Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar Lagi dari Relasi Jokowi dan PDI Perjuangan

15 Januari 2023   12:58 Diperbarui: 15 Januari 2023   13:20 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari nasional.kompas.com (POOL/DOK PDIP)

Belum lama ini beredar cuplikan video Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri yang mengomentari Presiden Jokowi pada pidato dalam rangka perayaan 50 tahun PDI-P. Cuplikan video tersebut cukup ramai diperbincangkan dan sukses menuai pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Dalam video tersebut Megawati mengungkapkan Presiden Jokowi berhasil dalam karir politiknya sejauh ini karena dukungan PDI-P. Kira-kira demikian versi sopannya. Kutipan aslinya bisa pembaca lihat dari potongan video tersebut ya. Tidak sulit dicari kok.

Tulisan ini bukan untuk mengupas peristiwa tersebut lebih jauh. Kita akan menjadikannya referensi untuk pembelajaran mengenai hubungan antara individu dan organisasi dalam konteks yang lebih luas.

Fenomena relasi antara Megawati (baca: Ketum PDI-P) dan Jokowi dalam organisasi politik dan kadernya bisa diterjemahkan bebas seperti relasi antara bos dan bawahan, ketua yayasan dengan petugas administrasi, direktur umum dan karyawan biasa, dan seterusnya, dalam organisasi yang lain.

Benarkah tanpa dukungan organisasi, individu tidak bisa memberikan kiprah yang baik? Atau sebaliknya apakah organisasi akan mencapai tujuannya tanpa kiprah individu-individu dalam organisasi tersebut? 

Ini pernyataan sekaligus pertanyaan reflektifnya. Sebenarnya tanpa perlu berpikir rumit-rumit, kita sudah bisa memberikan jawaban. Ya, kedua pernyataan tersebut benar dalam konteksnya masing-masing. Bahkan dalam skala tertentu individu dan organisasi begitu erat hubungannya, sehingga kita kadang susah membedakan personal dan organisasi yang ada di belakangnya.

Organisasi Menaungi Individu


Oke. Kita mulai dari yang pertama. Organisasi berada di atas individu, jadi sudah semestinya organisasi memberikan kesempatan aktualisasi diri kepada setiap individu di dalamnya. Tentu saja hal ini disesuaikan dengan budaya dan karakteristik organisasi.

Pada perusahaan perbankan, seorang petugas yang dipercayakan berkarya di bagian funding, misalnya, akan diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk menunjukkan kinerja menghimpun dana dari customer potensial. 

Biasanya mereka dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan seperti komunikasi bisnis, negosiasi, pemasaran dan lain-lain untuk menunjang tugasnya juga sekaligus meningkatkan kompetensinya sebagai individu.

Atau misalnya pada sebuah lembaga riset, setiap peneliti akan diberi akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk menemukan inovasi-inovasi yang dibutuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan sesuai disiplin ilmunya. 

Diharapkan hasil penelitian bisa dikembangkan dan diterapkan sedemikian rupa untuk kemajuan masyarakat dan peradaban. Peneliti diberi kesempatan mengikuti pendidikan lanjutan atau pelatihan-pelatihan teknis untuk meningkatkan kompetensinya dalam bingkai mencapai tujuan organisasi.

Pada ranah profesi, kepentingan organisasi harus selalu berada di atas kepentingan individu. Setiap individu itu unik, jadi pasti punya kepentingan dan keinginan masing-masing. Jadi agar tidak saling bertabrakan, kepentingan-kepentingan individu ini harus tunduk pada kepentingan organisasi. 

Kepentingan inilah yang kemudian tertuang ke dalam berbagai aturan: peraturan, kebijakan, SOP dan seterusnya, sekali lagi, sesuai dengan budaya dan karakter organisasi. Misalnya aturan kerja menggariskan jam 8.00 tepat semua karyawan sudah harus masuk kantor. Aturan ini akan mengikat semua karyawan, mau karyawan yang susah maupun rajin bangun pagi, yang masih single maupun yang sudah berkeluarga, semua harus masuk kantor paling lambat jam 8.00 tepat.

Kemudian mengenai selera berbusana, ada orang yang suka memakai busana casual, ada yang suka pakai baju warna-warni, ada yang suka warna polos tanpa motif dan lain-lain. Nah, selera individu ini harus tunduk pada aturan mengenai seragam kerja di kantor, jika ada.

Malah sejumlah organisasi atau perusahaan juga bisa mengintervensi lebih jauh kehidupan pribadi orang-orang di dalam organisasi. Ini biasanya tertuang dalam kode etik, yang mengatur tindak tanduk individu di tengah-tengah masyarakat, mengatur standar moral sampai unggahan media sosial yang bersangkutan. Dan ini harus dipatuhi sejauh individu masih berada dalam naungan organisasi. Bagaimanapun juga, individu biasanya tetap dianggap menjadi representasi organisasi, sekalipun dalam kehidupan sehari-hari di luar ruang lingkup organisasi yang menaunginya.

Nah, budaya, karakter dan peran organisasi ini akan ikut membentuk kepribadian individu yang bersangkutan disadari atau tidak: kinerja profesional, nilai-nilai, bahkan cara mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang dihadapinya.

Kinerja Individu Membentuk Organisasi

Baik, sekarang kita melangkah ke pernyataan kedua. Setiap individu menentukan arah dan gerak organisasi. Ini juga sebuah kebenaran. Oke, kepentingan individu harus tunduk pada kepentingan organisasi. Tapi bukankah organisasi itu sendiri dibentuk dari individu-individu? Misi, visi, nilai, arah strategis sampai hal-hal teknis seperti SOP dan instruksi kerja adalah hasil desain dari kolaborasi individu-individu dalam organisasi.

Dalam hal ini setiap individu punya kontribusi entah itu besar atau kecil dalam organisasi. Tapi sekecil apapun kontribusi individu, selalu punya nilai dalam menentukan keberhasilan organisasi tersebut. 

Ambil contoh peran tenaga cleaning service pada sebuah lingkungan kantor. Di level manajemen memang mereka berada pada tingkat paling bawah. Tapi bayangkan jika misalnya, cleaning service tidak masuk satu atau dua hari berturut-turut sehingga karyawan yang lain harus membersihkan tempat kerja. 

Konsekuensinya pasti ada pekerjaan administrasi yang tertunda atau terhambat. Atau bisa juga karyawan-karyawan yang lain cuek saja, tidak perlu bersih-bersih. Tapi akibatnya, lingkungan kerja menjadi tidak bersih dan berantakan sehingga memengaruhi kenyamanan karyawan dalam bekerja. Yang manapun pilihannya, keduanya bisa mengganggu kinerja organisasi.

Jadi organisasi tetap tidak bisa bergerak maju tanpa peranan individu-individu dalam organisasi tersebut. Ini membuat setiap organisasi harus memberi perhatian terhadap individu meliputi hal-hal yang mendukung kinerja individu dalam mencapai tujuan organisasi, termasuk kebutuhan dan kesejahteraan individu.

Dari sudut pandang bisnis, misalnya, karyawan bisa dikatakan sebagai intangible asset dalam perusahaan. Kita tidak bisa melihatnya nilainya secara langsung dalam neraca perusahaan. Tapi loyalitas dan kontribusi setiap karyawan dapat menjadi daya ungkit yang pada akhirnya mendatangkan pelanggan, meningkatkan omset dan kinerja lainnya, sehingga memberi dampak positif pada neraca perusahaan.

Kinerja individu baik secara perorangan maupun secara kolektif akan ikut menentukan kinerja organisasi. Mustahil menggerakan organisasi tanpa terlebih dahulu menggerakkan setiap orang yang terlibat dalam organisasi tersebut.

Nah, setelah melihat insight relasi individu dan organisasi ini, mari kita kembali ke contoh kasus di awal tulisan. Kalau Ketua Umum PDI-P mengatakan tanpa PDI-P Jokowi tidak bisa seperti sekarang ini, ya harus kita akui itu benar adanya. Jokowi adalah kader PDI-P yang didampingi sejak jadi Walikota Solo, Gubernur DKI sampai Presiden RI. PDI-P adalah partai yang mengusung dan katakanlah menjadi kendaraan yang sukses mengantarnya menjalani karir politik seperti sekarang ini.

Dalam politik, PDI-P menjadi rumah bagi Jokowi dan kader-kader PDI-P yang lain. Setiap parpol punya budaya, prinsip dan ideologi politik masing-masing. Jadi mungkin saja ceritanya akan lain, jika Jokowi sejak awal diusung oleh parpol yang lain. Kita tidak pernah tahu.

Tapi di sisi lain, PDI-P juga tidak bisa menafikan begitu saja kinerja Jokowi sebagai individu, seperti juga kinerja kader-kader lain yang ikut membentuk branding PDI-P seperti hari ini. 

Selain dukungan partai, kualitas-kualitas yang sifatnya personal juga memiliki peran penting untuk menentukan kiprah politik seseorang seperti rekam jejak, integritas, elektablitas dan seterusnya. Sejarah sudah membuktikan hal tersebut. Figur ketua umum parpol yang disodorkan jadi capres sekalipun tidak jadi jaminan untuk memenangkan hati rakyat.

Kesimpulannya, dalam konteks tertentu organisasi dan individu bisa memiliki relasi yang begitu erat. Kalaupun harus diperbandingkan, mestinya dinilai secara proporsional di tempatnya masing-masing. Jadi kurang bijaksana rasanya jika meninggikan yang satu dengan cara merendahkan yang lain.

Salam akhir pekan (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun