Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Yerusalem Memanas : Eskalasi Israel dan Arah Krisis Timur Tengah

19 September 2025   19:15 Diperbarui: 19 September 2025   19:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemimpin Muslim berfoto bersama usai KTT Liga Arab di Doha Qatar. Sumber : Pers Kepresidenan Turki via lemonde.fr.

Yerusalem Memanas : Eskalasi Israel dan Arah Krisis Timur Tengah

Perang antara Israel dan Hamas, yang telah berlangsung lebih dari dua tahun sejak pecahnya kekerasan besar pada 7 Oktober 2023 lalu di Israel selatan, telah berkembang melampaui batas-batas tradisional wilayah konflik. Eskalasi terbaru berupa serangan udara Israel ke Qatar pada 9 September 2025 - menargetkan para pemimpin senior Hamas yang tengah berada di Doha untuk perundingan damai - menunjukkan Israel kini siap menindak musuh-musuhnya bahkan di wilayah negara sekutu Amerika Serikat.

Tindakan ini bukan hanya mencerminkan strategi militer yang agresif dan ofensif, tetapi juga membawa potensi konfrontasi yang jauh lebih luas di Timur Tengah. Dengan Qatar sebagai negara ke-6 yang menjadi sasaran serangan Israel dalam kampanye terhadap Hamas (setelah Gaza, Lebanon, Syria, Yaman, dan Iran), perhatian dunia kini tertuju pada satu kekuatan regional besar yang selama ini relatif dihindari oleh Israel, yaitu Turki.

Serangan ke Qatar : Titik Balik Strategis

Qatar telah lama dikenal sebagai negara yang menampung tokoh-tokoh Hamas yang diasingkan, sekaligus memainkan peran penting sebagai mediator dalam konflik Israel-Arab Palestina. Namun, status Qatar sebagai Sekutu Non-NATO Utama (MNNA) Amerika Serikat serta tuan rumah bagi pangkalan militer terbesar AS di kawasan, Pangkalan Udara Al Udeid, tidak cukup untuk menghalangi Israel melancarkan serangan presisi ke jantung Doha.

Langkah ini diambil hanya beberapa hari setelah Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel, Eyal Zamir, menyatakan secara terbuka Israel akan memburu para pemimpin Hamas di luar negeri. Ini menunjukkan Israel tak hanya menargetkan infrastruktur militer Hamas di Gaza atau Lebanon, tetapi juga mencoba memutus jaringan globalnya yang diasuh dan didukung oleh negara-negara lain.

Serangan ke Qatar menjadi pertaruhan besar dalam tatanan diplomasi kawasan. Ia menantang status-quo hubungan antar sekutu AS, mempermalukan peran Qatar sebagai mediator, dan sekaligus mengirimkan pesan tajam ke negara-negara lain yang melindungi atau memfasilitasi Hamas - termasuk Turki.

Turki dalam Pusaran : Target Berikutnya?

Turki, sebagai anggota NATO selama tujuh dekade dan satu dari sedikit negara mayoritas Muslim yang mengakui Israel, selama dua puluh tahun terakhir menjaga hubungan yang "dingin tapi terkendali" dengan Tel Aviv. Namun, fakta Ankara telah menjadi tempat berlindung bagi sejumlah tokoh Hamas - bahkan memberikan dukungan ideologis dan logistik - menjadikannya bagian tak terhindarkan dalam strategi Israel yang kini lebih ekspansif.

Presiden Recep Tayyip Erdoan tidak tinggal diam. Dalam KTT Liga Arab yang digelar di Doha pasca serangan Israel, Erdogan secara terbuka menyebut Yerusalem Timur sebagai milik dunia Islam dan menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai "Hitler masa kini". Pernyataan ini tidak hanya memperuncing ketegangan verbal, tetapi juga menyalakan kembali api ideologis lama antara dunia Arab-Islam dan nasionalisme Yahudi.

Netanyahu membalas dengan menyebut Yerusalem sebagai milik abadi bangsa Yahudi, dan menyerang balik Turki dengan membuka luka lama tentang genosida Armenia dan penindasan terhadap non-Muslim selama era Kesultanan Utsmaniyah. Ini memperlihatkan pertarungan tidak lagi bersifat militer semata, tetapi sudah menyentuh dimensi historis, ideologis, bahkan religius yang sangat dalam.

Pergulatan Identitas : Yerusalem dan Klaim Historis

Pada titik ini, krisis Timur Tengah kembali ke akar sejarah yang paling tua : perebutan narasi tentang siapa yang paling berhak atas Yerusalem. Dalam pandangan nasionalis Israel, tanah eks-Kanaan seperti yang disebut dalam Alkitab merupakan milik sah bangsa Yahudi. Ini diperkuat oleh dokumen-dokumen sejarah dari masa Romawi, Yunani, hingga Utsmaniyah, menurut mereka, yang menampilkan konsistensi eksistensi Yahudi di wilayah itu.

Sementara itu, dunia Islam melihat Yerusalem, khususnya bagian timur, sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan Islam dan Arab-Palestina. Erdogan, dengan gaya retorisnya yang keras dan populis, mencoba menghidupkan semangat pan-Islamisme di tengah fragmentasi dunia Arab.

Pernyataan-pernyataan pemimpin Israel maupun Turki tidak sekadar mewakili pandangan politik sesaat, tetapi mencerminkan perang naratif yang sudah berlangsung selama ratusan bahkan tahun 800 masehi pasca Muhammad dimana Islam mulai melebarkan sayapnya hingga ke Yerusalem.

Mossad, NATO, dan Operasi Diam-Diam

Jika benar Israel berniat menyerang atau mengintervensi Turki secara langsung, maka hal ini bisa menjadi titik krusial dalam hubungan Israel-NATO. Mossad, sebagai badan intelijen luar negeri Israel, diyakini memainkan peran penting dalam mendestabilisasi pihak-pihak yang dianggap musuh, termasuk upaya mencungkil pengaruh Erdoan di dalam negeri Turki.

Spekulasi muncul Israel mungkin tidak akan langsung menyerang Turki secara terbuka, melainkan melakukan serangan presisi terbatas atau operasi rahasia untuk menghabisi tokoh-tokoh Hamas yang bermarkas di sana. Ini dilakukan sembari menunggu momentum politik yang tepat - khususnya ketidakstabilan internal Turki akibat kepemimpinan Erdoan yang semakin otoriter dan digoyang oleh oposisi domestik.

Bagi Israel, keberadaan sistem pertahanan baru seperti Iron Beam yang melengkapi Iron Dome menjadi aset strategis. Sistem ini memungkinkan mereka menangkis ancaman serangan balik sambil tetap melakukan serangan udara presisi yang minim risiko terhadap pasukan sendiri.

Reaksi Dunia Muslim : Unity dalam Krisis?

Ironisnya, agresi Israel terhadap Qatar justru memicu solidaritas regional yang sebelumnya tampak melemah. KTT Liga Arab yang digelar mendadak di Doha memperlihatkan unjuk kekuatan diplomatik dari negara-negara besar seperti Arab Saudi, Mesir, dan tentu saja Qatar. Kendati perbedaan politik dan rivalitas antar negara Teluk seringkali memecah belah Liga Arab, namun dalam isu Arab-Palestina, tampaknya masih ada titik temu.

Namun, perlu dicatat solidaritas ini bersifat simbolik dan belum tentu berujung pada aksi nyata. Sebagian negara masih sangat bergantung pada bantuan militer atau ekonomi dari Amerika Serikat, dan tidak ingin terseret langsung dalam konflik bersenjata terbuka dengan Israel, yang merupakan sekutu dekat Washington.

Superpower Regional : Israel vs Turki?

Di balik ketegangan ini tersimpan pertanyaan strategis yang lebih besar: Siapa sebenarnya yang akan muncul sebagai kekuatan regional dominan di Timur Tengah?

Israel, dengan teknologi militer mutakhir, kekuatan intelijen kelas dunia, serta dukungan diplomatik dari AS dan sejumlah negara Eropa, tentu punya modal kuat untuk menyatakan dirinya sebagai superpower kawasan.

Namun, Turki bukan lawan sembarangan. Dengan kekuatan udara, industri pertahanan lokal yang tumbuh pesat, serta posisi geopolitik yang strategis sebagai jembatan antara Eropa dan Asia, Turki memiliki kapasitas untuk menahan dominasi Israel - terlebih jika didukung oleh sentimen umat Islam yang luas.

Konfrontasi terbuka antara Israel dan Turki mungkin belum akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi eskalasi kata-kata dan operasi intelijen yang intens bisa menjadi pemantik api besar berikutnya di kawasan yang sudah sangat mudah terbakar ini.

Serangan Israel ke Qatar adalah sinyal keras permainan sudah berubah. Strategi "batas aman" yang selama ini dianut oleh banyak negara kini menjadi ilusi. Bagi Israel, Hamas harus dibasmi di mana pun ia berada, bahkan jika itu berarti melanggar wilayah sekutu Amerika.

Di sisi lain, Turki tampaknya akan menjadi medan berikutnya dalam perang bayangan yang kini telah menyebar ke seluruh Timur Tengah. Baik dari sisi militer, diplomatik, maupun ideologis, konfrontasi Israel-Turki tidak bisa dianggap remeh. Ia bukan hanya soal Hamas, tetapi tentang klaim identitas, sejarah, dan masa depan politik kawasan.

Dan dalam konflik seperti ini, yang dipertaruhkan bukan hanya nasib dua negara - tetapi stabilitas seluruh Timur Tengah.

Lihat :

https://www.eurasiantimes.com/israel-turkey-become-inevitable/?amp

https://www.lemonde.fr/en/international/article/2023/11/11/at-riyadh-summit-arab-and-muslim-leaders-slam-israel-but-can-t-agree-on-response_6247317_4.html

Joyogrand, Malang, Fri', Sept' 19, 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun