Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tepuk Sakinah, Mengapa Anda Tertawakan?

6 Oktober 2025   09:15 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:15 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tepuk Sakinah (Sumber: detik.com)

Oleh: Cahyadi Takariawan

"Menteri paling aneh," ujar seorang netizen di akun Tiktoknya. "Mana mungkin Tepuk Sakinah bisa menekan angka perceraian? Sangat tidak masuk akal," ujarnya.


Rupanya cemoohan dan ejekan semacam itu bertebaran di medsos. Mungkin berpadu dengan kegeraman netizen akibat sejumlah anak sekolah mengalami keracunan akibat mengonsumsi MBG, dan perilaku sejumlah politisi yang arogan. Kemarahan dan kekecewaan berkembang ke semua lini pemerintahan.
Tapi apa iya, Tepuk Sakinah harus diejek dan ditertawakan? Saya adalah pihak yang menikmati Tepuk Sakinah. Bagaimana penjelasannya? Mari saya ceritakan.


Pagi tadi, Ahad 5 Oktober 2025, di Aula PDHI Sragen, Jawa Tengah, saya mengisi Seminar Keluarga Sakinah. Acara yang dilaksanakan oleh Yayasan Cinta Bumi Sukowati ini dibuka oleh ibu Linda Sigit Pamungkas, selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sragen.
Sebelum memulai pemaparan materi, saya bertanya kepada peserta secara terbuka.

"Adakah di antara Anda berasal dari instansi KUA?"
Satu orang peserta, duduk paling depan, langsung angkat tangan. Seorang ibu muda mengenakan pakaian khas Fatayat NU, ternyata beliau aktif sebagai Penyuluh Perkawinan KUA. Maka beliau saya minta untuk maju ke depan.
Semula beliau tampak bingung, karena tidak ada dalam agenda acara. Setelah beliau maju, saya baru mengajukan permintaan secara spontan.

"Belum lama ini KUA mengenalkan Tepuk Sakinah untuk menjaga keharmonisan pernikahan. Tolong ibu ajari kami semua yang ada di ruang ini, agar mengerti Tepuk Sakinah," ungkap saya.
Dengan cekatan dan terampil beliau langsung mempraktikkan Tepuk Sakinah. Semua peserta berdiri dan mengikuti instruksi Tepuk Sakinah. Sampai diulang beberapa kali agar semakin cepat diingat. Akhirnya saya menjadi hafal dan bisa mengucapkan, beserta tepukan dan gerakan tangan yang menyertainya.

Mari Kita Melakukan Tepuk Sakinah
Berpasangan...
Berpasangan...
Berpasangan...

Janji kokoh...
Janji kokoh...
Janji kokoh...

Saling cinta,
Saling hormat,
Saling jaga,
Saling ridho...

Musyawarah
untuk sakinah...

Selain ucapan atau nyanyian, Tepuk Sakinah disertai gerakan tangan sederhana namun penuh makna.
Berpasangan: kedua jari telunjuk menunjuk ke atas, simbol pasangan yang dipertemukan Allah.
*Janji kokoh: kedua tangan saling menggenggam, lambang ikatan pernikahan yang kuat.
*Saling cinta: jari-jari kedua tangan membentuk love, simbol kasih sayang.
*Saling hormat: tangan kanan memberi hormat, tanda penghargaan.
*Saling jaga: tangan kanan diletakkan di dada kiri bagian atas, tanda tanggung jawab.
*Saling ridho: tangan kanan di dada kiri, tangan kiri di dada kanan, simbol saling meridhoi.
*Musyawarah untuk sakinah: kedua tangan diayun ke depan lalu saling ditempelkan seperti gerakan meminta maaf, simbol saling terbuka dan dialog dalam keluarga.

Demikianlah Tepuk Sakinah yang kian populer di Indonesia, dengan segenap pro kontra yang menyertainya. Sosialisasi melalui medsos menjadikannya cepat menyebar dan cepat mendapatkan penilaian. Cobalah kita menyelami kandungan isinya. Jangan terjebak lagu atau tepukannya.

Lima Pilar Pernikahan Berkah
Kita dengan mudah dapat mengingat 5 Pilar Perkawinan Berkah, atau 5 Pilar Keluarga Sakinah, dari Tepuk Sakinah yang sederhana tersebut. Maka wajar jika Tepuk Sakinah diajarkan kepada calon pengantin dalam acara Bimbingan Perkawinan (Bimwin) di KUA. Kelima pilar yang terkandung dalam Tepuk Sakinah adalah sebagai berikut:
*Pertama, Zawaj (Berpasangan)
*Kedua, Mitsaqan Ghalizha (Janji Kokoh)
*Ketiga, Mu'asyarah Bil Ma'ruf (Saling Cinta, Saling Hormat, Saling Jaga)
*Keempat, Taradhin (Saling Ridho)
*Kelima, Musyawarah (Keterbukaan dan Kebersamaan dalam Mengambil Keputusan)

Pertama, Zawaj (Berpasangan)
Al-Qur'an menggambarkan, suami dan istri adalah pasangan. Bukan lawan, bukan permusuhan, bukan persaingan. Jika memahami laki-laki dan perempuan adalah "lawan jenis", maka suami dan istri akan selalu berantem dan tidak pernah akur. Namun jika memahami sebagai "pasangan jenis", maka suami dan istri akan saling memberi dan saling mengisi.


Allah telah berfirman,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri / pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS. Ar Rum : 21).


Dalam kitab Tafsir Al-Wajiz karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dijelaskan, "Di antara ayat-ayat Allah yang menunjukkan kepada kebangkitan adalah Dia menciptakan untuk kalian pasangan-pasangan dari golongan manusia agar kalian dapat mewujudkan ketenangan dan kesenangan. Dia juga menumbuhkan cinta dan kasih antara suami-istri".


Inilah pilar pertama yang sangat penting untuk membangun keluarga sakinah. Relasi suami istri sebagai pasangan yang saling melengkapi, saling menguatkan, saling menasehati, dan saling memberikan yang terbaik.

Kedua, Mitsaqan Ghalizha (Janji Kokoh)
Pernikahan bukan sekedar tradisi, atau kepatutan hidup. Akad nikah adalah perjanjian yang sangat kokoh dan agung. Allah telah berfirman,
(20) -- 21
"...dan bagaimana kamu akan mengambil kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah megambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu" (QS. An-Nisa': 20-21)


Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan mitsaqan ghalizha (perjanjian yag kuat)  adalah akad pernikahan. Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maksud dari mitsaqan ghalizha ialah memegang dengan cara yang patut atau melepaskan dengan cara yang baik.


Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti dalam Tafsir Jalalain menyebut mitsaq sebagai bentuk taukid, artinya menekanan atau penegasan dari sebuah janji. Mitsaq adalah komitmen, lebih dari sekedar janji. Sedangkan lafal ghalizha berasal dari kata ghilzh yang artinya kuat, berat, tegas, kokoh.


Ibnu Katsir mengutip hadits shahih yang menyatakan bahwa ketika seorang laki-laki mengambil perempuan dari orangtuanya dengan maksud dinikahi, berarti laki-laki tersebut telah melakukan perjanjian atas nama Allah sebagaimana ia telah menghalalkan melalui kalimat Allah.

Ketiga, Mu'asyarah Bil Ma'ruf (Saling Cinta, Saling Hormat, Saling Jaga)
Corak relasi antara suami dan istri adalah mu'asyarah bil ma'ruf, yaitu saling mencintai, saling menghormati dan saling menjaga. Allah telah berfirman,

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (QS. An Nisa': 19).


Pada penggalan ayat   Allah memerintahkan para suami untuk bergaul secara baik dan patut dengan istri (mu'asyarah bil ma'ruf). Kata al-ma'ruf artinya segala sesuatu yang dimaklumi atau dikenali kepatutan, kebaikan atau kebenarannya, menurut aturan Allah dan Rasul-Nya, maupun ukuran kemanusiaan dan masyarakat pada umumnya.


Para ulama memahami  kalimat sebagai perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai ataupun tidak dicintai. Kata ma'ruf mencakup tidak mengganggu, tidak menyakiti, tidak memaksa, tidak berlaku kasar, dan selalu berbuat baik kepada istri. Demikian pula suami istri harus saling mencintai, saling menghormati dan saling menjaga.
Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, "Baguskanlah perkataan kalian kepada istri kalian, perbaikilah tingkah laku dan penampilan kalian sebatas kemampuan kalian. Sebagaimana kalian senang istri kalian berlaku seperti itu, maka berlakulah seperti itu pula."
Muhammad Abduh menjelaskan, "Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara', tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf."

Keempat, Taradhin (Saling Ridho)
Pilar keempat adalah saling ridho antara suami dan istri. Bagi seorang istri, ridho suami adalah keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda,
:
"Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?" Mereka menjawab: "Tentu saja wahai Rasulullah." Nabi saw menjawab: "Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: 'Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha'" (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath dan Ash-Shaghir).


Tentu saja ini harus diaplikasikan timbal balik. Tidak boleh seorang suami berlaku sewenang-wenang atau semena-mena, hingga sang istri tidak ridho terhadap dirinya. Suami harus bersikap dan berakhlak terbaik untuk sang istri, sebagaimana arahan Nabi saw untuk para suami,

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya" (HR. At-Tirmidzi,  Imam Ahmad dan Ibnu Hibban. Dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani).


Demikian pula, Nabi saw telah bersabda,

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku." (HR. Tirmidzi. Dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani).


Disebutkan dalam Tariqh Damasyqus (70: 151) dari Baqiyah bin Al-Walid bahwa Ibrahim bin Adham berkata, Abu Darda' berkata kepada istrinya Ummu Darda'.

"Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan jika tidak, maka kita tidak akan menyatu". Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah "Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah."


Hendaknya pasangtan suami istri selalu berusaha saling ridha satu dengan yang lain. Keduanya harus saling berusaha membuat pasangannya ridha terhadap dirinya, dan dirinya ridha terhadap pasangannya.

Kelima, Musyawarah (Keterbukaan dan Kebersamaan dalam Mengambil Keputusan)
Keterbukaan dan musyawarah adalah kunci awal yang efektif untuk menghadapi berbagai tantangan dan memecahkan persoalan dalam kehidupan berumah tangga. Hendaknya suami dan isteri saling terbuka dan menyampaikan perasaan serta keinginan dirinya secara leluasa. Jangan ada hambatan komunikasi antara mereka berdua sejak dari awalnya. Biasakan bermusyawarah dengan penuh keterbukaan dan kelegaan hati.


Musyawarah adalah tradisi yang sangat kuat mengakar dalam Islam. Dalam sangat banyak aspek, musyawarah adalah pedoman penting dalam mengambil keputusan. Termasuk dalam kehidupan berumah tangga. Allah berfirman,

"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya" (QS. Ali Imran: 159).


Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,

"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka... (QS. Asy-Syura: 38).


Kita ingat sebuah kisah sangat bersejarah bagi umat Islam. Kisah tentang turunnya wahyu pertama kali. Sekaligus kisah tentang bagaimana musyawarah dan keterbukaan antara suami dan istri. Saat itu malaikat Jibril menemui Rasulullah saw di gua Hira dengan membawa wahyu pertama,

"Bacalah dengan Nama Rabbmu yang telah menciptakan."


Nabi saw pulang ke rumah dengan hati yang bergetar penuh kegundahan. Ia segera menemui istrinya, Khadijah, "Selimuti aku, selimuti aku!" Setelah Khadijah menyelimuti beliau saw, rasa takut pun hilang. Beliau saw segera bercerita secara terbuka kepada Khadijah kejadian yang baru saja menimpa, termasuk apa yang beliau rasakan.

"Sungguh aku mengkhawatirkan diriku (akan binasa)."


Khadijah adalah istri yang benar-benar dewasa dan setia. Dengan tenang, ia menghibur suaminya yang mulia,

"Tidak demi Allah! Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Engkau seorang yang menyambung silaturahim, menanggung orang yang lemah, memberi kecukupan pada orang yang tidak berpunya, suka menjamu tamu, dan menolong yang haq."


Khadijah mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil 'Uzza, anak pamannya. Seorang tua lagi buta yang beragama Nasrani dan biasa menulis Injil dengan bahasa Ibrani ataupun bahasa Arab. "Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh anak saudaramu," ujar Khadijah.
"Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" tanya Waraqah


Rasulullah saw berkisah tentang apa yang dialaminya di gua Hira. Waraqah segera menjelaskan, "Itu Namus, yang pernah Allah turunkan untuk membawa wahyu kepada Musa. Duhai, andai kiranya saat itu aku masih muda! Andai kiranya ketika itu aku masih hidup, tatkala kaummu mengusirmu!"


Rasulullah saw terkejut, "Apakah mereka akan mengusirku?"
"Iya, tentu saja", tegas Waraqah, "Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali ia akan dimusuhi. Kalau aku mendapati hari-harimu itu tentu aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat" (HR. Bukhari no. 3 dan Muslim no. 401).
Perhatikan bagaimana Nabi saw terbuka dengan Khadijah. Perhatikan bagaimana Nabi saw mengikuti saran Khadijah untuk datang konsultasi kepada Waraqah. Sebuah musyawarah dan keterbukaan, yang menjamin keluarga menjadi sakinah.


Demikianlah lima pilar keluarga sakinah, yang terkandung dalam Tepuk Sakinah. Apakah ini efektif untuk menekan perceraian? Sangat jelas, kelima pilar inilah yang mengokohkan ketahanan keluarga, dan menjadikannya harmonis, bahagia, sakinah, mawadah wa rahmah,penuh berkah dalam keridhoan Allah Ta'ala. Kelima pilar ini yang menjauhkan pasangan suami istri dari perceraian.
Bukan soal tepuknya. Tapi soal esensi pilarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun