Ia sering berkata, "Hidup tidak perlu sempurna untuk bisa bahagia." Dan aku melihat kebenaran itu dalam dirinya. Ia bisa tertawa meski sederhana, bisa bersyukur meski terbatas, bisa memaafkan meski pernah terluka.
Dalam dirinya, aku menemukan rumah. Bukan rumah dari kayu dan bata, tetapi rumah dari cinta dan doa. Tempat aku bisa pulang kapan saja, tanpa takut dihakimi, tanpa khawatir ditolak.
Malam ini, sebelum tidur, aku menatap wajahnya yang lelap. Dalam tidurnya, ia tampak begitu damai, seakan seluruh dunia sedang beristirahat di wajahnya. Aku tersenyum, lalu berdoa dalam hati:
"Ya Tuhan, terima kasih telah menghadirkan perempuan ini dalam hidupku. Terima kasih karena melalui dirinya, aku belajar tentang sabar, syukur, dan cinta yang sesungguhnya. Jagalah ia, sebagaimana Kau menjaga fajar agar selalu datang setiap pagi."
Aku tahu, selama aku hidup, aku tidak akan pernah kehabisan alasan untuk mencintainya. Dan cinta itu, semoga, akan terus tumbuh, bahkan setelah waktu berhenti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI