Netanyahu membalas dengan menyebut Yerusalem sebagai milik abadi bangsa Yahudi, dan menyerang balik Turki dengan membuka luka lama tentang genosida Armenia dan penindasan terhadap non-Muslim selama era Kesultanan Utsmaniyah. Ini memperlihatkan pertarungan tidak lagi bersifat militer semata, tetapi sudah menyentuh dimensi historis, ideologis, bahkan religius yang sangat dalam.
Pergulatan Identitas : Yerusalem dan Klaim Historis
Pada titik ini, krisis Timur Tengah kembali ke akar sejarah yang paling tua : perebutan narasi tentang siapa yang paling berhak atas Yerusalem. Dalam pandangan nasionalis Israel, tanah eks-Kanaan seperti yang disebut dalam Alkitab merupakan milik sah bangsa Yahudi. Ini diperkuat oleh dokumen-dokumen sejarah dari masa Romawi, Yunani, hingga Utsmaniyah, menurut mereka, yang menampilkan konsistensi eksistensi Yahudi di wilayah itu.
Sementara itu, dunia Islam melihat Yerusalem, khususnya bagian timur, sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan Islam dan Arab-Palestina. Erdogan, dengan gaya retorisnya yang keras dan populis, mencoba menghidupkan semangat pan-Islamisme di tengah fragmentasi dunia Arab.
Pernyataan-pernyataan pemimpin Israel maupun Turki tidak sekadar mewakili pandangan politik sesaat, tetapi mencerminkan perang naratif yang sudah berlangsung selama ratusan bahkan tahun 800 masehi pasca Muhammad dimana Islam mulai melebarkan sayapnya hingga ke Yerusalem.
Mossad, NATO, dan Operasi Diam-Diam
Jika benar Israel berniat menyerang atau mengintervensi Turki secara langsung, maka hal ini bisa menjadi titik krusial dalam hubungan Israel-NATO. Mossad, sebagai badan intelijen luar negeri Israel, diyakini memainkan peran penting dalam mendestabilisasi pihak-pihak yang dianggap musuh, termasuk upaya mencungkil pengaruh Erdoan di dalam negeri Turki.
Spekulasi muncul Israel mungkin tidak akan langsung menyerang Turki secara terbuka, melainkan melakukan serangan presisi terbatas atau operasi rahasia untuk menghabisi tokoh-tokoh Hamas yang bermarkas di sana. Ini dilakukan sembari menunggu momentum politik yang tepat - khususnya ketidakstabilan internal Turki akibat kepemimpinan Erdoan yang semakin otoriter dan digoyang oleh oposisi domestik.
Bagi Israel, keberadaan sistem pertahanan baru seperti Iron Beam yang melengkapi Iron Dome menjadi aset strategis. Sistem ini memungkinkan mereka menangkis ancaman serangan balik sambil tetap melakukan serangan udara presisi yang minim risiko terhadap pasukan sendiri.
Reaksi Dunia Muslim : Unity dalam Krisis?
Ironisnya, agresi Israel terhadap Qatar justru memicu solidaritas regional yang sebelumnya tampak melemah. KTT Liga Arab yang digelar mendadak di Doha memperlihatkan unjuk kekuatan diplomatik dari negara-negara besar seperti Arab Saudi, Mesir, dan tentu saja Qatar. Kendati perbedaan politik dan rivalitas antar negara Teluk seringkali memecah belah Liga Arab, namun dalam isu Arab-Palestina, tampaknya masih ada titik temu.