Malam merapat, menutup mata bumi,
membiarkan dingin menari di sela tulang.
Seorang anak terhuyung  di pelukan sepi,
menatap langit kamar kelam, tak terbayang.
Tak ada pelukan merajut air mata,
tak ada suara menghalau resah.
Hanya gema luka mendesis, menggema,
membentur hati hingga retaknya pasrah.
Hari berlari tanpa riang, tanpa guru,
mengajarinya makna kehilangan yang bisu.
Ia tahu senyum bisa menjelma sembilu,