. Tiba-tiba ponselku berbunyi, tanda pesan dari seseorang masuk. 

Dan ternyata dia, dia mengirim pesan “Hari ini kamu sibuk tidak?” balasnya. “Tidak kok, aku tidak sibuk emangnya kenapa?” balasku. “Temeni aku mau tidak?” balasnya. “Ke mana?” balasku.”Ke Pasar Senen di Jakarta, aku mau mengambil surat prakerinnya, kalau bisa izin dulu sama mama nanti kamu naik kereta turun di Stasiun Rawa Buntu nanti aku jemput di sana aku keluar kelas jam 1an. Oh iya, kamu jangan lupa bawa helm” balasnya. “Iya iya, aku bawa helm” balasku.

Dan akhirnya aku bersiap-siap dan berangkat ke Stasiun dan tidak lupa membawa helm. Setelah sampai di Stasiun Rawa Buntu, dia sudah menunggu di pintu keluar Stasiun.

“Kamu sudah izin sama orangtua kamu? Bagaimana izinnya?” ujarnya.

“Aku bilang mau mengantar kamu ke Jakarta” ujarku.

“Lalu diizinkan tidak?” ujarnya.

“Diizinkan kok tapi pulangnya jangan malam-malam” ujarku.

“Oke siap, kita ke sana pakai Google Maps ya, nanti kamu kasih tahu aku belok mana-mananya oke. Nih ponselnya kamu pegang” ujarnya. Dan aku pun menerima ponsel dia.

Saat ditengah perjalanan, aku sedang asyik melamun menikmati momen ini. Tiba-tiba dia membuyarkan lamunanku.

“Masih lurus apa belok kiri?” ujarnya sambal memelankan gas motor.

“Hah?! Eh, bentar aku liat dulu” ujarku kaget dan sedikit panik.

“Haduh, makanya jangan melamun mulu atuh hahaa.. mikirin apa sih? Kalo mau belok kamu bilang dari jauh ya jangan mendadak, oke?” ujarnya sambal tersenyum.

“Maaf ya tadi aku melamun” ujarku dengan rasa bersalah.

“Iyah gapapa kok santai aja kita mah, oke” ujarnya.

Setelah sampai di tujuan, dia masuk ke gedung seperti kantor dan mengambil amplop yang aku juga tidak mengerti itu isinya apa. Lalu dia buka amplop itu dan langsung mengabari temannya dan disitu aku binggung harus lakukan apa, ya sudah aku juga ikutan membuka ponselku yang sejujurnya tidak ada notifikasi dari siapapun.

“Ngapain buka ponsel juga? Kayak ada notifikasi saja.” ujarnya tertawa.

“Gapapa dong, memang nya kenapa masalah buat kamu?” ujarku sambal melirikan mata.

“Hahahaha, dasar perempuan” ujarnya geleng-geleng kepala.

Lalu akhirnya kita pulang, sebelum pulang kita mampir terlebih dahulu ke Minimarket untuk membeli minuman, habisnya aku haus di sepanjang perjalanan berbicara terus. Setelah selesai ishirahat sambil menghabiskan minum lalu kita lanjut perjalanan pulang. Di jalan mungkin dia bosan karena Jakarta macet kalau sudah sore maklum jam pulang kerja orang kantor, di jalan dia berteriak kencang sambil bernyanyi lagu James - Say You You Want Late Go dengan nada yang ala kadarnya yang membuat aku tersenyum dan tertawa. Langit sudah memunculkan jingganya kalau kata anak Indie mah disebut Senja. Ya, sekarang hari mulai berganti menuju malam. Karena angin yang cukup besar dan dia mengendarai motor dengan lumayan kencang, yang membuat aku nyaman dan mengundang rasa kantuk. Mungkin dia melihat dari kaca spion yang di arahkan ke belakang untuk melihat aku.

“Kamu jangan tidur” ujarnya.

“Aku tidak tidur kok ini matanya saja yang tidak bisa dibuka dengan sempurna, anginnya kenceng banget sih, akunya susah melek” ujarku.

“Ya sudah jangan tidur ya, temani aku” ujarnya sambil memegang tanganku.

“Iya tidak kok” ujarku.

Langit mulai semakin menggelap yang terlihat hanya lampu-lampu motor dan mobil yang berjalan saling mendahului agar cepat datang ke rumah. Disela-sela menikmati dinginnya malam aku tersenyum menatap langit dan dalam hati berkata..

“Tuhan, kalau boleh aku ingin memilikinya, memiliki segala kekurangannya yang aku anggap semuanya kelebihan dari-Mu.”

Saat aku sedang asyik tersenyum pada langit, dia melihat dari kaca spion motornya.

“Kenapa senyum sendiri? Hm?” ujarnya.

“Tidak apapa lagi ingin senyum saja” ujarku tersenyum.

Lalu dia fokus kembali mengendarai motor. Rasanya pada hari itu ingin aku perlambat waktu, aku rindu merasakan rasa nyaman yang tercipta secara langsung dimana aku tidak ingin hari itu cepat berlalu, aku ingin berlama-lama bersamanya tidak apa-apa walaupun hanya duduk berdua di atas motor saja itu sudah cukup bahagia kok. Saat di perjalanan menuju rumahku.

“Kalau aku tidur di pundakmu pegal tidak?” ujarku.

“Tidak kok, kenapa memangnya kamu sudah ngantuk?” ujarnya.

“Tidak aku hanya bertanya saja” ujarku sambil menyender dibahunya.

Hembusan angin membuat mataku terpejam, dia yang sadar bahwa aku diam saja tidak banyak bicara seperti tadi mulai menyadarinya bahwa aku tertidur di pundak ternyamannya. Dia menarik tanganku, memegang erat.

“Kalau kamu ingin tidur pegangan, nanti jatuh saja menangis” ujarnya.

Aku masih tidak merespon, karena sudah jauh ke alam bawah sadarku. Yang sekilas terdengar hanya dia yang sedang bernyanyi lagu bahasa Jawa yang judulnya aku pun tidak tahu, sambil memegang tanganku yang malah membuatku semakin pulas tertidur. Karena sudah sampai rumahku dia membangunkanku.

“Hey, bangun sudah sampai rumah” ujarnya sambil menepuk pelan tanganku.

“Hmm, iyaaaaa” gumamku, lalu membuka mata sambil mengumpulkan nyawaku.

“ Kamu hati-hati ya langsung istirahat kalau sudah sampai rumah kabari aku” ujarku. Dia menganguk dan dia pun berpamitan pulang..

Setiap kali bertemu dengan nya, yang selalu ditanyakan “Kamu sudah makan belum” sama seperti sekarang, aku pulang bersamanya dan dia menanyakan soal itu.

“Kamu sudah makan belum?” ujarnya.

“Belum, aku lapar” ujarku sambil merajuk.

“Ya sudah kita makan dulu, kamu mau makan apa? Tapi jangan jawab terserah soalnya tidak ada menu makanan terserah” ujarnya sambil tertawa,

“Aku mau tahu gejrot deh kayak nya segar siang-siang begini” ujarku. Dia diam saja tidak menjawab perkataanku. Tiba-tiba saat melewati jalan yang dipinggir jalan terdapat sebuah gerobak yang bertulisan CILOK dia langsung berteriak..

“Abanggggg cilokkkk” ujarnya sambil teriak.

“Apaan sih, aku maunya tahu gejrot bukan CILOK” ujarku kesal.

“Hahahahahahaa.. habisnya ada-ada saja makan tahu gejrot lambung belum diisi apa-apa sudah makan yang pedas. Tapi cilok yang tadi sepertinya enak juga” ujarnya sambil menggoda.

“Gatau ah terserah mau makan apa, kesel. Orang maunya tahu gejrot malah cilok” ujarku kesal.

“Ya sudah iya, aku minta maaf. Sekarang kita mau makan apa? Pokoknya harus makan nasi soalnya kamu belum makan nasi dari pagi” ujarnya.

“T E R S E R A H!” ujarku kesal.

Akhirnya dia mengajakku ke warung nasi Padang sesuai perintahnya aku harus makan nasi. Setelah memesan menunya, lalu kita makan. Setelah selesai kita lanjutkan perjalanan pulang kerumahku. Di perjalanan dia berbicara serius denganku.

“Lulus S1 dulu ya” ujarnya.

“Memangnya kenapa? Tumben kamu berbicara seperti ini” ujarku binggung.

“Tunggu aku lulus S1 lalu dapat pekerjaan ya, karena perempuan itu hanya menunggu pria sukses saja bukan dari nol” ujarnya

“Dengar, mendaki puncak bersama itu jauh lebih indah daripada harus menunggu di puncak seorang diri” ujarku.

“Sekarang sudah pintar menjawab ya” ujarnya tersenyum.

“Kan kamu yang ngajarin aku” ujarku tertawa dan dia pun ikut tertawa juga.

Akhirnya kita sampai di depan rumahku, dan dia berpamitan pulang. Aku dan dia dekat sampai sekarang, walaupun hanya sebatas dekat tetapi aku tidak mempermasalahkan itu asalkan aku selalu ada untuknya dan begitupun sebaliknya.

 “Semesta yang misterius telah mendekatkanku, dengan seseorang yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Dan aku bersyukur atas kejutan itu.”

Parung panjang, derai hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun