Mohon tunggu...
Nurmalasari
Nurmalasari Mohon Tunggu... Konsultan - Public Health Specialist

Passionate in Youth4Health & Mental Health | SDGs, Social Network, & Indigenous Enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chandra Pardede: Dari Mentawai, Kejar Mimpi Jadi Dokter Hingga ke Ternate

13 September 2017   13:13 Diperbarui: 16 September 2018   18:13 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggalangan Dana Membantu Chandra Pardede menjadi Mahasiswa Kedokteran

 "Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Warta Siritoitet, mengeluhkan masih banyaknya tenaga dokter yang enggan bertugas di  Mentawai, meski pemerintah setempat terus berupaya untuk mendatangkan  para dokter itu dengan memberikan fasilitas yang lebih memadai" (Radio Sasaraina FM, 2013) 

Pernyataan tersebut menjadi alasan kuat kenapa anak Mentawai ini dengan gigihnya memperjuangkan mimpinya menjadi dokter. Tak tanggung-tanggung, mimpi ini pun harus dikejarnya hingga ke Bumi Ternate di tengah himpitan kemiskinan dan ketidakpastian.

Mengenal Sosok Chandra Pardede, Penerima Beasiswa Bidikmisi Kedokteran Tahun 2017

Chandra Pardede bersama Pembaharu Muda Mentawai
Chandra Pardede bersama Pembaharu Muda Mentawai

Secara resmi saya mengenal Chandra dalam kegiatan Komunitas Sahabat Remaja Mentawai di Kecamatan Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Terbentuk sejak tahun 2013, Sahabat Remaja Mentawai (SRM) merupakan sebuah komunitas dan juga media bagi para remaja Mentawai khususnya di Sikakap untuk dapat mengembangkan diri serta melakukan berbagai kegiatan positif yang berguna tidak hanya bagi remaja namun juga masyarakat sekitar.

Chandra Pardede merupakan salah satu remaja yang terseleksi dari 172 pendaftar Recruitment Sahabat Remaja Mentawai Batch 2. Karena keahliannya dalam bidang jurnalistik terutama penulisan karya tulis ilmiah, Chandra akhirnya terpilih menjadi Koordinator Keilmiahan dalam komunitas ini.

Selama menjalankan perannya sebagai Koordinator Keilmiahan, Chandra Pardede banyak mengkaji berbagai masalah pendidikan yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Keprihatinan akan banyaknya anak yang mengalami kesulitan bahkan tidak mendapatkan akses yang layak dalam bidang pendidikan dikarenakan faktor geografi, membuatnya tergerak berbuat sesuatu untuk pendidikan Mentawai, hingga hal ini mengantarkannya bergabung dalam Gerakan Pemuda Peduli Pendidikan Mentawai atau akrab disingkat GP3M.

Gebrakan pertama yang sukses membuat saya percaya bahwa Chandra mampu menjadi Sosok Pemuda Penggerak Pendidikan Mentawai adalah saat Chandra dan teman-temannya di GP3M mengadakan kegiatan "Kelas Inspirasi" di beberapa SD di Kecamatan Sikakap.

Pada Kelas Inspirasi ini, Chandra yang pada saat itu ditunjuk sebagai Ketua, mendatangkan para professional dalam berbagai bidang, seperti Tim Pencerah Nusantara yang terdiri dari Dokter, Perawat, Bidan, Ahli Gizi, dan Ahli Kesehatan Masyarakat; Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sikakap; Guru; TNI dan Polisi, untuk menjadi Pengajar Sehari dan memberikan inspirasi kepada siswa siswi di SD.

Saya menemukan sosok pemuda yang mau bekerja keras, mempunyai perhatian dan kemauan yang tinggi untuk dapat mencari berbagai jawaban dari permasalahan pendidikan di Mentawai pada diri Chandra melalui berbagai kegiatan seperti GP3M Mengajar. 

Dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan Chandra baik di GP3M sendiri, juga di SRM dan Organisasi Keagamaan di Sikakap, tidak membuat Chandra melupakan kewajiban utamanya sebagai seorang pelajar. Chandra mampu mempertahankan prestasinya menjadi Pemegang Juara 1 Paralel di SMAN 1 Pagai Utara Selatan.

Prestasi positif yang tidak hanya Chandra tunjukkan di sekolah namun juga di lingkungan sekitar, membuat Chandra dipercaya menjadi Ketua GP3M pada periode kepengurusan tahun 2015-2016.

Bersama dengan Sahabat Remaja Mentawai, Chandra juga termasuk salah satu Tim Pembaharu Muda dalam Gerakan FCTC untuk Indonesia (Framework Convention on Tobacco Control) di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dimana tim ini bergerak untuk melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya rokok, membebaskan Kecamatan Sikakap dari asap rokok.

Chandra juga aktif mengembangkan kemampuan menulis ilmiahnya melalui ajang Kompetisi Karya Tulis Ilmiah baik tingkat regional maupun nasional, serta menjadi Delegasi Kabupaten Kepulauan Mentawai pada ajang Olimpiade Sains kategori Fisika tingkat Provinsi.

Kecerdasan, kepedulian, kegigihan, dan sifat optimisme yang ditunjukkan oleh Chandra menjadi modal besar untuk calon pemimpin di kemudian hari.  Hal inilah yang mungkin dilihat oleh DIKTI, sehingga Chandra Pardede terpilih sebagai salah satu Awardee Bidikmisi Kedokteran Tahun 2017. 

Memperjuangkan Mimpi Besar untuk Mentawai di Antara Keputusasaan

Permasalahan keterbatasan tenaga dokter di Mentawai, tidak hanya bisa dirutuki di media sosial atau surat kabar. Gosip "dokter yang enggan bertugas di Mentawai" atau pelimpahan kesalahan atas kondisi yang ada kepada pemerintah, tidak bisa serta merta diamini, karena hal ini tak akan menyelesaikan masalah sama sekali. Adapun, setiap detiknya kematian yang jumlahnya semakin meningkat karena pelayanan kesehatan yang kurang adekuat dengan ketidakhadiran sosok dokter di antara tangan-tangan penyelamat kiriman Tuhan.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Sebagai pemuda yang nama belakangnya sudah mendapatkan gelar sarjana dan terpilih sebagai Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs dalam Gerakan Pencerah Nusantara, tentu tidak bisa berpikir sepicik itu. Kecerdasan IQ dan EQ diuji di sini.

Hal pertama yang terpikirkan adalah advokasi adanya tenaga dokter. Namun, saat supply dari luar nyatanya sangat kecil, dimana demand semakin waktu semakin besar, maka harus putar otak sekali lagi, bagaimana caranya Mentawai bisa memiliki tenaga dokter yang cukup untuk melayani kesehatan masyarakat Mentawai.

Bonus demografi adalah jawabannya. Seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, Mentawai memiliki potensi besar dari sisi jumlah calon SDM produktif, yakni usia anak-anak. Saat supply dari luar sangat kecil, mengapa tidak supply tenaga dokter dipenuhi dari dalam Bumi Sikerei sendiri, walaupun tentunya hal ini tidak akan bisa menjawab persoalan saat ini, tapi di masa depan?

Hasutan-hasutan positif ini pun saya dan kawan-kawan di Pencerah Nusantara sebarkan kepada anak-anak Mentawai, termasuk Chandra Pardede, hingga akhirnya dia membulatkan tekad bermimpi menjadi Dokter Pertama dari Pulau Pagai Selatan.

Dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, bermimpi menjadi Dokter menjadi sebuah keniscayaan bagi Chandra, pasalnya bukan menjadi berita baru lagi jika sekolah kedokteran mahalnya selangit.

Sebagai sebuah negara berkembang, patutlah kita apresiasi kepada pemerintah, yang ternyata memberikan sekolah gratis kepada siapapun anak Indonesia yang kurang mampu namun berprestasi untuk bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dengan tujuan dapat berkontribusi membangun Indonesia dan tentunya diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan keluarga.

Singkat cerita Chandra lolos menjadi Penerima Bidikmisi.

Namun, seperti petir di siang hari yang cerah, ternyata Chandra tidak lolos SNMPTN jurusan Kedokteran. Lalu bagaimana bisa memperjuangkan mimpi besar untuk Mentawai jika langkah awal dan paling utama sudah terhenti?

Saya tahu sendiri, Chandra sempat putus asa. Down. Terpuruk. Serasa kehidupannya akan berakhir saat itu juga. Tidak bisa disalahkan bentuk penyikapannya terhadap kegagalan yang ada. Karena memang dengan kondisi Mentawai yang setelah kejadian Gempa dan Tsunami 2010 silam, seakan sudah merenggut masa depan anak-anak Mentawai, termasuk Chandra. Mimpi buruk pun menghantui. Apakah memang anak Mentawai tidak bisa bermimpi tinggi layaknya anak-anak lain yang hidup di daerah dengan fasilitas pendidikan sangat mendukung untuk pengembangan diri.

Nyatanya, Tuhan Maha Romantis. Tuhan sangat menyayangi Bumi Sikerei. 

Chandra mendapatkan keyakinannya kembali, bahwa walaupun dia dihimpit lautan keputusasaan, namun dia harus tetap berjuang, demi ribuan nyawa yang bisa dia tolong jika nantinya dia bisa menjadi dokter. Dia akhirnya memutuskan mengikuti SBMPTN, dengan konsekuensi harus mempersiapkan amunisi lebih besar karena harus bersaing dengan puluhan ribu anak dari seluruh Indonesia hanya untuk memperebutkan bangku kosong perguruan tinggi untuk sekolah kedokteran.

Setelah berperang dengan ketidakpastian di Padang, hari mendebarkan pun tiba, hari saat dia bisa melihat nasib yang akan menentukan masa depannya. Namun, naasnya saat itu Mentawai sedang dilanda cuaca buruk sehingga akses telekomunikasi terputus, informasi apapun yang bergantung padanya tak akan sampai ke Mentawai. Hanya tinggal sosok insan yang tengah menggantungkan nasibnya pada Sang Tahu Segalanya.

Saat cuaca kembali cerah, segala informasi memadati alat komunikasi masyarakat Mentawai yang dibawa menuju jantung Kecamatan Sikakap demi mendapatkan sinyal. Tak terkecuali untuk Chandra. Hape androidnya dipenuhi oleh puluhan pesan ucapan selamat karena dia diterima sebagai Mahasiswa Kedokteran di Universitas Khairun. Bahagia tiada tara rasanya, saat perjuangan yang mengenal putus asa tak henti-hentinya dilakukan menuai hasil yang manis.

Perjuangan Nyatanya Belum Berakhir

Mengetahui bahwa dirinya LOLOS SBMPTN di Fakultas Kedokteran Universitas Khairun Ternate tentu menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Namun, saat itu juga dia harus menggigit bibir karena hari dia menerima informasi tersebut, ternyata hari itu adalah hari terakhir daftar ulang di Universitas Khairun. Selidik demi selidik, selebaran yang diterima menyatakan bahwa saat mahasiswa baru tidak melakukan daftar ulang di Universitas Khairun pada jadwal yang sudah ditentukan maka akan didiskualifikasi.

Nangis? Bukan jawaban.

Chandra pun langsung menghubungi saya menceritakan segalanya dari A-Z.  Bingung? Tidak, dalam situasi seperti ini saya harus berfikir dengan jernih untuk mendapatkan soluasi yang tepat. Karena mimpi besar anak Mentawai sedang dipertaruhkan di sini.

Percayalah, bahwa terdapat kekuatan yang dahsyat sedahsyat kekuatan nuklir, yakni kekuatan jejaring. Bermodalkan pesan berantai yang saya sebar via WhatsApp, singkat cerita saya bisa dihubungkan dengan Pihak Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Khairun. Lobbying melibatkan banyak sosok maya perwujudan kekuatan jejaring pun dilakukan. Hingga kemustahilan bisa menjadi ketidakmustahilan.

CHANDRA PARDEDE akhirnya tidak didiskualifikasi, setelah dijelaskan terkait permasalahan sulitnya akses geografi dan informasi yang mengepung Kepulauan Mentawai.

Namun, lagi-lagi perjuangan belum menemui ujungnya di sini. Konsekuensi dari kemakluman pihak Dekanat adalah Chandra beserta Wali harus datang ke Universitas Khairun langsung untuk melakukan beberapa assessment penentuan Uang Kuliah Tunggal yang harus dibayarkan Bidikmisi.

Lobbying dengan Pihak Dekanat dilakukan karena mahalnya biaya perjalanan ke Ternate, namun kali ini menemui jalan buntu. Mengingat Chandra sudah diberikan banyak kemakluman-kemakluman.

Yap. Tuhan memang menyayangi Mentawai. Bermodalkan sebuah tulisan pendek tentang perjuangan Chandra untuk bisa sekolah dokter, crowdfunding dilakukan. Kurang lebih 15 juta kebaikan dari seluruh masyarakat Indonesia pun terkumpul dalam kurun waktu 2x24 jam semenjak tulisan pendek tersebut mengudara lewat dunia maya. 

Chandra beserta Ibunya pun akhirnya bisa menginjakkan kakinya di Bumi Ternate, mencium semerbak wangi masa depan gemilang yang membentang di hadapannya, untuk dirinya sendiri dan terkhusus untuk Mentawai.

Sebenarnya, setelah ini pun masih banyak halangan rintangan yang menemui Chandra, hingga membuatnya yang sudah berjalan jauh mengejar mimpinya berpikir untuk mundur. Namun, saya sendiri percaya kekuatan keyakinan akan mimpi akan melahirkan keajaiban, kekuatan doa dan harapan dari orang-orang yang percaya akan mimpinya dan mungkin kelak bergantung pada mimpinya mampu membuat keajaiban ini nyata adanya, bukan cuma cerita saja. Begitupun yang saya lihat dari jejak perjalanan Chandra hingga bisa sampai pada detik ini, menjadi Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa-masa orientasi kampus.

Gambar: Masa Depan Mentawai ada di tangan mereka
Gambar: Masa Depan Mentawai ada di tangan mereka
Sebagai penutup coretan malam ini, saya berdoa agar Chandra dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin kebaikan Tuhan, kebaikan Alam Semesta, dan Kebaikan Makhluk Berakal Ciptaan Tuhan yang hidup di Bumi Nusantara ini dengan sebaik mungkin. Sehingga 5-6 tahun lagi, dia bisa kembali ke Mentawai dengan jas putih dan stetoskop yang tersampir indah di lehernya. Yaps, dia bisa kembali ke Mentawai menjadi Dokter, memenuhi mimpi besar Mentawai, terpenuhinya tenaga dokter sehingga pelayanan kesehatan masyarakat Mentawai menjadi lebih baik, dan akhirnya derajat kesehatan masyarakat meningkat.

Dan terkhusus untuk Chandra Pardede, "Perjalanan Mentawai ke Ternate bukanlah perjalanan dalam hitungan meter, ribuan kilometer jauhnya. 3 Pulau besar harus kamu lewati. Keluh kesah, keputusasaan, dan ketidakpastian mewarnai langkahmu. Uluran tangan banyak pihak, mulai dari Pemerintah Mentawai hingga sosok-sosok tanpa pertalian darah, menjadi tangga yang membuatmu bisa mencapai horizon mimpimu. Tangisan ibumu kala nasibmu terasa terombang-ambing menjadi senandung pilu yang harus kamu ingat jika nanti kamu menemui kerikil yang membuat kakimu pincang hingga berhenti melangkah, berhenti mengejar mimpimu ah bukan mimpi besar Mentawai, untuk menjadi seorang Dokter. Semuanya harus kamu patri mati dalam memori dan hatimu. Yap, perjalanan jauh ini jangan pernah kamu sia-siakan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun