Pada tanggal 5 Mei 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organizaton/WHO) menyatakan berakhirnya pandemi COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) (Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC)).
Deklarasi ini memiliki implikasi penting baik dari sudut pandang hukum internasional maupun sudut pandang hukum Indonesia, terutama mengenai kewajiban hukum, kewenangan darurat, tata kelola kesehatan masyarakat, dan kerja sama internasional.
Perspektif Hukum Internasional
Sifat Hukum PHEIC
Berdasarkan International Health Regulations (Peraturan Kesehatan Internasional) (IHR 2005), PHEIC adalah deklarasi resmi oleh WHO yang menandakan adanya risiko kesehatan masyarakat yang luar biasa. Oleh karenanya, mengakhiri PHEIC akan menghapus dasar hukum untuk rekomendasi sementara dan tindakan darurat berdasarkan IHR, seperti:
- Penutupan perbatasan
- Pembatasan perjalanan
- Kewajiban pengawasan
- Koordinasi internasional yang wajib
Dampaknya terhadap Hukum dan Kerja Sama Internasional
Meskipun IHR bersifat mengikat, rekomendasi WHO sering kali tidak mengikat. Namun, negara-negara secara luas mematuhinya untuk koordinasi. Berakhirnya PHEIC dapat melemahkan urgensi koordinasi global tetapi juga menandai pergeseran ke penguatan sistem kesehatan jangka panjang. Hal ini mengubah fokus hukum internasional dari respons darurat ke pemulihan, ketahanan, dan akuntabilitas (misalnya, negosiasi perjanjian pandemi).
Periode Transisi Hukum
WHO merekomendasikan pembentukan mekanisme tetap untuk menangani pandemi di masa mendatang. Organisasi internasional dapat menyesuaikan kerangka pendanaan, pelaporan, dan kerja sama yang terkait dengan status darurat.