Ia kembali menyalakan sebatang rokok. Padahal itu rokok terakhir yang dimilikinya. Ia ingin minum jahe, tapi seperti biasa ia takut rugi karena banyak berhutang pada tengkulak jahe, ia menahan diri dalam situasi seperti saat ini. Tatapannya penuh harap, hal yang sering menjadikannya cemas, hingga malam menjadi begitu panjang.
        "Ini bukan soal kerinduan. Ini soal masa depan," tatap perempuan itu makin tajam. "Kau memang sudah lama berjuang sendirian, bahkan aku meninggalkanmu ketika kau benar-benar memerlukanku. Aku memiliki keyakinan, ketika suatu saat aku pulang, kita bisa menata semua kembali. Bukankah kita memiliki waktu selamanya untuk berjuang dalam hidup ini ?"
        Kemudian pemuda itu menangis untuk pertama kalinya di depan perempuan itu dan untuk terakhir kalinya ia memohon pada perempuan itu."Jangan pergi lagi tanpa pesan. Aku merindukanmu, semua tentangmu, bahkan ketika aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tetap merindukanmu,"
        Bila akhirnya bertemu, mereka kembali pada langkah yang dinantikan. Sebuah angkringan yang penuh dengan rak buku, temu yang seru, hingga nantinya menjadi pemantik rindu dan kritisnya berpikir soal waktu.