Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Brian dan Jejak Hebat Uang Jajan

2 September 2025   12:00 Diperbarui: 2 September 2025   14:42 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum bazar dibuka, Brian minta izin pulang sebentar. Di kamar, ia menatap Si Hebat. Kapal itu sudah gemuk; perutnya terdengar seperti hujan koin di atap seng. Dengan hati-hati, ia membuka penutup kecil di bawahnya. Koin-koin menggelinding ke tangan, dingin tapi bersinar. 

Ia menghitung. Cukup. Mungkin bukan untuk membeli segalanya, tapi cukup untuk memulai sesuatu.

Ia berlari kembali ke sekolah, singgah ke kios buku di ujung gang. Memilih beberapa cerita rakyat, satu ensiklopedia mini tentang hewan, dua buku bergambar tentang sayur dan buah. 

Pedagangnya tersenyum, “Untuk adik ya?” Brian mengangguk. Ya, adik-adik sekelasnya, pikirnya.

Di stand buku, Brian menata belanjaannya. Ia menulis dengan spidol: POJOK BACA;Baca Gratis, Boleh Pinjam Bergiliran. Sari menatap tulisan itu, matanya berbinar. “Serius ini?” “Serius,” kata Brian. “Kamu yang pertama.”

Orang-orang berdatangan. Ada yang menimbang bayam, ada yang memeriksa tensi, bertanya menu sehat. Anak-anak berkerumun di stand Brian. 

Dodo duduk lesehan, membuka buku hewan. “Ternyata lidah jerapah warnanya gelap,” gumamnya. Sari tertawa. “Biar nggak kepanasan.” Anak-anak lain mengangguk-angguk, setuju meski belum tentu paham.

Pak Guru mendekat, menatap buku-buku itu, menatap Brian. “Ini dari siapa?” tanyanya lembut. 

“Dari kapal saya, Pak,” jawab Brian. “Dari uang jajan yang tidak jadi dijajan.” Ada jeda sebentar, seolah kata-katanya butuh kursi untuk duduk. Lalu tepuk tangan pecah, bukan gegap gempita, tapi hangat seperti selimut flanel.

“Brian,” kata Pak guru, suaranya sedikit bergetar, “kamu sudah mengikat tujuh kebiasaan baik dengan satu tali: konsisten. Kamu bangun pagi, beribadah, kamu olahraga, kamu makan sehat, kamu belajar, kamu hadir untuk lingkunganmu, dan kamu menjaga dirimu dengan tidur cukup. Kapalmu berlayar karena angin itu.” 

Brian menunduk, bukan karena malu, melainkan karena dadanya terlalu penuh untuk menampung bangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun