Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Subur dan Pengemis

11 Juli 2018   22:06 Diperbarui: 13 Juli 2018   00:12 2779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: The Indian Express

***

Kurang lebih dua jam berjalan  kaki, Subur sampai di kampung halamannya, tanpa didampingi. Si kakek meneruskan petualanganya ke kampung lain.

Dari jalan raya, Subur melihat di rumahnya rame sekali. Rupanya di sana telah berkumpul kerabat dan  sanak familinya.  Dengan wajah ketakutan, Subur melapor kepada ibunya, "Mak ...! tadi malam saya tidur di rumah nenek."

"Ya Allah, Nak ...! Kemana kau tak pulang-pulang?" Ibunda Subur menggigil menahan marah. "Enaknya kau berbohong. Semalaman masyarakat satu kampung ini sibuk mencarimu ke mana-mana. Orang bilang kau ikut pengemis. Sudah dirunut oleh paman-pamanmu. Namun tiada yang tahu peminta itu bermalam dimana."

Subur bertafakur malu-malu.

Seisi rumah diam. Ada yang menunjukkan wajah kesedihan, ada pula yang senyum-senyum sengeng.

Tiba-tiba nenek Subur nongol dari belakang. Perlahan dia menghampiri cucu tersayangnya tersebut dan berkata, "Jangan dimarahi. Yang penting dia sudah pulang." Nenek pemakan sirih itu mengelus kepala Subur dengan lembut. Bertubi-tubi ciuman mendarat di kening dan lehernya. "Kau bau taik, Cung?" Si nenek menggerak-gerakkan lubang hidungnya, memantau di mana sumber wewangian itu.

"Sudah, mandi sana. Ganti bajumu! Tidak apa-apa. Anak laki-laki, harus jantan. Dia mau tahu bagaimana rasanya menjadi pengemis," timpal ayahanda Subur.

Lunglai kaki Subur melangkah, menuju sumur tempat mandi.

***

* Kata sapaan untuk kakek (Bahasa Minang)

Jambi, 11072018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun