Artinya, orangtua juga harus kreatif. Pun demikian guru jika menghendaki murid kreatif, guru juga harus kreatif. Sangat sulit orangtua dan guru yang tak kreatif memersuasi anak atau murid mau menjadi pribadi yang kreatif.
Sekalipun aktivitas yang kreatif tersedia di gawai, yang dapat dilihat dan diikuti oleh anak, yang notabene murid, teladan dari orangtua dan guru sangat berarti.
Sebab, orangtua dan guru adalah sosok yang setiap hari dapat dijumpai. Dan, perjumpaan ini sejatinya spirit yang tak ditemukan di tempat lain, termasuk yang dilihat dan diikuti melalui gawai.
Sentuhan, tatap mata, senyuman, dan ucapan yang positif orangtua dan guru adalah napas kreatif bagi mereka. Saya sangat ingat kala masih sekolah dasar (SD) dibersamai oleh guru dalam membuat anyaman dari daun pisang.
Saya dan teman-teman yang kala itu menganyam tak semua sama bisa menyelesaikan secara cepat. Ada yang cepat. Ada yang lambat.
Tapi, kehadiran guru --yang adalah orangtua kedua di sekolah-- di antara kami memberi motivasi dan konfirmasi dapat menjadi napas kreatif kami, yang akhirnya kami, semua murid, merampungkan anyaman.
Menganyam menggunakan sarana daun pisang tampak sederhana. Tapi, dalam prosesnya, kami diarahkan bekerja secara kreatif. Yang, di dalamnya ternyata ada ketekunan, kesabaran, kecermatan, dan harapan.
Sekalipun semangat kreatif diawali dari satu aktivitas --seperti yang disebut barusan-- tapi spirit kreatif ini dapat menjiwai orang, termasuk anak, dalam melakukan berbagai aktivitas. Sehingga, anak selalu memiliki semangat dalam melakukan setiap pekerjaan atau tugas.
Semua ini, sekali lagi, dapat terwujud dalam diri anak bukan muncul dengan sendirinya. Tapi, perlu dibentuk oleh orangtua dalam keluarga dan guru di sekolah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI