Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Bisikan Dusta dan Pengkhianatan

27 Agustus 2025   05:45 Diperbarui: 26 Agustus 2025   22:14 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Clara mencurahkan seluruh hatinya untuk The Daily Grind, kedai kopi mungil yang ia bangun di tengah kota. Bagi Clara, itu bukan sekadar bisnis, melainkan rumah keduanya—wujud nyata dari mimpi yang ia perjuangkan. Ia hafal setiap nama pelanggan, ingat tiap pesanan di luar kepala, dan bangga akan komunitas hangat yang tumbuh di sana.

Namun, kehangatan kedai kopi itu tak mampu mengusir rasa dingin yang diam-diam bersarang di hatinya setiap kali menatap kekasihnya, Arthur Harding. Hubungan mereka, yang dulu terasa menjanjikan, kini serasa sangkar emas yang menyesakkan.

“Latte lagi, Tuan Harding?” tanya Clara sambil memainkan jemarinya di mesin espresso. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi udara.

Arthur, pelanggan setia, tersenyum ramah. “Kau terlalu hafal kebiasaan saya, Clara. Dan tolong, panggil saja aku Arthur.”

Pipi Clara memanas, jantungnya berdebar tak beraturan. Arthur Harding memang menawan—tinggi, bermata teduh, dengan senyum yang mampu melelehkan es. Selama yang ia tahu, Arthur masih lajang, dan sudah berbulan-bulan jadi pengunjung tetap kedainya.

“Satu latte segera datang, Arthur,” balas Clara sambil kembali fokus ke mesin kopi.

Namun di balik senyum dan aroma kopi yang menenangkan, ada sesuatu yang Clara sembunyikan. Di balik cinta mereka, merayap sebuah rahasia: sebuah kebohongan yang berbisik, tumbuh, dan perlahan melangkah masuk. Itulah saat ia bertemu dengan Julian.

Arthur bukannya tidak berusaha menjaga hubungan mereka, hanya saja Julian… lebih pandai membujuk. Perlahan-lahan, kehadiran Arthur di The Daily Grind makin jarang. Clara merasakan perubahan itu—penarikan diri yang halus namun jelas, menimbulkan rasa tak nyaman yang tak bisa ia abaikan. Ia tidak merasa bersalah karena kehilangan cinta untuk Arthur, tapi dalam hatinya ia tahu: ia sedang memanfaatkannya.

Suatu hari, Arthur datang dengan wajah kusut. Jasnya tak lagi rapi, rambutnya berantakan. “Clara, kita perlu bicara,” ucapnya dengan suara tegang.

Jantung Clara mencelos. Ia tahu apa yang akan terjadi. “Tentu, Arthur. Ada apa?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun