"Selama ini baru dua sepeda yang saya pakai. Dan ini beli sendiri. Selain menghasilkan juga menyehatkan," ujarnya.
"Bapak keren ya, sudah berumur begini masih bisa jualan dan masih bisa mengayuh sepeda jauh," sahutku.
"Mungkin sudah terbiasa. Manusia itu kan aneh, duduk diam saja, pengen ada aktivitas. Pas sudah beraktivitas, malah mengeluh pengen rehat saja,"ujarnya.
Bahasa yang terakhir ini seperti menyengat tubuh. Benar juga perkataannya. Dan kondisi ini juga memang yang saya rasakan.
"Waduh bapak kok benar ya. Kena di saya ni. Pak ayolah bagi tips kehidupan," sahutku.
"Saya tak ada tips. Kerja kerja aja. Jalan -jalan aja. Sing penting halal, cinta keluarga dan tak nyuri.,' nasihatnya.
"Kamu sudah nikah," tanya pak jasa tiba-riba.
"Belum Pak," jawab saya malu-malu.
"Waduh. Nikahlah. Sayang umur. Jangan ampe tua. Saya nikah umur 17. Dua kali malah, gimana aih anak muda kalah sama yang tua," ledeknya. Saya hanya cekikan semabari melempar kata ampun.Â
"Tapi ingat. Cari istri harus yang sepahaman. Senasib bersama, seduka bersama. Caranya, minta pendapat orang untuk melihat-lihat. Jangan kau jatuh, kesetiaan ikut jatuh," lanjutnya.Â
Pak Jasa pun membagikan kisahnya. Dan beberapa nasihat yang agak dalam mengenai jalur jodoh yang tak saya pahami. Ilmu penerawangan dari guru-guru yang istilahnya saya lupa. Selain itu ilmu agar mampu melihat sisi lelaki dan wanita sebelum menikah terutama dalam hal memperoleh anak. Sebuah kerumitan yang sama sekali tak saya pahami.