Sang gadis dinasehati oleh kedua orangtuanya supaya jangan menikah dengan penyair yang pekerjaannya mencipta puisi. Puisi tak mengenyangkan karena tak bisa mendatangkan banyak rejeki.
Tetapi sang gadis tak mentaati. Ia akhirnya menikah dengan seorang penyair yaang dicintai.
Memang akhirnya mereka hidup sederhana sekali. Sesuai prediksi.
Tetapi ketika banyak orang- termasuk sang orangtua- mengkritisi, sang gadis tetap tegar hati. Ia menjawab: manusia tak hanya hidup dari roti tetapi juga dari puisi. Roti hanya mengenyangkan jasmani. Tetapi puisi melengkapi untuk mengenyangkan jiwa dan rohani, mempertajam kepekaan sanubari. Sebab jika hanya jasmani yang terperhatikan, manusia sama saja dengan benda mati meski bisa berkata, berjalan, ataupun berlari.