Mohon tunggu...
Penta Sakti
Penta Sakti Mohon Tunggu... Lainnya - Jiwa dan Pusaka

Sarjana psikologi yang percaya Nusantara negeri kramat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suryomentaram: Dari Niat Bunuh Diri hingga 10 Langkahnya menuju Bahagia

18 Oktober 2021   16:00 Diperbarui: 18 Oktober 2021   18:04 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : aktual.com

Agaknya butuh kehati-hatian dalam memahami poin kesembilan ini. Dalam konteks ini yang disebut keinginan, lebih kepada keinginan yang merupakan manifestasi dari sifat serakah atau bahkan tamak diluar dari apa yang memang benar-benar menjadi kebutuhan berdasarkan kemampuan seseorang tersebut.

Jika karep yang model seperti ini dikejar mati-matian hingga menyebabkan kita yang dikendalaikan oleh kekarepan bukan kita yang mengendalikan kekarepan, maka tak heran perilaku koruptif, manipulatif, dan menghalalkan segala cara dengan merampas hak orang lain menjadi seolah perilaku yang wajar. Sungguh ironi.

Kesepuluh, jika seseorang sudah mampu memahami langkah sebelumnya hendaknya ia mampu mengajak dialog dengan karepnya sendiri : “Hai Karep, apa kamu sudah mengetahui kalau kamu bakal terlaksana?” jawabanya pasti “Belum mengerti”

Dialog lalu dilanjutkan dengan : “Aku telah memahamimu kamu akan merasa senang jika kamu tercapai, tetapi kamu lantas mulur (mengembang). Jika tidak tercapai, kamu akan merasa susah, dan kamu lalu mungkret (menyusut). Sekarang terserah, tidak ada yang perlu Aku takuti atasmu”.

Seseorang yang mampu berdiskusi dengan karep dan menyadari bahwa sifat karep ini tidak mampu diubah karena memang begitulah konsekuensi atas karep : bunggah-susah, meri-pambegan, getun-sumleang maka, ia akan mengambil jarak atau memisahkan diri dari karepnya sendiri. Ia memberikan pernyataan kepada si karep : “Berlakulah semaumu, itu tidak mempengaruhiku. Keadaan apa pun bisa mempengaruhimu, tapi tidak dengan Aku”. 

Kesadaran pada level ini menyebabkan diri memaikan peran sebagai Aku yang berdaulat atas karep. Sedangkan bagi Suryometaram watak Aku adalah senang dan cinta kasih, Aku mengasihi karep, karep dianggap lucu, menjadi tontonan dan mainan yang abadi karena sudah mampu diidentifikasi, diawasi, dan dikendalikan.

Seseorang yang telah memiliki kesadarah bahwa Aku paham, Aku mengawasi, dan Aku berdaulat atas karep menghantarkan pada raos begja atau tumbuhnya perasaan bahagiaan dimana saja, kapan saja, dan bagaimanapun keadaan orang itu. Kini karep tidak mampu lagi mengombang-ambingkan Aku. Kendali sepenuhnya berada pada Aku. 

Dengan cara seperti inilah kurang lebih begja atau kebahagaiaan versi Suryomemtaram diraih. Seculi mutiara dari begitu dalamnya samudra pemikiran beliau. Tabik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun