Rindu tidak pernah menyadari jika ia memiliki bakat yang unik menurutku. Sekaligus menjadi seorang Logophile yaitu penyuka kata-kata dan obses pada kata yang memiliki makna indah.
Bagaimana tidak, setiap kali guru bahasa Indonesia memberikan kosakata rumit tugas kalimat, ia selalu berhasil merangkainya menjadi barisan kata-kata puitis dan bermakna.
Kini, aku dan teman-teman sekelas memberi gelar kehormatan dengan sebutan "Pujangga Jingga". Karena ia sangat menyukai warna Jingga atau Orange sore matahari. Baginya warna itu melambangkan kepuitisan hidup pengelana.
Entah apa maksudnya, bisa saja ia akan mengelana ke setiap pelosok negeri dewasa kelak dengan bakatnya itu. Atau pun hanya gambaran jiwanya yang tidak ingin dikekang. Semua bisa saja benar atau juga salah. Ia punya pandangannya sendiri tentang Jingga itu.
Pertengahan bulan September ini, sekolah akan mengadakan perlombaan menulis puisi dari kosakata Sansekerta. Setiap peserta yang telah mendaftarkan diri mulai panik dengan kata-kata asing itu, namun tidak demikian dengan Rindu. Gadis Jingga itu, bahkan terlihat tak peduli dengan aturan itu.Â
...Â
Hari perlombaan tiba, ia terlihat murung di atas panggung, aku memperhatikan, ia terus saja menulis setiap bait meski air mata jatuh. Tak menggubris suara-suara bisikan dari penonton. Ia berusaha menyelesaikan puisinya. Aku khawatir, sesuatu sedang terjadi padanya, tapi apa?
...
Selesai, ia segera turun dari panggung dan menghilang entah dari kerumunan penonton yang bingung melihatnya tiba-tiba menangis sesegukan. Aku mengikutinya hingga ke kelas.Â
Ia terus menangis dalam tumpuan tangannya yang menutupi wajahnya. Aku duduk diam di depannya, membiarkan ia puas menangis.Â
Di luar sana, para juri mulai mengumumkan hasil perlombaan puisi dan Rindu keluar sebagai pemenang, Juri tersebut membacakan puisinya dan isinya sungguh mengiris perasaan, bagaimana tidak, tentang sebuah hati yang tertolak karena adanya hati lain.