Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

2 Tahun Setelah Berakhirnya Pandemi: Bagaimana Interpretasi Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Hukum?

5 Mei 2025   09:31 Diperbarui: 5 Mei 2025   19:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WHO menyatakan berakhirnya pandemi COVID-19 sebagai Keadaan Darurat Kesehatan (Sumber/Kredit Foto: cnn.com)

Hukum Belanda mengizinkan force majeure berdasarkan Pasal 6:75 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda (Burgerlijk Wetboek/BW). COVID-19 dapat dianggap sebagai force majeure, terutama jika pembatasan pemerintah membuat pelaksanaan tidak mungkin dilakukan. Yang juga relevan adalah doktrin keadaan tak terduga (onvoorziene omstandigheden) berdasarkan Pasal 6:258 BW.

Preseden Mahkamah Agung Belanda:

Sampai saat ini, tidak ada putusan HR (Hoge Raad) yang mengikat secara langsung dan meyakinkan yang menyatakan COVID-19 sebagai force majeure. Pengadilan yang lebih rendah (misalnya, Amsterdam, Rotterdam) telah memutuskan secara bervariasi:

- Jika penutupan/karantina yang dilakukan pemerintah secara langsung mencegah pelaksanaan force majeure diterima.
- Jika pelaksanaan masih memungkinkan, tetapi merepotkan atau mahal force majeure tidak diterima

Pasal 6.75 BW berbunyi sebagai berikut:

Overmacht

Een tekortkoming kan de schuldenaar niet worden toegerekend, indien zij niet is te wijten aan zijn schuld, noch krachtens wet, rechtshandeling of in het verkeer geldende opvattingen voor zijn rekening komt.

Terjemahannya:

Keadaan Memaksa

Suatu kerugiab tidak dapat dibebankan kepada debitur jika hal itu bukan disebabkan oleh kesalahannya, dan juga bukan karena pertimbangannya menurut undang-undang, perbuatan hukum, atau pandangan yang berlaku umum.

Pasal 6:258 BW berbunyi sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun