Ayah mengambil tempat duduk di sampingku sambil menyeka peluh yang membasahi wajahnya.
"Masih banyak, Yah?" tanya ibu
"Tinggal sedikit lagi, Bu. Insya Allah besok selesai." Ayah mengambil rokok dan memasangnya, membiarkan lelahnya hilang bersama kepulan asap yang ia hembuskan.
"Gimana tadi sekolahnya, Nak?" tanya Ayah.
Ini memang kebiasaan ayah, selalu menanyakan bagaimana aku di sekolah, kendala apa yang aku hadapi atau sekedar menanyakan dapat nilai berapa PR yang aku kerjakan.
"Lancar, Yah. Oh iya, tadi Tika pinjam buku paket aku. Katanya orangtuanya belum bisa beliin." ujarku.
"Kayaknya mereka bakal gagal panen lagi, Yah," ucap Ibu sambil melirik sedikit di kebun sebelah milik om Sarton -ayah Tika.
Ibu dan om Sarton sebenarnya saudara kandung, entah bagaimana ceritanya hubungan mereka sudah tidak baik lagi bahkan sejak mereka baru beranjak dewasa. Itu cerita yang aku dengar dari tetangga.
"Belum rezeki mereka, bu," ucap ayah seolah menegur ibu agar tidak lupa diri atas kelebihan rezeki yang diberikan Allah untuk kami.
Sebenarnya kebun om Sarton luas dibandingkan dengan kami, mereka menanam jagung. Memang di sini mayoritas menanam jagung dibandingkan dengan cabai, terlebih kacang tanah seperti kami.
Bukan hanya om Sarton, banyak saudara ibu dan tetangga yang gagal panen musim ini.