Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyiapkan Sukses Anak Sejak Dini

19 September 2021   09:59 Diperbarui: 21 September 2021   13:00 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempersiapkan kesuksesan anak | Sumber: istockphoto

Corak interaksi orang tua dengan anak sangat menentukan sejauh mana efektivitas penanaman nilai-nilai dan pendidikan anak yang diterapkan di dalam ruang lingkup keluarga. 

Banyak orang tua yang memposisikan diri "hanya" sebagai orang tua yang memerintah, melarang, menyuruh, mendidik dan membiayai kehidupan anak hingga dewasa. 

Mereka berinteraksi dengan anak dalam corak "orang tua dengan anak", sehingga yang berlaku semata-mata hak dan kewajiban.

Banyak orang tua yang sibuk bekerja mencari penghasilan yang layak demi anak-anak, namun mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan sentuhan pendidikan formal yang bertaraf internasional dan berbiaya mahal. 

Mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan pemenuhan gadget canggih nan mahal dan paket internet tanpa batas kuota. 

Mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan pemenuhan uang kuliner dan cinema. Sesungguhnya lah anak-anak sangat memerlukan perhatian, cinta dan kasih sayang orang tua.

Anak-anak tidak hanya memerlukan perintah dan larangan, namun mereka ingin mendapatkan tempat curhat. 

Mereka tidak hanya memerlukan figur orang tua, namun mereka mandambakan sahabat. 

Ya, sahabat, yang mau mendengarkan keluh kesahnya, yang mau mendengarkan curhatnya, yang betah mendengarkan keinginannya. 

Sahabat yang rela membantu dan mengarahkannya menuju sukses. Sesuatu yang murah dan tidak berbiaya, namun justru paling sulit diwujudkan orang tua.

Salah satu musuh terbesar manusia adalah rasa kesepian. Perasaan kesepian secara pasti akan mempercepat munculnya masalah kesehatan dan bahkan mempercepat kematian. 

Sebuah survei yang diberitakan kantor Berita Agence France Presse (AFP) di Tokyo tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari seperempat warga Jepang berusia 20-an berpikir untuk mengakhiri hidup.

Survei menemukan 28,4 % responden di usia 20-an ingin bunuh diri. Ini merupakan angka tertinggi dari segala tingkatan usia. Sebab terbesar dari keinginan bunuh diri adalah rasa kesepian.

Ketika anak-anak masih kecil, mereka memerlukan sahabat untuk menemani bermain, menonton acara kesayangan di televisi, berbagi cerita tentang super hero, atau cerita pengalaman seharian di rumah atau di sekolah. 

Sahabat bisa membuat anak lebih terbuka karena posisi mereka sejajar, bisa saling mengisi, lebih betah dan asyik sekalipun sesekali diselingi pertengkaran. 

Karena itu, kehadiran sahabat sangat penting bagi anak karena membuat mereka bersedia saling belajar dan selalu diliputi rasa senang.

Menyiapkan Kesuksesan Anak

Hendaknya orang tua selalu berusaha menempatkan diri sebagai sahabat, partner, atau mitra bagi anak agar lebih akrab, lebih dekat dan lebih memahami keinginan dan harapan anak. 

Hal itu yang akan menjadi upaya penting dalam rangka menyiapkan kesuksesan anak di masa depan.

Anak-anak memerlukan sahabat yang bisa membersamai mereka menuju kesuksesanan. 

Di sinilah dituntut peran orang tua untuk menyiapkan pilar kesuksesan anak sejak dini.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan orang tua dalam upaya menyiapkan kesuksesan anak.

Pertama, Kompak Bersama Pasangan 

Hal pertama untuk menyiapkan kesuksesan anak, suami dan istri harus berada dalam situasi kompak saat berhadapan dengan urusan pendidikan anak. 

Kompak bersama pasangan akan mempermudah menyamakan visi, menyatukan persepsi, juga mendiskusikan serta mencari solusi atas berbagai problematika dalam mendidik anak. 

Jika kita tidak kompak dengan pasangan kita, bagaimana kita akan mengarahkan anak-anak? 

Maka, pasangan suami istri harus menjadi sahabat yang saling menguatkan dalam kebaikan.

Dalam kehidupan berumah tangga, laki-laki dan perempuan bukan hanya "pasangan suami istri" yang resmi dan sah, mereka juga sepasang kekasih, dan mereka adalah sahabat yang sangat istimewa satu bagi yang lainnya. 

Istilah "pasangan suami istri" merujuk kepada corak ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan setelah mereka menikah. Ini yang akan menimbulkan konsekuensi hukum dan konsekuensi logis lainnya dalam pernikahan.

Namun istilah "sahabat" merujuk kepada sebuah kedalaman ikatan hati, perasaan, emosi, jiwa, pikiran di antara mereka berdua. 

Bukan hanya ikatan "keabsahan" atau "kehalalan" sebuah hubungan, namun sahabat merujuk lebih kepada "kedalaman" hubungan tersebut.

Keabsahan dan kehalalan hubungan didapatkan melalui proses pernikahan, namun untuk mendapatkan kedalaman hubungan antara suami dan istri, harus didapatkan melalui jalinan persahabatan. 

Dengan ini suami dan istri bisa bersikap kompak, apalagi dalam urusan mendidik dan mengarahkan anak.

Kedua, Terimalah Anak dengan Segala Potensinya

Sebagai sahabat, terimalah anak dengan sepenuh hati Anda. Mereka adalah buah hati Anda, bagaimanapun kondisi fisiknya. Penerimaan Anda kepada mereka, akan menjadi kunci keberhasilannya. 

Brian Tracy menyebutkan bahwa peranan sebagai orangtua yang paling penting adalah mencintai dan memelihara anak-anak, serta membangun dalam diri mereka perasaan harga diri dan keyakinan tinggi.

Adalah Hirotada Ototake, terlahir tanpa tangan dan kaki yang normal. Kaki hanya sampai lutut dan tangannya hanya sampai siku dan tanpa jari-jari. 

Ibunya menggambarkan Oto-chan seperti boneka panda yang lucu dan menggemaskan. 

Keberhasilan Oto-chan di masa dewasa adalah buah penerimaan yang tulus dari kedua orang tua terhadap kondisi dirinya yang tidak sempurna.

Orang tuanya selalu memerkenalkan Oto kepada tetangga, kenalan, kerabat sebagai anak normal. 

Dia juga diperlakukan sebagai anak yang normal, serta diajari berbagai ketrampilan motorik. 

Akhirnya tumbuhlah rasa percaya diri yang sangat besar, bahkan menurut pengakuan Hirotada sendiri, rasa percaya dirinya 'terlalu besar'. 

Dia selalu belajar di sekolah anak-anak normal. menjalani hobi jurnalistik, fotografi, naik gunung dan memasuki klub basket. 

Hirotada selalu lulus dengan nilai yang memuaskan sampai ke perguruan tinggi. Kini, ia menjadi motivator kelas dunia dengan keadaan fisiknya yang terbatas. 

Pada bulan April 2007, Oto menjalani profesi baru sebagai guru SD full-time. 

Ia mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pendidikan Tokyo untuk mengajar olahraga dan kesehatan di SD Suginamiku. Ini semua bermula dari penerimaan orang tua Oto-chan yang tulus atas kondisi fisiknya yang terbatas.

Kini dunia melihat ia sebagai sosok pribadi yang tanpa batas. Tulisannya "Gotai Fumanzoku" menjadi best seller Jepang di tahun 1998, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris "No One's Perfect", kini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.

Ketiga, Didiklah dengan Penuh Cinta Kasih

Orang tua harus mendidik, mengarahkan, dan membersamai anak menuju nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. 

Pendidikan di rumah oleh orang tua adalah pondasi yang sangat kokoh bagi kehidupan anak-anak hingga mereka dewasa. 

Menurut Dobson, meskipun anak-anak akhirnya akan membuat pilihan mereka sendiri dan menentukan arah kehidupan mereka, tetapi keputusan-keputusan itu akan dipengaruhi oleh dasar-dasar yang telah diletakkan oleh orangtuanya.

Nabi Muhammad saw memberikan teladan luar biasa dalam kasih sayang pada anak-anak. 

Beliau suka mencium anak dan cucunya, hingga heranlah sahabat Aqra', lantaran ia punya 10 orang anak dan tak pernah menciumnya sekalipun.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw mencium Al Hasan bin Ali ra, lalu Al Aqra' berkomentar, "Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak; tidak pernah aku mencium seorangpun di antara mereka". Maka Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa tidak menyayangi, maka tidak tidak disayangi."

Rasulullah pernah mempercepat shalat, sebagaimana sabdanya, "Sesungguhnya, ketika aku sedang melakukan shalat (menjadi imam) dan aku bermaksud untuk memanjangkan bacaanya, tiba-tiba aku mendengar tangisan anak kecil. Maka aku segera memperpendek (bacaan) shalatku. karena aku memahami perasaan ibunya (yang menjadi makmum) yang tentu terganggu oleh tangisannya."

Pada saat yang lain Beliau saw melakukan sujud yang cukup lama. An Nasa'i dan Al Hakim meriwayatkan, ketika Rasulullah saw shalat mengimami para makmum, tiba-tiba datanglah Husain, dan langsung menunggangi pundak Rasulullah ketika beliau sujud. hingga beliau memanjangkan sujudnya, sampai-sampai para makmum mengira terjadi sesuatu. 

Seusai shalat, mereka bertanya, "Engkau telah memanjangkan sujud wahai Rasulullah, hingga kami mengira telah terjadi sesuatu".

Rasulullah saw menjawab, "Anakku (cucuku) telah menjadikan aku sebagai tunggangan, maka aku tak suka mengganggu kesenangannya hingga ia puas." Nabi sangat menyayangi anak-anak, dan sangat merawat jiwa anak-anak. Begitulah cara Beliau Saw mendidik anak-anak.

Keempat, Jadilah Pendengar yang Baik untuk Anak

Jadilah pendengar yang baik untuk anak-anak Anda, sehingga mereka merasa dihargai dan dicintai. Menjadi sahabat yang baik, artinya selalu siap mendengarkan keluhan dan cerita anak-anak.

Berikan respon yang positif saat anak-anak bercerita atau tengah curhat, karena dengan respon itu membuat mereka mengerti bahwa Anda tengah memperhatikan pembicaraannya. 

Ajukan berbagai pertanyaan ringan seputar ceritanya, namun jangan sampai membuat mereka merasa diinterogasi dan tidak nyaman.

Berikan pendapat yang bisa dimengerti sebagai anak-anak, tetapi jangan meluapkan emosi dan kemarahan saat Anda merasa mereka telah melakukan kesalahan. 

Luruskan kesalahan mereka dengan cara lembut dan bijak, cobalah menggali pendapat mereka dengan berbagai pertanyaan yang menggugah. Apalagi pada anak remaja, pada dasarnya mereka tidak suka didikte dan digurui. Mereka ingin belajar, mereka mau berubah, namun mereka juga ingin diakui hak-haknya untuk memiliki masa muda yang indah.

Sebagai sahabat, semestinya Anda pandai mengarahkan anak-anak agar tetap berada di jalan yang lurus, tidak menyimpang, tidak larut dalam pergaulan bebas, tidak terlibat dalam berbagai penyelewengan moral. Tanpa harus mendikte dan menggurui, anda bisa membimbing mereka menuju kebaikan budi pekerti.

Kelima, Libatkan Diri dalam Kegiatan Anak 

Menjadi sahabat artinya Anda harus selalu berupaya memahami apa yang disukai dan tidak disukai anak-anak. 

Orang tua harus mampu menyelami dunia anak-anak. Dengan memani dan mendampingi anak bermain dan belajar, anda akan paham kebiasaan serta karakter anak. 

Cermati apa yang mereka lakukan saat bermain, menonton, atau belajar. Perhatikan kreativitasnya dari aktivitas keseharian baik di rumah maupun di sekolah.

Dr. Charles Schaefer pernah membuat survey terhadap 2000 orang anak yang menanyakan mereka tentang perubahan apakah yang mereka kehendaki atau inginkan terjadi dalam kehidupan keluarga mereka. 

Jawaban terbanyak bila diurutkan adalah pelajaran agama lebih banyak, kemudian komunikasi yang lebih baik dan ketiga adalah waktu yang lebih banyak untuk bersama-sama sebagai satu keluarga.

Dengan melakukan kegiatan bersama anak secara telaten dan sabar, orang tua dapat memahami kelebihan dan kekurangan anak. 

Orang tua juga mampu memahami kondisi anak, mengerti situasi hati anak, mengerti hal-hal yang disenangi serta tidak disenangi anak, menerti cara memasuki hatinya.

Keenam, Berikan Penghargaan dan Hukuman 

Ketika anak berbuat salah, tegurlah dengan bijak. Jika perlu, berikan hukuman yang bersifat mendidik. Jangan mengekspresikan kemarahan berlebihan yang akan membuatnya tertekan dan merasa direndahkan. Apalagi dengan bentakan, hardikan, pukulan, tendangan serta tindakan fisik lainnya. 

Hal-hal itu akan menyakiti hati anak-anak, membuat anak merasa tidak diterima, merasa terbuang, tersisihkan dan bisa menimbulkan rasa dendam.

Sebaliknya, berikan pujian dan penghargaan untuk setiap keberhasilan yang diraihnya agar ia merasa diterima, dihargai, dicintai dan membuatnya lebih termotivasi. 

Menjadi sahabat artinya berani bersikap jujur, tidak hanya menyenangkan hati anak-anak, tetapi juga berani menyatakan kesalahan sekaligus membantu memperbaiki kesalahan atau kekurangan anak-anak. 

Sampaikanlah kelebihan dan kekurangan anak dengan jujur, tetapi dengan cara yang membuatnya mengerti dan tidak merasa disakiti.

Ketujuh, Berikan Kepercayaan terhadap Anak 

Sebagai sahabat, berikan kepercayaan kepada anak untuk mencoba melakukan sendiri hal-hal yang ingin dilakukannya selama tidak membahayakan dirinya dan orang lain. 

Cara ini akan menumbuhkan kepercayaan diri anak, tidak selalu bergantung kepada orang lain, merasa dihargai dan bisa mandiri. 

Kadang orang tua terlalu preventif, sehingga anak-anak terkekang kebebasan dan kreativitasnya. Terlalu banyak larangan di rumah yang membuat anak merasa tidak dipercaya.

Sebaliknya, ada pula orang tua yang terlalu permisif, sehingga anak-anak terlarut dalam kebebasan tanpa batas. Mereka berpesta pora dalam aneka kesenangan yang menyesatkan dan memabukkan. Yang diperlukan adalah sebuah kepercayaan timbal balik antara orang tua dengan anak. 

Kepercayaan orang tua tidak akan disalahgunakan oleh anak, sebaliknya kondisi orang tua juga harus bisa dipercaya anak.

Kedelapan, Jadilah Teladan bagi Anak

Orang tua hendaknya mampu menjadi teladan bagi anak. Menjadi sahabat, artinya harus memberikan nasehat secara bijak untuk mengarahkan anak menuju kebaikan. 

Nasehat kebaikan itu baru memiliki makna dan diterima anak, apabila mereka mengetahui orang tua memang layak menjadi teladan dalam kebaikan.

Anak-anak akan merasa nyaman ketika memiliki orang tua yang bisa ditiru dan dicontoh. 

Menurut Dr. Charles Schaefer, anak-anak cenderung meniru orang-orang lain yaitu orang yang mereka kagumi dan hormati serta orang-orang yang mereka sayangi yaitu para tokoh masyarakat dan pahlawan dari cerita yang mereka baca atau ketahui.

Ketiadaan teladan dari orang tua membuat anak-anak mudah putus asa dan tidak memiliki seseorang untuk dipercaya. 

Maka sangat penting bagi orang tua untuk selalu berusaha memberikan keteladanan dalam kebaikan, karena apapun yang dilakukan orang tua akan selalu menjadi inspirasi bagi anak-anak.

Bahan Bacaan

  • Ayah Edy, Ayah Edy Menjawab, Penerbit : Qanita, 2011
  • Cahyadi Takariawan, Wonderful Family : Merajut Kebahagiaan Keluarga, Era Intermedia, 2012
  • Ida Nur Laila, Smart Parenting : Menyayangi Anak Sepenuh Hati, Penerbit : Era Intermedia, 2012
  • Nia, Menjadi Sahabat Anak, dalam http://www.ykai.net 
  • Rahayu Pawitri, Menjadi Orang Tua Sekaligus Sahabat Anak, dalam http://id.theasianparent.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun