Mohon tunggu...
Putra Dewangga
Putra Dewangga Mohon Tunggu... Content Writer di SURYA.co.id

Hanya seorang penulis di media online

Selanjutnya

Tutup

Nature

Museum Kehidupan yang Masih Bernapas, Saat Orangutan Dipamerkan Seperti Artefak

15 September 2025   15:48 Diperbarui: 15 September 2025   15:48 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Museum Satwa (Sumber: Gemini AI)

Karena itu, kita tidak boleh membiarkan hutan kosong. Kita tidak bisa hanya puas dengan menonton satwa dari layar gawai atau balik jeruji besi. Ada langkah nyata yang bisa kita ambil, bahkan mulai dari hal kecil: mendukung upaya penghentian deforestasi, menolak produk yang berasal dari perusakan hutan, menolak eksploitasi satwa sebagai hiburan, serta ikut menyuarakan pentingnya konservasi di ruang-ruang diskusi publik.

Kita juga bisa memilih wisata ramah satwa, bukan menaiki gajah, bukan berfoto memeluk orangutan, bukan menonton harimau melompati lingkaran api. Sebaliknya, kita bisa mendukung suaka alam, pusat rehabilitasi, dan program pelepasliaran yang memberi satwa kesempatan untuk kembali ke rumah mereka yang sesungguhnya: hutan.

Di level komunitas, suara kita bisa jadi gelombang. Semakin banyak orang yang peduli, semakin kecil peluang satwa untuk terus dijadikan tontonan. Kesadaran publik adalah kunci untuk mengubah pola konsumsi dan gaya hidup yang selama ini tanpa sadar ikut mempercepat hilangnya satwa karismatik dari alam.

Namun yang lebih penting, ini bukan hanya soal menyelamatkan satwa. Ini juga tentang menjaga warisan untuk generasi yang akan datang. Tentang memberi kesempatan kepada anak cucu kita untuk mengenal satwa bukan dari balik kaca, melainkan di tengah hutan yang rimbun dan penuh kehidupan.

Pada akhirnya, krisis ini menuntut kita memilih: apakah kita akan menjadi generasi yang menutup pintu hutan dan mengurung satwa di museum buatan, ataukah kita akan menjadi generasi yang membuka jalan bagi satwa untuk terus bernapas di alam bebas.

Biarlah hutan menjadi museum terbesar mereka, museum yang tidak pernah selesai dibangun, di mana setiap pohon adalah rak, setiap sungai adalah lorong, dan setiap satwa adalah artefak hidup yang bebas. Sebuah museum yang tidak mengenal kaca pembatas, karena ia adalah kehidupan itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun