Hidup di kota besar kadang melelahkan gasih? Seperti berlari tanpa pernah benar-benar berhenti. Pagi hari kita diburu waktu, berdesakan di jalanan, dikejar deadline, lalu sore hari tubuh dan pikiran sudah kehabisan tenaga. Rasanya seperti lingkaran yang berulang tanpa akhir.
Di antara rutinitas itu, Commuterline hadir bukan sekadar alat transportasi. Bagiku---dan mungkin juga kamu---ia seperti ruang transisi, ruang singgah di antara dunia kerja yang penuh tekanan dan rumah yang menjadi tujuan akhir.
"Ramai yang memberi jeda"
Aku sering bertanya pada diri sendiri saat duduk di kursi panjang Commuterline, "Kenapa ya, momen di kereta ini terasa begitu melegakan?" Padahal, kalau dipikir-pikir, keretanya ramai, sempit, bahkan kadang harus berdiri lama. Tapi entah mengapa, di situ ada jeda yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
Ada yang memilih membuka ponselnya, tenggelam di media sosial. Ada yang memasang headset, memutar lagu favorit, membiarkan dunia luar tenggelam dalam alunan musik. Ada juga yang hanya menatap jendela, mengikuti bayangan gedung-gedung yang berganti cepat, seolah semua masalah ikut melaju bersama laju kereta.
Lalu aku? Aku biasanya diam. Menghela napas panjang, mencoba berdamai dengan rasa lelah. "Sebentar lagi sampai. Besok pasti akan sama lagi. Tapi sekarang, biarlah aku istirahat sejenak."
"Pulih sebentar, sebelum esok kembali berlari. "
Di situlah aku sadar, Commuterline memberi ruang bagi kaum urban untuk menemukan momen kecil: sebuah jeda. Momen ketika kita tak lagi terburu-buru, tak lagi harus menjawab email, tak lagi memikirkan rapat esok hari. Walau hanya tiga puluh menit atau satu jam, momen itu berharga.
Mungkin terdengar sederhana, tapi bagi banyak orang, ruang kecil inilah yang menyelamatkan kewarasan di tengah ritme kota yang melelahkan. Kita belajar menghargai hal-hal sepele: kursi kosong di gerbong, sinyal internet yang stabil, atau sekadar angin sore yang menyelinap lewat jendela.
Commuterline, dengan segala keterbatasannya, justru menghadirkan kenyamanan unik yang jarang kita sadari. Bukan tentang seberapa cepat ia membawa kita pulang, tapi tentang jeda kecil yang kita dapatkan di tengah perjalanan.