Mohon tunggu...
Nurmalasari
Nurmalasari Mohon Tunggu... Konsultan - Public Health Specialist

Passionate in Youth4Health & Mental Health | SDGs, Social Network, & Indigenous Enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chandra Pardede: Dari Mentawai, Kejar Mimpi Jadi Dokter Hingga ke Ternate

13 September 2017   13:13 Diperbarui: 16 September 2018   18:13 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggalangan Dana Membantu Chandra Pardede menjadi Mahasiswa Kedokteran

Dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, bermimpi menjadi Dokter menjadi sebuah keniscayaan bagi Chandra, pasalnya bukan menjadi berita baru lagi jika sekolah kedokteran mahalnya selangit.

Sebagai sebuah negara berkembang, patutlah kita apresiasi kepada pemerintah, yang ternyata memberikan sekolah gratis kepada siapapun anak Indonesia yang kurang mampu namun berprestasi untuk bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dengan tujuan dapat berkontribusi membangun Indonesia dan tentunya diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan keluarga.

Singkat cerita Chandra lolos menjadi Penerima Bidikmisi.

Namun, seperti petir di siang hari yang cerah, ternyata Chandra tidak lolos SNMPTN jurusan Kedokteran. Lalu bagaimana bisa memperjuangkan mimpi besar untuk Mentawai jika langkah awal dan paling utama sudah terhenti?

Saya tahu sendiri, Chandra sempat putus asa. Down. Terpuruk. Serasa kehidupannya akan berakhir saat itu juga. Tidak bisa disalahkan bentuk penyikapannya terhadap kegagalan yang ada. Karena memang dengan kondisi Mentawai yang setelah kejadian Gempa dan Tsunami 2010 silam, seakan sudah merenggut masa depan anak-anak Mentawai, termasuk Chandra. Mimpi buruk pun menghantui. Apakah memang anak Mentawai tidak bisa bermimpi tinggi layaknya anak-anak lain yang hidup di daerah dengan fasilitas pendidikan sangat mendukung untuk pengembangan diri.

Nyatanya, Tuhan Maha Romantis. Tuhan sangat menyayangi Bumi Sikerei. 

Chandra mendapatkan keyakinannya kembali, bahwa walaupun dia dihimpit lautan keputusasaan, namun dia harus tetap berjuang, demi ribuan nyawa yang bisa dia tolong jika nantinya dia bisa menjadi dokter. Dia akhirnya memutuskan mengikuti SBMPTN, dengan konsekuensi harus mempersiapkan amunisi lebih besar karena harus bersaing dengan puluhan ribu anak dari seluruh Indonesia hanya untuk memperebutkan bangku kosong perguruan tinggi untuk sekolah kedokteran.

Setelah berperang dengan ketidakpastian di Padang, hari mendebarkan pun tiba, hari saat dia bisa melihat nasib yang akan menentukan masa depannya. Namun, naasnya saat itu Mentawai sedang dilanda cuaca buruk sehingga akses telekomunikasi terputus, informasi apapun yang bergantung padanya tak akan sampai ke Mentawai. Hanya tinggal sosok insan yang tengah menggantungkan nasibnya pada Sang Tahu Segalanya.

Saat cuaca kembali cerah, segala informasi memadati alat komunikasi masyarakat Mentawai yang dibawa menuju jantung Kecamatan Sikakap demi mendapatkan sinyal. Tak terkecuali untuk Chandra. Hape androidnya dipenuhi oleh puluhan pesan ucapan selamat karena dia diterima sebagai Mahasiswa Kedokteran di Universitas Khairun. Bahagia tiada tara rasanya, saat perjuangan yang mengenal putus asa tak henti-hentinya dilakukan menuai hasil yang manis.

Perjuangan Nyatanya Belum Berakhir

Mengetahui bahwa dirinya LOLOS SBMPTN di Fakultas Kedokteran Universitas Khairun Ternate tentu menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Namun, saat itu juga dia harus menggigit bibir karena hari dia menerima informasi tersebut, ternyata hari itu adalah hari terakhir daftar ulang di Universitas Khairun. Selidik demi selidik, selebaran yang diterima menyatakan bahwa saat mahasiswa baru tidak melakukan daftar ulang di Universitas Khairun pada jadwal yang sudah ditentukan maka akan didiskualifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun