Mohon tunggu...
Nurmalasari
Nurmalasari Mohon Tunggu... Konsultan - Public Health Specialist

Passionate in Youth4Health & Mental Health | SDGs, Social Network, & Indigenous Enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chandra Pardede: Dari Mentawai, Kejar Mimpi Jadi Dokter Hingga ke Ternate

13 September 2017   13:13 Diperbarui: 16 September 2018   18:13 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chandra Pardede bersama Pembaharu Muda Mentawai

Nangis? Bukan jawaban.

Chandra pun langsung menghubungi saya menceritakan segalanya dari A-Z.  Bingung? Tidak, dalam situasi seperti ini saya harus berfikir dengan jernih untuk mendapatkan soluasi yang tepat. Karena mimpi besar anak Mentawai sedang dipertaruhkan di sini.

Percayalah, bahwa terdapat kekuatan yang dahsyat sedahsyat kekuatan nuklir, yakni kekuatan jejaring. Bermodalkan pesan berantai yang saya sebar via WhatsApp, singkat cerita saya bisa dihubungkan dengan Pihak Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Khairun. Lobbying melibatkan banyak sosok maya perwujudan kekuatan jejaring pun dilakukan. Hingga kemustahilan bisa menjadi ketidakmustahilan.

CHANDRA PARDEDE akhirnya tidak didiskualifikasi, setelah dijelaskan terkait permasalahan sulitnya akses geografi dan informasi yang mengepung Kepulauan Mentawai.

Namun, lagi-lagi perjuangan belum menemui ujungnya di sini. Konsekuensi dari kemakluman pihak Dekanat adalah Chandra beserta Wali harus datang ke Universitas Khairun langsung untuk melakukan beberapa assessment penentuan Uang Kuliah Tunggal yang harus dibayarkan Bidikmisi.

Lobbying dengan Pihak Dekanat dilakukan karena mahalnya biaya perjalanan ke Ternate, namun kali ini menemui jalan buntu. Mengingat Chandra sudah diberikan banyak kemakluman-kemakluman.

Yap. Tuhan memang menyayangi Mentawai. Bermodalkan sebuah tulisan pendek tentang perjuangan Chandra untuk bisa sekolah dokter, crowdfunding dilakukan. Kurang lebih 15 juta kebaikan dari seluruh masyarakat Indonesia pun terkumpul dalam kurun waktu 2x24 jam semenjak tulisan pendek tersebut mengudara lewat dunia maya. 

Chandra beserta Ibunya pun akhirnya bisa menginjakkan kakinya di Bumi Ternate, mencium semerbak wangi masa depan gemilang yang membentang di hadapannya, untuk dirinya sendiri dan terkhusus untuk Mentawai.

Sebenarnya, setelah ini pun masih banyak halangan rintangan yang menemui Chandra, hingga membuatnya yang sudah berjalan jauh mengejar mimpinya berpikir untuk mundur. Namun, saya sendiri percaya kekuatan keyakinan akan mimpi akan melahirkan keajaiban, kekuatan doa dan harapan dari orang-orang yang percaya akan mimpinya dan mungkin kelak bergantung pada mimpinya mampu membuat keajaiban ini nyata adanya, bukan cuma cerita saja. Begitupun yang saya lihat dari jejak perjalanan Chandra hingga bisa sampai pada detik ini, menjadi Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa-masa orientasi kampus.

Gambar: Masa Depan Mentawai ada di tangan mereka
Gambar: Masa Depan Mentawai ada di tangan mereka
Sebagai penutup coretan malam ini, saya berdoa agar Chandra dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin kebaikan Tuhan, kebaikan Alam Semesta, dan Kebaikan Makhluk Berakal Ciptaan Tuhan yang hidup di Bumi Nusantara ini dengan sebaik mungkin. Sehingga 5-6 tahun lagi, dia bisa kembali ke Mentawai dengan jas putih dan stetoskop yang tersampir indah di lehernya. Yaps, dia bisa kembali ke Mentawai menjadi Dokter, memenuhi mimpi besar Mentawai, terpenuhinya tenaga dokter sehingga pelayanan kesehatan masyarakat Mentawai menjadi lebih baik, dan akhirnya derajat kesehatan masyarakat meningkat.

Dan terkhusus untuk Chandra Pardede, "Perjalanan Mentawai ke Ternate bukanlah perjalanan dalam hitungan meter, ribuan kilometer jauhnya. 3 Pulau besar harus kamu lewati. Keluh kesah, keputusasaan, dan ketidakpastian mewarnai langkahmu. Uluran tangan banyak pihak, mulai dari Pemerintah Mentawai hingga sosok-sosok tanpa pertalian darah, menjadi tangga yang membuatmu bisa mencapai horizon mimpimu. Tangisan ibumu kala nasibmu terasa terombang-ambing menjadi senandung pilu yang harus kamu ingat jika nanti kamu menemui kerikil yang membuat kakimu pincang hingga berhenti melangkah, berhenti mengejar mimpimu ah bukan mimpi besar Mentawai, untuk menjadi seorang Dokter. Semuanya harus kamu patri mati dalam memori dan hatimu. Yap, perjalanan jauh ini jangan pernah kamu sia-siakan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun