Mohon tunggu...
Penta Sakti
Penta Sakti Mohon Tunggu... Lainnya - Jiwa dan Pusaka

Sarjana psikologi yang percaya Nusantara negeri kramat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suryomentaram: Dari Niat Bunuh Diri hingga 10 Langkahnya menuju Bahagia

18 Oktober 2021   16:00 Diperbarui: 18 Oktober 2021   18:04 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : aktual.com

Pada rentang waktu 1892-1962 hiduplah seorang bangsawan Kraton Yogyakarta yang pada awal kehidupannya mengalamai krisis identitas begitu hebat. Kondisi yang membuatnya frustasi dan nyaris bunuh diri.  Priayi ini mengalami kegalauan luar biasa, mempertanyakan habis-habisan tengang jati dirinya, tidak pernah puas dengan dirinya, bahkan mengatakan “Aku tidak pernah bertemu manusia”.  

Namun, siapa sangka kondisi seperti inilah yang kemudian melahirkan "Sang Plato Tanah Jawa". Di kemudian hari uraiannya diyakini banyak orang berhasil menjelaskan tentang jiwa manusia dan mengajarkan ilmu kebahagiaan atau begja. Pemikiran beliau adalah warisan indigenous laiknya harta karun terpendam dalam timbunan peradaban Nusantara yang masih sangat "sexy" untuk digali.

Sang Pangeran terlahir dengan nama Kudiarmaji. Potret kejumudan dirinya terlihat dari gambarannya tentang isi istana. Dia mengatakan bahwa “yang ada di isatana hanyalah yang disembah dan yang menyembah”, “yang diperintah dan yang memerintah”. Sebuah relasi kemanusiaan yang menurutnya begitu rendah dan tidak hakiki. 

Menginjak usia 18 tahun ia dinobatkan sebagai pangeran dengan gelar Bendoro Pangarena Haryo (BPH) Suryomentaram. Tuhan kadung memberinya anugerah garis kehidupan luar biasa yang tidak mampu ia tolak. Tanpa meminta ia terlahir sebagai buah cinta Sri Sultan Hamengkubuwono VII dengan Bendoro Raden Ayu (BRA) Retnomandoyo putri Patih Danurejo VI. 

Ayahnya seorang sultan dan ibunya seorang putri pepatih dalem atau jabatan setingkat perdana mentri di Karton Yogyakarta. Memiliki latar belakang keluarga seperti ini jelas posisi luar biasa terpandang dalam struktur sosial masyarakat di belahan bumi manapun.

Posisi sosial yang begitu prestige nyatanya tidak sejalan dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan Kudiarmaji. Kegalauan dan pertanyaan-pertanyaan tentang hidup selalu menghantui dirinya. 

Kondisi yang demikain ditambah dinamika politik kraton juga istri pertamanya yang meninggal sempat membuat Suryometaram muda melakukan percobaan bunuh diri dengan sengaja melompat ke sungai.

Seiring berjalannya waktu ia terus mencari jawaban atas kegalauannya. Belajar dari satu pemuka agama ke pemuka agama lain, dari satu guru ke guru lain. Berbagai aliran kebatinan ia jejali bermacam ritual dan olah batin ia tekuni. Pun gemar sekali bertapa di tempat-tempat kramat, namun semua proses itu belum membuahkan hasil. 

Kondisi penuh tanda tanya seperti ini menyebabkan Sang Pangeran menjadi nyeleneh. Harta yang dimilikinya tiba-tiba dikuras untuk dibagikan kepada orang-orang. Mobil mewahnya diberikan cuma-cuma kepada supir. Kuda-kuda istana pilihan miliknya dihadiahkan untuk pekathiknya (red : juru piara kuda). Tak cukup sampai disitu, Sang Pangeran juga sempat meninggalkan istana minggat ke Cilacap menjadi penggali sumur, bertani, dan berdagang bak rakyat biasa. 

Kondisi ini menyebabkan ayahnya harus memutar otak untuk berulang kali membujuknya kembali ke kraton karena tindakan ini jelas tak mungkin dibiarkan dan mencoreng nama baik.

Melepaskan Gelar Kebangsawanan

Kepada Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan pemerintah Hindia Belanda, Suryomentaram sampai memohon-mohon agar gelar kebagsawanan yang ia terima ditanggalkan. Permohonan ini baru dikabulkan ketika saudaranya naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Setelah peristiwa ini Suryomentaram benar-benar pensiun dari kraton dan tinggal di Salatiga.

Pada tahun 1925 Suryomentaram menikah. Gayanya yang eksentrik dengan kaos oblong, celanan pendek, dan mengenakan kain batik parang yang dikalungkan di leher tak ayal membuat warga sekitar menganggapnya dukun “Ki Gede Beringin”. 

Sebenarnya bukan tanpa alasan, orang-orang disekitar Suryomentaram juga kerap menjadikannya tempat untuk mengadu dan bertanya macam-macam persoalan hidup, bahkan ada pula yang memita berkah kepadanya.  

Pencerahan dan Jalan Menuju Kebahagiaan

Perjalanan hidup dan gejolak yang Suryomentaram alami pada akhirnya menghantarkannya pada kondisi dimana suatu malam ia membangunkan istrinya  dan berkata :

“Bu sudah aku temukan yang aku cari. Aku tidak bisa mati. Ternyata yang merasa belum pernah bertemu dengan manusia, yang merasa kecewa dan tidak puas ya itulah manusia, wujudnya Si Suryamentaram ini. Diperintah kecewa, dimarahi kecewa, disembah kecewa, dimintai berkah kecewa, dianggap dukun kecewa, dianggap gila kecewa, jadi pangeran kecewa, jadi pedagang kecewa, jadi petani kecewa, ya itulah orang bernama Suryomentaram, lalu mau apa lagi? Sekarang tinggal dilihat, diawasii dan dijajaki”

Kalimat terakhir dari Suryomentaram kepada istrinya dalam bahasa aslinya Jawa berbunyi “Saiki mung kari disawang, diweruhi, lan dijajaki” inilah yang pada level kesadaran selanjutnya dijadikannya dasar dalam mentransformasikan pengalaman hidup menjadi kawruh atau pengetahuan tentang jiwa untuk menggapai begja atau kebahagiaan.

Ajaran Suryomentaram membicarakan tentang jiwa manusia. Orang-orang yang mengusung ajarannya dikemudian hari menyebut ajaran tersebut Kawruh Jiwa. Dari berbagai ulasannya mengenai jiwa beliau pernah merumuskan secara sederhana jalan menju kebahagiaan. 

Ki Grangsang putra Ki Ageng Suryomentaram sebagaimana dikutip dari Psikologi Raos Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram karya Ryan Sugiarto (2015) menuliskan bahwa Ki Ageng pernah menyampaikan pidato di hadapan audien dari Belanda berjudul “De Inwijding Tot Het Euwigdurende” atau dalam Bahasa Jawa “Kawruh Kang Marakke Begja” yang memuat rumusan tentang 10 langkah untuk sampai pada Ilmu Bahagia, berikut ulasan atas 10 langah tersebut :

10 Langkah Hidup Bahagia ala Suryomentaram

Pertama, Pemahaman Suryomentaram bahwa di antara bumi dan langit tidak ada barang yang pantas dicari dan sebaliknya tidak ada yang pantas dihindari mati-matian. 

Sebab barang yang dicari secara mati-matian tersebut tidak akan menyebabkan bahagia selamanya. Begitu pula dengan barang yang dihindari mati – matian pun juga tidak menyebabkan celaka selamanya.

Kedua, manusia adalah karep yang dalam konteks ini dapat diartikan sebagai keinginan, harapan, dorongan yang pada kenyataanya mati-matian untuk dicari atau dihindari. 

Sebab manusia punya pemikiran jika karep, keinginan, harapan itu bisa dicapai pasti merasa bahagia, senang selamanya, dan begitu pula jika sebaliknya maka akan celaka selamannya. 

Pemikiran demikian menurut Suryomentaram kurang tepat. Sudah banyak keinginan terlaksana, tidak menyebabkan senang apa-apa dan begitu pula sebaliknya tidak celaka selamanya.

Ketiga, bunggah dan susah adalah rasa hidup. Kedau istilah itu bisa disebut juga dengan istilah lain : prihatin-seneng, rekasa-kepenak, kebeneran-ora kebeneran. Bunggah dan susah ada dalam setiap hidup manusia, dan sifatnya bolak-balik, keduanya abadi atau ajeg. Bunggah adalah hasil dari keinginan yang tercapai. Susah adalah hasil dari keinginan yang tidak tercapai.

Sifat dari keinginana atau karep adalah mulur-mungkret. Mulur artinya bertambah sedangkan mungkret artinya menyusut. 

Setiap keinginan yang terlaksana akan diikuti dengan perasaan senang, namun keinginan tidak akan berhenti begitu saja, pencapaian akan keinginan akan memunculkan keinginan baru dan begitulah seterusnya. 

Hal itu akan terus menerus bertambah sampai ada keinginan yang tidak terlaksana, maka raos atau yang dirasakan kemudian berubah menjadi susah dan keinginanya akan mungkert (menyusut). Jadi hidup seseorang itu bergerak dinamis antara senang-susah-senang-susah yang terus mulur dan mungkret.

Keempat, memahami dimana letak dari keinginan, keinginan orang hidup itu mencari semat, derajat, dan kramat. Semat adalah kekayaan material. Derajad adalah keduduakan atau posisi sosial dalam masyarakat. Kramat adalah mencari kemampuan atau keunggulan yang lebih dari orang lain.

Kelima, karep adalah sumber hidup yang terdalam pada diri manusia. 

Sifatnya adalah sebagaimana yang telah disebutkan : mulur dan mungkret, yang melahirkan rasa senang dan susah yang menjadi dasar hidup manusia. Jika dimasukkan dalam konteks pengalaman individu satu dengan lainnya, maka didapati raos sami (perasaan yang sejatinya sama). 

Orang kaya sama dengan orang miskin, raja sama dengan kuli dalam artian sama dalam merasakan rasa hidupnya yaitu senang dan susah. Ukuran dan waktu merasakan senang dan susah bisa jadi sama, tetapi barang-barang atau wahana pemuasnya lah yang berbeda.

Keenam, jika memahami dan merasakan setiap orang adalah sama yaitu terkadang senang dan terkadang susah orang akan keluar dari raos meri (iri) dan pambegan (sombong). Meri (iri) adalah rasa kurang dibanding dengan orang lain sedangkan pambegan (sombong) adalah perasaan unggul dibandingkan dengan orang lain.

Iri dan sombong adalah watak manusia yang menyebabkan rasa mebeda-bedakan, lawan dari raos sami. Kondisi ini menyebakan manusia memiliki gambaran atau pemahaman yang salah terhadap barang-barang kebendaan atau kejadian-kejadian di lingkungannya. Yang paling celaka adalah dengan penilaian yang salah tersebut orang bisa bertindak diluar nalar, atau bisa berpikiran bahwa hidup itu seperti neraka.

Maka jika seseorang mengetahui dan menumbuhkan raos sami pada diri, mereka akan keluar dari neraka iri-sombong dan menjadi manusia yang tentram, damai dan mudah untuk menggapai syukur atas hidupnya.

Ketujuh, Karep (keinginan) itu bersifat tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, tidak terbentuk dari unsur, oleh karena itulah karep disebut barang asal yang menggerakkan hidup. 

Sifat dari karep adalah bertambah dan menyusut yang menyebabkan perasaan senang dan susah, itulah rasa hidup. Bahkan menurut Suryomentaram ketika masih bayi seseorang sudah memiliki karep, tandanya adalah mencari susu ibu. Dalam pandangannya juga karep tidak pernah mati, ketika orang meninggal karep pun tetap langgeng.

Kedelapan, untuk mengetahui dan mengakui bahwa sifat karep adalah langgeng diri harus keluar dari neraka getun dan sumelang. Getun (kecewa) adalah rasa susah karena kejadian yang sudah terjadi, sedangkan sumelang (khawatir) adalah rasa tidak enak akan sesuatu yang belum terjadi. Getun dan sumelang menyebabkan orang mudah tergesa-gesa (kemrungsung) dan putus asa (semplah) yang juga dapat menyebabkan seseorang bertindak macam-macam tanpa nalar atau tanpa harapan.

Memahami bahwa seseorang tidak bisa lebih bahagia atau lebih celaka akan melepaskan orang dari belenggu kecewa dan khawatir. Orang yang kekarepannya (keinginannya) sudah bebas dari kekecewaan dan kekhawatiran tidak akan gundah dalam hatinya, karena telah mengerti dengan benar bahwa karep sifatnya langgeng. Jika sudah demikian, maka diri keluar menjadi pribadi tatag. Tatag dapat berarti berani, tidak takut, dan kuat menghadapi apapun.

Kesembilan, jika orang sudah memahami bahwa sifat karep adalah langgeng, maka dalam hidup ini isinya adalah susah-senang dan dalam hidupnya ini tidak ada yang ditakuti, namun juga tidak ada yang pantas untuk diinginkan (secara berlebih-lebihan).

Pokok yang ditakuti manusia adalah merasa susah, orang tidak berani melakukan sesuatu yang menyebabkan dirinya mendapati perasaan susah, namun tidak ada susah yang tidak bisa dijalani manusia. Sebaliknya pokok yang paling dicari manusia adalah senang, namun di dunia ini nyatanya tidak ada senang yang abadi. 

Agaknya butuh kehati-hatian dalam memahami poin kesembilan ini. Dalam konteks ini yang disebut keinginan, lebih kepada keinginan yang merupakan manifestasi dari sifat serakah atau bahkan tamak diluar dari apa yang memang benar-benar menjadi kebutuhan berdasarkan kemampuan seseorang tersebut.

Jika karep yang model seperti ini dikejar mati-matian hingga menyebabkan kita yang dikendalaikan oleh kekarepan bukan kita yang mengendalikan kekarepan, maka tak heran perilaku koruptif, manipulatif, dan menghalalkan segala cara dengan merampas hak orang lain menjadi seolah perilaku yang wajar. Sungguh ironi.

Kesepuluh, jika seseorang sudah mampu memahami langkah sebelumnya hendaknya ia mampu mengajak dialog dengan karepnya sendiri : “Hai Karep, apa kamu sudah mengetahui kalau kamu bakal terlaksana?” jawabanya pasti “Belum mengerti”

Dialog lalu dilanjutkan dengan : “Aku telah memahamimu kamu akan merasa senang jika kamu tercapai, tetapi kamu lantas mulur (mengembang). Jika tidak tercapai, kamu akan merasa susah, dan kamu lalu mungkret (menyusut). Sekarang terserah, tidak ada yang perlu Aku takuti atasmu”.

Seseorang yang mampu berdiskusi dengan karep dan menyadari bahwa sifat karep ini tidak mampu diubah karena memang begitulah konsekuensi atas karep : bunggah-susah, meri-pambegan, getun-sumleang maka, ia akan mengambil jarak atau memisahkan diri dari karepnya sendiri. Ia memberikan pernyataan kepada si karep : “Berlakulah semaumu, itu tidak mempengaruhiku. Keadaan apa pun bisa mempengaruhimu, tapi tidak dengan Aku”. 

Kesadaran pada level ini menyebabkan diri memaikan peran sebagai Aku yang berdaulat atas karep. Sedangkan bagi Suryometaram watak Aku adalah senang dan cinta kasih, Aku mengasihi karep, karep dianggap lucu, menjadi tontonan dan mainan yang abadi karena sudah mampu diidentifikasi, diawasi, dan dikendalikan.

Seseorang yang telah memiliki kesadarah bahwa Aku paham, Aku mengawasi, dan Aku berdaulat atas karep menghantarkan pada raos begja atau tumbuhnya perasaan bahagiaan dimana saja, kapan saja, dan bagaimanapun keadaan orang itu. Kini karep tidak mampu lagi mengombang-ambingkan Aku. Kendali sepenuhnya berada pada Aku. 

Dengan cara seperti inilah kurang lebih begja atau kebahagaiaan versi Suryomemtaram diraih. Seculi mutiara dari begitu dalamnya samudra pemikiran beliau. Tabik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun