Foto Harison Bergeron ditampilkan di layar bergerak beraturan dari atas ke bawah, samping, ke atas lagi. Fotonya ditampilkan secara penuh untuk dapat mengalibrasi Harrison dalam kaki dan inchi. Tepat, tingginya 7 kaki.
Penampilan Harrison lainnya adalah Hallowen dan perangkat keras. Tak seorang pun dilahirkan dengan kecacatan seberat itu. Dia memiliki gangguan yang terlalu besar dan lebih cepat dari apa-apa yang bisa orang-orang Ditjen Kecacatan pikirkan. Ketimbang radio kecil di telinga untuk yang punya gangguan mental demikian, dia memakai berpasang earphone yang besar, dan spektakel dengan lensa tebal bergelombang. Spektakel itu ditujukan bukan cuma bikin dia setengah bida, tapi juga memberinya resonansi bunyi agar dia sakit kepala.
Besi tua digantungkan di seluruh tubuhnya. Biasanya, ada simetri yang pasti, kecermatan militer kepada orang-orang kuat, tetapi Harrison tetap terlihat seperti rongsokan berjalan. Harrison membawa tiga ratus pound beban dalam hidupnya.
Dan untuk menutupi ketampanannya, orang-orang Ditjen Kecacatan butuh memasangkan bola karet merah untuk hidungnya, menggunduli alisnya, dan menutupi gigi-giginya yang putih denganwarna hitam dan gigi-gigi ikan yang acak.
"Jika kau melihat bocah ini," ujar si balerina,"jangan, aku ulangi, jangan tanyakan alasan kepadanya."
Terdengar jeritan pintu yang lepas dari engselnya. Teriakan dan raungan ketakutan terdengar dari televisi. Foto Harrison Bergeron di layar berjumpalitan lagi dan lagi, seperti sedang menari mengikuti irama gempa bumi.
George Bergeron dengan benar mengidentifikasi gempa bumi, dan mungkin saja dia-- bagi banyak orang, rumahnya akan menari dengan irama gempa yang sama. "Oh, Tuhan..." juar George, "itu pasti Harrison!"
Kesadaran itu terpancar dari pikirannya begitu saja diiringi suara mobil tabrakan di kepalanya.
Ketika George bisa membuka matanya lagi, foto Harrison sudah tidak ada. Harrison yang hidup, bernapas, memenuhi layar.
Berdering-dering, menyerupai badut, dan besar, Harrison berdiri di tengah-tengah studio. Pegangan pintu studio yang tercerabut masih di tangannya. Balerina, teknisi, musisi, dan penyiar  gemetar ketakutan pada lututnya di hadapannya, mengharapkan kematian.
"Akulah Raja!" Harrison menangis. "Kalian dengar? Aku in Raja! Semua orang harus melakukan apa yang kukatakan segera!" Dia menjejakkan kakinya dan studio bergetar.