Pendekar     :" Negeri sejahtera dambaan kita. Negeri damai dan Berjaya. Tidak ada hujan batu  lagi. Hujan uang pun datang." Pasukan bertepuk tangan dan tertawa.
Prajurit 1 Â Â Â Â :"Mendengar ucapan pendekar aku merasa melihat pangeran Naga Buana sedang menunjukkan keahliannya."
Prajurit 7 Â Â Â Â :"Oh ya tulisan pendekar tidak lupa dibawakan?"
Pendekar     :"Terima kasih sudah mengingatkan."
Pengunjung   :" Seorang kekar dan berwibawa. Kabarnya sudah sembuh dari lukanya."  Orang yang di meja samping berbicara cukup kuat. Lalu  pria itu melanjutkan. "Aku akan menjengguknya dan menawarkan diri menjadi pasukannya., tetapi sayang dia sudah bertobat."
Prajurit 6 Â Â Â Â :"Pendekar sepertinya kita harus segera bergegas." Maka bergegaslah pangeran dan pasukannya dengan membawa cenderamata. Pendekar tidak merasakan keberadaan istri dan anaknya yang sudah dekat dengannya.Â
                                     Â
BAB XX
PERTEMUAN REMBULAN DAN MAULANA
       Hari demi hari terasa berat. Begitu menginjakkan kaki di negerinya pangeran Maulana sujud syukur. Kabar kedatangannya tersebar. Pendekar pun semakin semangat untuk cepat sampai di rumah. Bergegaslah mereka semua. Sesampainya di istana. Sudah tentu terjadi hal yang mengharu biru. "Mana Permata? Apa dia sehat?" Maulana langsung bertanya tidak sabaran.
      "Duduklah dulu anakku. Kami juga sangat merindukanmu," jawab Raja dan Ratu seraya mencium kening putranya.  "Kau lebih hitam dan kurusan."