Mohon tunggu...
Pormadi Simbolon
Pormadi Simbolon Mohon Tunggu... Pecinta Filsafat

Alumnus STFT Widya Sasana Malang dan STF Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Tulisan yang Dibantu AI Bukan Plagiasi, Jika Diverifikasi Oleh Penulis

4 Juli 2025   21:41 Diperbarui: 4 Juli 2025   21:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI (Foto: East Ventures)

Pengantar

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI), seperti ChatGPT, semakin memengaruhi cara kita berpikir, belajar, dan menulis. Di dunia pendidikan, para siswa dan guru mulai memanfaatkan AI untuk memahami konsep, merapikan struktur tulisan, atau menyusun makalah. Bahkan di kalangan dosen dan peneliti, AI mulai digunakan untuk menjernihkan argumentasi atau menganalisis teks. AI mempercepat proses, tetapi juga menuntut kebijaksanaan dalam penggunaannya.

Namun, di tengah manfaat ini, muncul pertanyaan etis yang sering terdengar di ruang kelas maupun forum akademik: apakah tulisan yang dibantu AI masih bisa disebut orisinal? Apakah itu termasuk plagiasi?

Tulisan ini mencoba menjelaskan bahwa "tulisan yang dibantu AI bukanlah plagiasi", selama "penulis secara aktif memverifikasi, memahami, dan mengolah kembali hasilnya secara bertanggung jawab" (OpenAI, 2023).

Plagiasi vs Penggunaan AI: Memahami Perbedaannya

Plagiasi adalah tindakan mengambil karya orang lain---baik itu kalimat, ide, atau struktur tulisan---tanpa izin dan tanpa mencantumkan sumber, lalu mengakuinya sebagai karya sendiri. Dalam dunia pendidikan, plagiasi adalah pelanggaran serius karena bertentangan dengan nilai kejujuran akademik.

Sementara itu, penggunaan AI berbeda secara prinsip. Teknologi seperti ChatGPT tidak menyalin dari satu sumber tertentu, melainkan menyusun teks baru berdasarkan pelatihan dari miliaran contoh bahasa. Hal ini telah ditegaskan oleh Nature (2023), yang menyatakan bahwa teks dari AI adalah hasil generatif, bukan kutipan. Dengan demikian, selama tidak disalahgunakan, hasil AI tidak dapat langsung dikategorikan sebagai plagiat.

Namun, yang perlu ditekankan adalah: "jika hasil dari AI diterima mentah-mentah tanpa pemahaman atau keterlibatan penulis, maka tulisan itu tetap bisa kehilangan keasliannya" (Herman, 2023).

Tanggung Jawab Etis Penulis dalam Pendidikan

Dalam pendidikan, guru bukan hanya mengajar pengetahuan, tetapi membentuk karakter. Oleh karena itu, penggunaan AI oleh peserta didik maupun pendidik harus diarahkan pada proses reflektif dan kritis.

Pertama, memverifikasi isi yang dihasilkan. Misalnya, ketika seorang mahasiswa menggunakan ChatGPT untuk memahami teori Paulo Freire tentang pendidikan pembebasan, ia tetap perlu membaca sumber primer dan mengkritisi hasil AI. ChatGPT mungkin bisa merangkum ide Freire, tetapi tidak bisa menggantikan pemahaman mendalam yang diperoleh melalui studi dan refleksi (Freire, 2005).

Kedua, mengolah dengan pemahaman pribadi. Seorang guru bisa menggunakan AI untuk menyusun rencana pembelajaran, tetapi ia tetap harus menyesuaikannya dengan konteks lokal, kebutuhan murid, dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Tulisan yang baik bukan hanya benar secara bahasa, tetapi juga relevan secara pedagogis.

Ktiga, menambahkan pengalaman atau refleksi konkret. Di SMA Swasta tertentu, misalnya, guru agama yang menggunakan AI untuk menyusun renungan harian tetap akan menambahkan cerita pengalaman murid di sekolah---hal yang tidak bisa dihasilkan oleh AI.

Sebagaimana dikatakan oleh John Dewey (1916): "Education is not preparation for life; education is life itself." Jika pendidikan adalah hidup itu sendiri, maka tulisan yang dihasilkan dalam dunia pendidikan harus mencerminkan kehidupan, pengalaman, dan kejujuran penulisnya---bukan hasil mekanik dari sebuah mesin.

Konteks Penggunaan dan Pentingnya Transparansi

Beberapa kampus dunia telah merespons fenomena ini. Universitas Oxford, misalnya, mengizinkan penggunaan AI untuk membantu belajar dan menulis, "asal tidak menggantikan proses berpikir kritis mahasiswa" (University of Oxford, 2023). Di Indonesia, sejumlah perguruan tinggi mulai menyusun pedoman yang mendorong mahasiswa untuk jujur menyatakan jika mereka menggunakan AI, tanpa menjadikannya sebagai mesin penyelesaian tugas.

Artinya, transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari pendidikan nilai: kejujuran, tanggung jawab, dan refleksi kritis. Jika siswa atau mahasiswa sekadar menyalin dari AI tanpa memahami isinya, maka mereka melewatkan inti dari belajar itu sendiri.

Penutup

Tulisan yang dibantu AI bukanlah bentuk plagiasi, "selama penulis bertanggung jawab atas isi dan kualitas akhirnya". Dalam pendidikan, penggunaan AI bisa menjadi sarana belajar yang kuat jika diarahkan dengan benar. AI dapat mempercepat proses menulis, tetapi tidak dapat menggantikan pemahaman, refleksi, dan nilai-nilai yang membentuk manusia pembelajar.

Dengan demikian, bukan alatnya yang menentukan orisinalitas, tetapi "ketulusan, keterlibatan, dan integritas penulis". Pendidikan akan terus berkembang, tetapi kejujuran dan pemaknaan tetap menjadi pusatnya. AI dapat menjadi mitra, namun manusia tetaplah pemilik makna.

Daftar Pustaka

Dewey, J. (1916). Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Macmillan.

Freire, P. (2005). Pendidikan Kaum Tertindas (terj. Agung Prihanto). Jakarta: LP3ES.

Herman, D. (2023). "Is AI-generated text plagiarism?" Journal of Academic Ethics.

Nature Editorial. (2023). Tools such as ChatGPT threaten transparent science; here are our ground rules for their use. "Nature", 613, 612. [https://www.nature.com/articles/d41586-023-00191-1](https://www.nature.com/articles/d41586-023-00191-1)

OpenAI. (2023). "ChatGPT FAQ".    [https://help.openai.com/en/articles/6783459-chatgpt-faq](https://help.openai.com/en/articles/6783459-chatgpt-faq)

University of Oxford. (2023). "Guidance on the Use of AI for Students".

https://www.ox.ac.uk/students/academic/guidance/ai](https://www.ox.ac.uk/students/academic/guidance/ai) 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun