Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bedah Novel Arus Balik (Pramoedya Ananta Toer)

22 April 2022   08:00 Diperbarui: 22 April 2022   17:01 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Berdirinya Malaka berarti hancurnya Majapahit dari sebelah utara. Mirsa Hisyam Syu'bah diangkat sebagai penasihat dan Syahbandar sekaligus. Kakaknya ini yang menganjurkan padanya untuk lebih bersekutu dengan pedagang-pedagang Islam, dan untuk itu harus sendiri masuk Islam. Kakeknya ini juga yang mengislamkannya, dan sejak itu Bhre Paramesywara mengubah namanya jadi Maulana Ishak, dan sebagai raja Islam bergelar Megat Iskandarsyah.

Ilustrasi di atas menggambarkan usaha bangsawan di Jawa untuk melepaskan diri dari kekuasaan kaisar Majapahit. Perang yang terjadi antara Wiranggaleng dan Rangga Iskak mengingatkan para pembaca tentang peristiwa Perang Paregreg. Selain itu, bandar-bandar di Jawa memiliki ikatan historis yang kuat dengan Malaka. Pengaruh pedagang-pedagang Islam juga membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan sosial di Majapahit.

Rangga Iskak menyadari betul bahaya yang dibawa oleh Sayid Habibulah Almasawa. Bahkan kedatangannya ke Tuban jauh lebih berbahaya daripada jatuhnya Malaka. Bahaya yang dimaksud adalah bahaya bagi kedudukannya sendiri sebagai Syahbandar Tuban.

 Musafir Demak sebagai "Kaki Tangan" Kerajaan

Dari mulut tokoh Kiai Benggala alias Sunan Rajeg alias Rangga Iskak, pembaca akan mendapat suatu kesan tentang musafir. Kiai benggala membutuhkan legitimasi untuk menguatkan posisinya di tengah para pengikutnya. Karena itu, ia berupaya memojokkan posisi Demak sebagai kerajaan Islam yang tidak murni, sebab yang murni hanya dirinya.

Ia mengatakan bahwa para musafir itu adalah "ratusan orang yang dikirimkan oleh Demak ke seluruh penjuru untuk bercerita sebaik dan seindah-indahnya tentang Demak, pembesar-pembesarnya, Majelis kerajaan dan anggota-anggotanya." Ada seorang musafir yang kehadirannya tidak diduga-duga. Sebagai seorang tokoh, perannya berhasil menghidupkan perhatian pembaca untuk bertahan hingga akhir cerita. Ia bernama Firman alias Pada.

 Tokoh ini muncul di awal cerita dengan nama Pada. Ia masih remaja dan menjadi penjaga asrama puteri yang digunakan oleh para peserta pesta tahunan yang berasal dari desa-desa pedalaman Tuban. Ia berjasa besar dalam menjaga relasi antara Wiranggaleng dengan Idayu dengan menjadi kurir di antara keduanya yang saat itu terpisah dalam asrama yang berbeda. Ia dihukum mati oleh Adipati Tuban, tetapi dibiarkan pergi oleh Wiranggaleng yang pada saat itu telah memimpin armada laut Tuban.

Pada kemudian pergi ke Demak dan menjadi seorang musafir. Ia ditugaskan untuk mengawasi pergerakan Sunan Rajeg. Ia mengganti namanya menjadi Muhammad Firman. Ia berdebat dengan Sunan Rajeg perihal asal-usul Sultan Demak yang bernama Sultan Al-Fatah. Sunan Rajeg mengatakan bahwa Sultan itu bukan keturunan raja jawa dan bukan Islam, sebab ia keturunan Tionghoa.

Firman inilah yang kemudian akan membunuh Sunan Rajeg yang melarikan diri dari serangan Wiranggaleng dan bersembunyi di Gowong. Firman mengetahui kelicikan Sunan Rajeg yang ingin menghabisi sisa-sisa pengikutnya dengan racun makanan. Setelah membunuh Sunan Rajeg, ia menyelamatkan isteri Wiranggaleng yaitu Idayu.

Firman juga menjadi penghubung cerita ketika ia menghadap ratu Aisah, ibu dari almarhum Adipati Unus. Ia membawa pesan Ratu Aisah kepada Wiranggaleng untuk memimpin armada laut yang telah dibangun oleh Unus. Firman harus pergi ke Jawa Barat dan bertemu dengan pujaan  hatinya di sana. Mereka pergi ke Sumatera dan menyerahkan amanat itu kepada Wiranggaleng yang telah berangkat dan memimpin pasukan kecil. Sebenarnya pasukan Wiranggaleng tidak bisa mengusir Portugis di Malaka. Pada alias Muhammad Firman ini merupakan tokoh yang banyak memberikan keterangan kepada Wiranggaleng perihal pergerakan pasukan Demak.

Wiranggaleng vs Almasawa

Kedua tokoh ini berada di bawah kekuasaan mutlak Adipati Tuban. Wiranggaleng terpaksa naik jabatan menjadi Senapati Tuban karena pendahulunya enggan bertindak melawan pemberontakan Sunan Rajeg. Hingga akhir cerita, pembaca akan menyadari bahwa sebenarnya Adipati Tuban itu tidak menentukan posisi yang pasti di hadapan tiga kekuatan besar: Warisan Kerajaan Hindu, serangan Demak, serta kekuatan Portugis.

Pada suatu hari, datanglah Tholib Sungkar Az-Zubaid alias Sayid Mahmud Al-Badawi alias Sayid Habibullah Almasawa ke bandar Tuban. Ia adalah seorang Moro yang telah menjadi antek-antek Portugis untuk menjatuhkan Malaka. Ia membujuk Adipati Tuban untuk mengangkatnya sebagai Syahbandar Tuban yang baru. Ia menguasai bahasa Portugis dan Spanyol. Ia meyakinkan Sang Adipati bahwa melalui dirinya, Tuban bisa bersekutu dengan Portugis dan Spanyol yang sudah menguasai Malaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun