Kedua, mengolah dengan pemahaman pribadi. Seorang guru bisa menggunakan AI untuk menyusun rencana pembelajaran, tetapi ia tetap harus menyesuaikannya dengan konteks lokal, kebutuhan murid, dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Tulisan yang baik bukan hanya benar secara bahasa, tetapi juga relevan secara pedagogis.
Ktiga, menambahkan pengalaman atau refleksi konkret. Di SMA Swasta tertentu, misalnya, guru agama yang menggunakan AI untuk menyusun renungan harian tetap akan menambahkan cerita pengalaman murid di sekolah---hal yang tidak bisa dihasilkan oleh AI.
Sebagaimana dikatakan oleh John Dewey (1916): "Education is not preparation for life; education is life itself." Jika pendidikan adalah hidup itu sendiri, maka tulisan yang dihasilkan dalam dunia pendidikan harus mencerminkan kehidupan, pengalaman, dan kejujuran penulisnya---bukan hasil mekanik dari sebuah mesin.
Konteks Penggunaan dan Pentingnya Transparansi
Beberapa kampus dunia telah merespons fenomena ini. Universitas Oxford, misalnya, mengizinkan penggunaan AI untuk membantu belajar dan menulis, "asal tidak menggantikan proses berpikir kritis mahasiswa" (University of Oxford, 2023). Di Indonesia, sejumlah perguruan tinggi mulai menyusun pedoman yang mendorong mahasiswa untuk jujur menyatakan jika mereka menggunakan AI, tanpa menjadikannya sebagai mesin penyelesaian tugas.
Artinya, transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari pendidikan nilai: kejujuran, tanggung jawab, dan refleksi kritis. Jika siswa atau mahasiswa sekadar menyalin dari AI tanpa memahami isinya, maka mereka melewatkan inti dari belajar itu sendiri.
Penutup
Tulisan yang dibantu AI bukanlah bentuk plagiasi, "selama penulis bertanggung jawab atas isi dan kualitas akhirnya". Dalam pendidikan, penggunaan AI bisa menjadi sarana belajar yang kuat jika diarahkan dengan benar. AI dapat mempercepat proses menulis, tetapi tidak dapat menggantikan pemahaman, refleksi, dan nilai-nilai yang membentuk manusia pembelajar.
Dengan demikian, bukan alatnya yang menentukan orisinalitas, tetapi "ketulusan, keterlibatan, dan integritas penulis". Pendidikan akan terus berkembang, tetapi kejujuran dan pemaknaan tetap menjadi pusatnya. AI dapat menjadi mitra, namun manusia tetaplah pemilik makna.
Daftar Pustaka
Dewey, J. (1916). Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Macmillan.