Jarum jam berderak mengibar kabar
Sekelompok kurcaci mencuci muka
Menyiap dorongan penyambung nyawa
Berharap aisan mendapat lebihan sekedar arisan
Disana dibawah pohon beringin
Pagi buta
Kami hanya pasrah saat di arakÂ
Katanya agar semakin cantik pemandangan
Kami merusak citra, apa daya
Dulu kami tidak memakan bangku
Sekarang hidup diatas empedu
Lalu
Jejak sesal tak ada guna
Duduk saat itu ditempat biasa
Memang tidak seperti mereka berada
Hanya saja kami bertaruh untuk melanjut cerita
Dalang bercerita lakon Duryudana
Dibawah harap rasa enggan menyiksa
Benar saja
Menjadi asing dinegeri tercinta sesak dada
Kami mengadu pada langit biru
Kami meronta pada srigala
Kami berteriak pada secarikÂ
Kami bertahanÂ
Kami diam
Kami mati
Tidak
Dan kami menolak
Ciremai menawarkan pesona
Langit dan bumi bepongah
Burung pipit berlarian
Ringkik kuda memanggul beban
Diatas tikar merah sepatu berjejer
Jemari melengkung bergoyang kanan kiri
Menelantar keringat kian pahitÂ
Warnanya menghitam
Kami hanya hidup dari sepotong roti
Mendorong harapan diantara barisan
Saat pulang tangis kecil menyambut penuh harap
Aku termenung menjawab hanya kepalaku menggeleng
Aku cuci muka
Mereka cuci tangan
Aku mengerat tangan
Mereka angkat tangan
Buah tangan lenyap tanpa asap
Apa daya menelan ludahÂ
Kini sungai pinggir rumah airnya hitam
Pikiranku diseret arus tanpa kendali
Setengah hilang akal aku bertasbih
Lantunan adzan iqamah tak mampu membantu
Aku hilang harap
Disebelahku meja persegi menari fantasi
Aku mulai tak menahan diri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI