"Pak tidak ada warung ya di sini. Mau beli air," tanyaku padanya. Ia belum menjawab, masih tetap duduk diam tanpa menoleh. Saya tanyakan sekali lagi. Dan ia menjawab dengan tidak nyambung.Â
"Oh saya baru datang. Di sini banyak juga yang jualan," jawabnya. Waduh jawaban yang tidak saya harapkan. Saya belum menyadari kekurangannya.
Saya pun lebih mendekat dan melupakan persoalan warung. Setelah sedikit basa basi, kami jadi nyambung. Ia lantas bergabung dengan saya di trotoar. Duduk bersebelahan.
Lekaki tua, dengan rambut yang termakan uban ini bernama Pak Jasa. Ia berasal dari pinggiran kota Bogor. Saya lupa tepatnya di mana.Â
"Pak, Umur 70 Tahun? Kok masih kuat jualan ya pak. Orang tua lain boro-boro pak. Gigi bapak juga belun tanggal, saya malah umur sekian sudah beberapa yang tanggal," tanyaku heran setelah melihat fisiknya dan susunan gigi yang kokoh.
"Iya, saya sekarang 70 tahun. Â Sudah punya anak. Bahkan cucu saya sudah mau nikah.;" jawabnya tanpa menjelaskan keheranan yang saya alami.
"Terus bapak masih kuat ya mengayuh sepeda. Sudah berapa tahun jualan pak," tanyaku lagi.
"Nah Justru sepeda itu bikin sehat. Tiap hari saya dagang kan makai sepeda. Sudah jualan selama 35 tahun," jawabnya.
"Wih pak, bapak Jualan saya baru lahir pak," ujarku membuat kami tertawa terbahak-bak.Â
Obrolan terus dilanjutkan. Sesekali  obrolan harus terhenti ketika ada pembeli lalu kembali berlajut dengan pembahasan yang belum selesai.
"Jadi tadi tanya soal berapa penghasilan ya," ujarnya.