"Sekitar 3 bulan." "Nah itu artinya sudah saatnya pendekar pulang." "Dan kau?" "Aku ikut," kata putri Rembulan tanpa pikir panjang. "Apa ayahandamu akan menyetujuinya? " "Harus." "Pertama-tama aku saja yang pulang terlebih dahulu, nanti akan kuajak kedua orang tuaku untuk melamarmu." "Percuma." "Mengapa?" tanya pendekar Andi sangat penasaran. "Karena pangeran pertama belum menikah."
      "Kalau begitu baiklah. Akan kurayu dia agar mau segera menikah," pendekar Andi pun menghampiri kakak pertama yang sedang mendampingi para orang Arab untuk melihat tempat baru mereka untuk berdagang.  "Pangeran Naga Buana. Aku butuh pendapatmu sekarang. Apakah menganggu?" "Ooh tidak, katakan saja pendekar." "Sebenarnya menurut pribadiku aku  sudah cukup dewasa. Semakin aku merasa cukup tua, aku semakin merasa kekurangan." "Kekurangan dalam hal?" balas Naga Buana cepat.  "Hahahaah, aku butuh orang yang bisa selalu menemaniku untuk memberi dukungan kepadaku."
 "Dirimu pendekar Andi, kalau aku boleh memberi penilaian adalah tipe orang yang menyukai kebebasan. Sulit ada orang seperti pendekar, apalagi dia seorang wanita," pangeran sulung mulai memberi pendapat.  "Justru itu, aku ingin ada yang mengekang kebebasanku ini, tetapi wanita yang sabar , yang tidak akan membuatku mati, karena aturan yang sangat ketat, sehingga aku tidak bisa keluar sama sekali." Â
      Keduanya tertawa. "Tentu saja. Tentu saja, pendekar," pangeran Naga Buana menambahi lagi.  "Bagaimana kalau aku sarankan adikku saja yang menjadi permaisuri hatimu. Apakah dia cukup sabar? Namun, aku ingin bertanya mengenai sesuatu, Andi adalah suatu gelar di tanah Makassar?"  Pendekar Andi hanya tersenyum malu, "Gelar? Aku tidak peduli dengan gelar. Namun, aku tidak tahu mungkin saja akan ada gelar Andi di depan nama para bangsawan. Oh ya apakah  itu artinya pangeran Naga Buana sudah setuju? Mengenai putri Rembulan" "Tentu kalau tidak untuk apa aku menyarankan."  "Apa kakanda pertama bisa membantuku untuk  meyakinkan kedua orang tua kalian."  Pangeran terdiam sebentar sambil berpikir. "Untuk pendekar Andi apa yang tidak bisa?" sambil melihat-lihat sekeliling. Tempat berdagangnya memang strategis sehingga membuat para orang Arab begitu serius, dan mungkin tidak mendengar pembicaraan antara pendekar dan pangeran.
      "Pedagang di sana mirip sekali dengan tingkah laku anda pendekar. Ketika pertama sekali berjumpa dan adikku langsung jatuh hati padamu. Bagaimana kalau kita menghampiri saja?"
      "Awas, ada merpati," kata Andi Husein.
      "Itu kan Labosi. Pasti ada pesan penting," kata pendekar Andi seketika.
      "Nama merpati itu Labosi?" serentak para orang Arab dan pangeran Naga Buana, sedangkan pangeran yang lain sedang menemani putri Rembulan.
      "Iya pasti itu dari keluargaku," sambung Andi lagi. Â
      "Tampaknya dia membawa surat penting."
      Malam harinya pendekar Andi mendatangi putri Rembulan untuk menyatakan sesuatu.