Mohon tunggu...
Qeira Munawwari
Qeira Munawwari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis yang baru belajar menulis

Gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hutan Hitam Putih dan Sang Kegelapan

19 September 2022   21:30 Diperbarui: 5 Oktober 2022   22:49 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hutan Hitam Putih dan Sang Kegelapan


Sudah berbulan bulan Mamaku sakit. Awalnya Mama hanya mengeluhkan sering merasa sangat kelelahan, lalu mulai merasa nyeri nyeri di kakinya. Mama kemudian menjadi susah berjalan dan tidak bisa berdiri lagi sehingga kemana mana harus memakai kursi roda,puncaknya seminggu yang lalu, tulang pahanya tiba tiba patah begitu saja tanpa sebab yang jelas.


Aku menyuapi suapan terakhir makan siang ke mulut Mama ku yang sedang terbaring di kasur rumah sakit ini. Ia mengunyahnya lamat lamat. Tatapan matanya terlihat kosong,semangat yang biasanya menyala nyala dimatanya, kini terlihat hampa. Ia mencoba menarik kedua sudut bibirnya, memaksakan sebuah senyuman lelah kepadaku.


“Makasih ya, kak, sekarang tolong bantu atur kasur nya biar mama bisa rebahan lagi ya ”, ujarnya pelan.

Aku mengangguk dan melaksanakan permintaan nya. Setelah merapikan selimut, aku membiarkan mama terlelap, aku memperhatiakan tarikan nafas lembut didadanya yang kurus,setelah mengusap tangannya beberapa saat, aku lalu bersiap siap untuk pulang kerumah. Hanya Papa yang menemani Mama di rumah sakit, karena masih ada Adikku, Raya, yang harus kujaga di rumah.
 
***
Malamnya ,Ketika akan beranjak ke kamar untuk tidur, aku mendengar kakek berbicara dengan  nenek ku, bahwa kemungkinan Mama mengidap kanker.Harapan hidup Mama tidak lebih dari 5 tahun lagi. Aku termangu bengong,berusaha tidak mencerna fakta itu. Berusaha tidak memikirkan masa depan kami, dua beradik ini tanpa Mama.


“Kanker itu apa, Kak? Apakah Mama akan meninggal, Kak?”, Raya, adikku yang berumur 6 tahun bertanya sambil berbisik, takut kedengaran oleh Kakek dan Nenek yang menemani kami selama Papa dan Mama di rumah sakit.


“Nggak Raya, Mama akan sembuh, Mama akan berusaha melawan penyakitnya. Ia tidak akan meninggalkan kita”, aku menyakinkan Raya sekaligus berusaha meyakinkan diriku sendiri.


“Raya kangen Mama, Kak”, katanya, sambil airmatanya meleleh dipipinya yang gembul. Aku merengkuhnya kedalam pelukanku. Akupun membutuhkan pelukannya, karena hatikupun juga terasa perih.


“Kan ada Kakak, Raya, ayo kita berdo’a kepada Allah, agar Mama kita segera sembuh”, hiburku sambil mengusap air matanya dan menahan air mataku sendiri, berusaha tegar di depan adikku satu satunya.


 Akhirnya Raya jatuh tertidur juga, sementara aku masih enggan untuk tidur, akhir akhir ini setiap terlelap, aku selalu bertemu dengan mimpi yang sama. Setiap malam, aku selalu memimpikan berada di hutan itu. Hutan hitam putih, yang hanya ada pohon dan ranting rantingnya tanpa daun serta kabut yang selalu menyelimuti. Ketika penyakit mama semakin parah dan mulai tidak bisa berjalan sama sekali, disaat itulah aku pertama kali bertemu dengannya.


 Suatu malam, didalam mimpiku, ketika aku terjebak di dalam hutan yang sama, disanalah aku bertemu makhluk itu. Dia berdiri congkak di atas sebuah batu besar yang terdapat diantara pepohonan hutan, menatap remeh kepadaku. Tubuhnya hanya berupa bayangan hitam pekat, kurus dan gelap, dengan dua tanduk mencuat dari keningnya. Matanya yang semerah darah berkilat kilat menatapku. Seringainya terlihat kejam. Sayapnya hitam menekuk di kedua sisi tubuhnya.


“Halo Freya, perkenalkan, aku adalah sang kegelapan, penguasa hutan mimpi ini.”, suaranya serak dan licik.

Aku terkejut dan merasa ngeri, tapi hanya sebentar. Setelah keberanianku muncul, aku memberanikan diri bertanya kepadanya.
“Apakah Kau yang menjebakku kedalam hutan mimpi ini setiap malam?”, seruku. Aku merasa jengkel dan marah sekarang. Rasa frustasi ku yang menumpuk membuat emosiku meningkat.


“Kau benar. Aku adalah kegelapan dan hobiku adalah menarik energi kebahagiaan dari manusia. Seperti yang telah aku lakukan kepada mamamu. Aku telah mengnyerap sinar kehidupannya. Dia perlahan lahan akan meredup hingga tenggelam dalam kegelapan, bersamaku”, ucapnya , lalu mulai tertawa terbahak bahak.


Seketika aku berlari kearahnya membabi buta. Tapi dia begitu licah, tidak tergapai oleh tangan ku. Kutarik sebuah ranting dari sebuah pohon lapuk dan ku ayunkan kepadanya,tapi ranting itu hanya menebas bayangan. Ia tidak bergeming sedikitpun. Suara tawanya membahana kegirangan melihat usahaku yang sia sia. Setelah beberapa saat aku kelelahan dan terbangun dari mimpiku.

***
Hari ini, aku menjenguk Mama di rumah sakit. Ketika aku berada di depan pintu kamar, terdengar olehku sedu sedannya, mengiris hatiku. Aku menarik nafas panjang, mengumpulkan sisa sisa keceriaan yang masih ada, mengetuk pintu dan mengeraskan suara memanggilnya,

“Mamaaa…, Freya datang membawa makanan kesukaan Mama..”, kataku sambil membuka pintu kamar. Mama terlihat tersenyum diantara airmatanya yang berlinang. Papa berdiri disampingnya, sambil menggenggam tangan mama yang gemetaran. Sejak Mama jatuh sakit, wajah Papa yang semula tampan terlihat menua hanya dalam waktu singkat. Aku berjalan mendekat menuju mama dengan perasaan was was.


“Ada apa Ma? Mengapa Mama menangis?”, aku bergegas meraih tissue dan membersihkan air matanya.


“Freya, sore nanti mama akan menjalani operasi untuk membetulkan kaki Mama yang patah . Didalam kaki Mama harus di pasang besi agar bisa sembuh. Sumsum tulangnya akan di ambil, untuk melihat apakah ada sel kanker di dalamnya”, Papa menjelaskan kepadaku.


Mama lalu meraih tanganku dan mengenggamnya, “Freya, kalau misalnya Mama tidak bangun lagi setelah operasi ini , Kakak jaga Raya baik baik ya, dan ingatlah selalu bahwa Mama selalu sayang kakak, Mama minta maaf karena tidak bisa menemani Kakak dan Raya tumbuh dewasa..”, lalu Mamaku kembali menangis tersedu sedu.


Aku hanya bisa diam, tidak memasuk kata kata itu kedalam kesadaran pikiranku, tidak mau mencernanya, tidak mau menerimanya, tidak mau memikirkannya. Sambil berjuang menumpulkan perasaanku, kuambil tissue lagi dan ku usap lagi setiap tetes air matanya yang mengalir di wajah Mamaku. Aku tidak mau Mama melihatku terpuruk, aku tidak ingin menambah bebannya. Aku berusaha menjadi kuat. Aku anak sulungnya, anak sulung yang bisa di andalkan.


Akhirnya Mama bisa tenang dan tertidur dalam tangisnya. Sepertinya obat penenang yang di berikan ibu perawat tadi mulai bekerja.
“Freya, terimakasih sudah membawa barang-barang keperluan Mama ya, sekarang kamu bisa pulang. Kasihan Raya, dia pasti kesepian kalau kita semua disini. Biarlah papa saja yang merawat mama ya”, kata Papaku. Aku mengangguk, dan memutuskan untuk pulang.
***
Malamnya aku begitu bertekat untuk melenyapkan Sang kegelapan. Kemarahan berkobar kobar didalam hatiku,aku tidak akan membiarkannya merenggut kebahagiaan ku. Aku tidak tahu, apakah yang dikatakannya itu benar, tetapi aku butuh tujuan dan sesuatu untuk di lakukan,aku akan melenyapkannya malam ini dan menyudahi mimpi muram berwarna hitam putih ini. Tidak seperti malam malam sebelumnya, aku tidak sabar untuk cepat jatuh terlelap kealam mimpi dan segera membuat perhitungan dengan nya, Sang kegelapan.


Akhirnya kami bertemu kembali. Aku dan sang kegelapan. Lihat lah sosoknya, semakin hari, seiring nyeri yang di rasakan mama semakin menyiksanya, sosok sang kegelapan pun juga terlihat semakin besar, sayapnya semakin lebar.


”Kau lihat Freya, cahaya kehidupan Mama mu semakin suram, semangatnya telah kuserap, kau tidak bisa melakukan apa apa”, gelegar suaranya memecah kesunyian hutan ini. Aku sudah bersiap siap menyerangnya lagi dengan ranting yang kutemukan. Disaat itulah aku melihat seekor burung kenari biru menghampiriku. Aku tertegun karena menyadari, dia adalah makhluk berwana pertama yang muncul  di dalam alam mimpiku setelah sekian lama. Lalu kenari itu menyapaku.


“Mengapa kamu diam saja, Freya, sudah saatnnya kau bungkam si kegelapan itu”, suaranya kecil dan merdu.


“Aku tidak tahu caranya wahai kenari, telah kucoba berbagai cara, telah kulempar dengan batu, kucoba menebasnya dengan ranting, tapi tidak ada gunanya, dia seperti bayangan , tubuhnya malah menelan batu dan ranting yang ku lemparkan kepadanya”.


“Hanya ada satu cara membungkamnya, Freya, yaitu dengan menggunakan pedang cahaya, kamu bisa mengambilnya dari dalam danau hitam, kamu hanya perlu menyelam freya


“Maksudmu danau di ujung hutan ini, kenari?”


“Ya, apakah kamu berani, Freya?”


“Aku akan mengambilnya, kenari. Aku sudah bosan mendengarnya menertawaiku setiap malam. Aku ingin mengusirnya dari mimpiku, aku merindukan warna pelangi”


“Baiklah kalau begitu. Ayo Freya, akan ku tunjukkan jalannya”


Kami  berdua melangkah menuju danau hitam. Seperti Namanya, danau itu terlihat berwarna hitam. Dengan lapisan kabut diatasnya, airnya terlihat dingin dan seram. Walaupun pandai berenang, aku tetap saja merasa ragu.


“Ayolah Freya, toh ini hanya mimpi, jika kamu menemukan bahaya di dalam sana, kamu hanya tinggal bangun”


Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung meloncat kedalam danau itu. Airnya yang dingin terasa seperti jarum jarum kecil menusukku. Dan disanalah dia, di dasar danau yang ternyata tidak begitu dalam, aku melihat kilauan pedang itu. Aku menyelam semakin jauh, dan berhasil meraihnya. Menggunakan segenap tenaga, aku menarik pedang itu dan membawanya kepermukaan.


“Kau berhasil, Freya”, cicit si kenari. Dia terbang berputar putar menemaniku berenang menuju tepian danau.


“Ayo kita habisi dia..”, seru kenari penuh semangat.


Ajaibnya, setelah menggenggam baik baik pedang cahaya, aku tidak lagi merasakan kedinginan walaupun badanku basah kuyup. Tubuhku terasa ringan, dan aliran tenaga bergulung gulung di dalam pembuluh nadiku. Aku seperti batrai baru yang tercass penuh.


“Sang kegelapan, dimana kau?”, teriakanku menjadi begitu nyaring, menembus kabut hutan. Sang kegelapan seketika muncul di hadapanku,mata merahnya menyala nyala melihat pedang cahaya yang berada di dalam genggamanku. Tanpa menunggu lagi aku melesat kearahnya sambil mengayunkan pedang. 

Terdengar teriakannya saat pedang cahaya membelah sang kegelapan. Aku menebas membabi buta, hingga bayangan gelap jahat itu menjadi berkeping keping, lalu lenyap bersama munculnya cahaya matahari dari sela sela dedauan pepohonan. Akhirnya bunga bunga bermekaran lagi di hutan mimpi ini dan kabutpun  menghilang sama sekali.


“Selamat Freya.., kau berhasil..”, kenari terbang berkicauan bersama teman temannya yang telah muncul kembali entah dari mana. Mereka bersorak sorai merayakan hilangnya sang kegelapan.


“ Semoga kita bertemu lagi Freya, terimakasih..”kata kata perpisahan dari Kenari biru, ketika ia menjauh. Tanpa sempat membalas ucapannya, aku terbangun dan mendapati tangan mungil Raya sedang memeluk ku. Aku menggesernya pelan pelan agar Raya tidak terbangun dan segera beranjak bersiap siap untuk berangkat kesekolah. 

Apakah keberhasilanku melenyapkan sang kegelapan akan merubah keadaan di dunia nyata, aku tidak tahu. Tapi aku yakin, mimpiku malam nanti tidak akan hitam putih lagi. Sepulang sekolah aku akan ketempat Mama, dan kali ini benar benar akan menghiburnya.


***
Aku berada di depan pintu kamar rawatan Mama. Suasana terasa hening , tidak terdengar suara apa apa dari dalam. Dengan perasaan lebih optimis, aku mengetuk pintu kamar sambil berseru ceria, “Mamaaa…Freya bawakan mama eskrim kesukaan mama, nih…”, aku membuka pintu dan mendapati mamaku sedang tersenyum manis dengan wajah berseri seri. Tangannya terentang Ketika melihat ku, menawarkan pelukan.


“Freyaaa sayang, mama punya kabar baik”, ucapnya sumringah.


Aku bergerak mendekat dan memeluknya hati hati. Hatiku menghangat dan jantungku berdebar debar menunggu kata kata mama selanjutnya.


“Sayangku, kemaren setelah sumsum tulang paha Mama diambil dan di periksa, ternyata  tidak di temukan sel kanker. Dan setelah pemeriksaan ulang oleh Dokter Spesialis Onkologi, ternyata tulang mama rapuh dan gampang patah ini bukan disebabkan oleh kanker, tapi karena ada suatu tumor jinak di leher Mama, namanya tumor paratiroid. Dan coba tebak, kalau tumornya di angkat maka mama bisa sembuh kaaak, Alhamdulillah..”, katanya sambil tertawa kecil.


“Benarkah, Pa?”, wajahku mendongak kearah Papa, sementara Mama masih memelukku.


“Betul, Freya, Mama masih akan bersama kita”, Papa tersenyum, dan meraih kami kedalam pelukannya.Aku membenamkan kepalaku ke dalam pelukan mereka berdua, tidak hentinya berucap syukur di dalam hati.


“Sebenarnya hanya satu hal yang Mama takutkan, Kak, kalau sempat mama benaran sakit kanker. Mama takut meninggalkan kalian berdua, Kamu dan Raya..”, ucap mama, ia kembali menangis, tapi kali ini bukanlah tangisan putus asa lagi, tapi Mamaku menangis haru karena kebahagiaan.


***
Setelah sekali lagi menjalani operasi pengangkatan tumor paratiroid, akhirnya Mama perlahan mulai membaik. Kegigihan dan semangatnya sudah kembali 100 %,latihan fisik dan fisioterapi dengan rajin di lakukannya. Suara tawa dan selera humornya kembali menghangatkan keluarga kami.


Mimpi hitam putih tidak pernah lagi aku alami. Mimpiku kembali penuh warna. Terkadang aku masih memikirkan sang kegelapan dan kenari yang tidak pernah kutemui lagi. 

Apakah mereka benar benar nyata, atau hanyalah sekedar mimpi. Apakah karena ketakutan yang begitu besar ditinggal selamanya oleh mama, membuat alam bawah sadarku menciptakan sendiri sosok sang kegelapan. Ataukah sang kegelapan adalalah wujud ketakutan dan frustasi serta kesedihan yang selalu ku tekan dalam dalam dan tidak kubiarkan keluar kepermukaan. 

Entahlah. Yang terpenting sekarang adalah mensyukuri setiap waktu yang masih bisa kuhabiskan bersama keluargaku. Terimakasih kenari, dimanapun kamu berada, terimakasih telah mengingatkan bahwa aku adalah manusia yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun