Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Miss You] Pintu Kesadaran Nebula

2 November 2018   08:52 Diperbarui: 2 November 2018   09:27 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada pilihan lain.

Setelah menerima tantangan Daisy untuk menjadi Nyai, aku diberi privilese untuk menghuni satu-satunya Royal Suite Room dalam The Good Hell. Yang tentu saja, jadi terasa kelewat mewah. Terutama bagiku, yang kadung biasa dengan bau jamur di kamar En.

Sungguh kontras, seperti bumi dan kahyangan. Ruangan ini laiknya peraduan orang-orang mulia dalam legenda. Interior dengan gaya Victoria, berpadu magis dengan vas-vas besar berisi rimbunan mawar merah segar yang berselingan dengan gypsophila yang putih menawan.

Menakjubkan, sekaligus mencurigakan.

Instingku mengatakan, mereka sengaja menyamarkan bau darah--yang menguar dari jendela--dengan harum oksida mawar. Menutupi semerbak busuk organ-organ tubuh yang berceceran di sudut-sudut karang.  

Huh, alih-alih bertindak sebagai aromaterapi, seruak wangi ini justru membuat kepalaku tersayat. Melelehkan tanda tanya besar, berbarengan dengan tanda seru yang menghujam.

Bagaimana aku dapat bertahan?

Sejak luapan informasi dan memori datang kembali bertubi-tubi, segala yang terjadi menjadi sulit aku kenali. Termasuk diri sendiri.

Berkali-kali, aku ingin menyadari bahwa segalanya hanya ilusi, namun rasa mual dan debar jantung ini begitu nyata. Bukan sekadar hologram atau perihal program yang gagal.

Dan lagi, jauh tertimbun di dalam sana, ada yang menganggu. Sesuatu yang akrab, namun terasing oleh sinapsis yang begitu bising.

Kelemahan mereka ada pada dungu-dungu yang menolak untuk memiliki jeda. Singkirkan distraksi. Sekali mereka memahami, tuntaslah segala misi dan kisi yang kau ingini.

Suara perempuan itu memburai kembali dalam lobus temporal. Kutampik pertanyaan tentang siapa, dan berupaya mencari makna. Perlahan, aku mengeja metafora, memilah satu demi satu kata-katanya.

Gagal.

Dalam kondisi pengetahuan, kenangan, dan jalan pikiran yang masih terdegradasi oleh mesin karantina, aku belum sanggup membaca apa-apa kecuali yang tertata.

Aku melirik jam dinding di sisi kanan ruangan.

Masih ada waktu 15 menit sebelum aku tampil sebagai Nyai dalam Perayaan Para Perempuan. Memimpin perhelatan, demi meyakinkan Daisy, Lily, dan Putri, bahwa aku masih selaras dengan algoritma yang mereka percaya.

Tapi ... aku harus bagaimana?

Bukannya menyusun rencana, aku malah gemetar tak karuan karena suguhan semangkuk kari--yang entah diracik dari daging siapa lagi. Mengerikan dan memuakkan.

Hanya saja, pastilah kurang syahdu jika nanti aku terkapar karena mati kelaparan.

Ada baiknya, aku makan dengan nasi saja. Hambar, sih. Tapi yang jelas, nasi tidak akan mereduksi hawa manusiawi yang sudah tinggal sisa-sisa ini.

Lagipula, kesyukuran akan membuat semua makanan menjadi lezat, bukan?

Aku memejamkan mata, menikmati suapan demi suapan. Terbebas dari belenggu, ada rindu yang tumpah ruah. Wajah Bapak, wajah Ibu, dan tawa pada masa ketika dunia sesederhana berbagi rasa.

Nebula!

Terdengar teriakan seseorang memanggil kode nama yang membuat seluruh indraku serasa nyalang.  

Nebulaa!

Sayup terdengar alunan lagu klasik asal Prancis, La Mer. Ada letupan perasaan aneh yang membuncah. Butuh waktu beberapa saat sebelum aku sadar bahwa ...  ada pesan masuk!

Aku segera mengambil ponsel yang kuselipkan di ujung laci. Keindahan nada La Mer berhenti. Aquila!

Saking lega dan bahagia, tanganku bergetar membuka pesannya:

Nebula, aku dapat menghubungimu jika dan hanya jika pintu kesadaranmu sebagai manusia mulai terbuka. Sebentar lagi, saat kamu menguasai panggung sebagai Nyai, aku akan menarik Larisa kembali. Dualitas keberadaan jiwanya sudah melampaui batasan normal.

Petakan pikiranmu, Nebula. Kamu sedang berada di dunia virtual yang kamu ciptakan sendiri. Kamu dapat mengendalikan apa saja apabila ingatanmu kembali.

Sementara itu, jauhi sosok virus OZ pada sistem kita. Virus itu berwujud laki-laki yang selalu bersinggungan dengan kalian, dan tidak akan bisa mati, sebelum antivirus yang Larisa ciptakan berfungsi sempurna.

Fokus, Nebula. Jangan terjebak dengan Sang Alazon yang akan tiba!

-Aquila

Sosok laki-laki? Geni! Apakah dia sosok virus OZ yang Aquila katakan?

Jika benar, tidak heran jika dia berusaha mengacaukan ingatanku tentang roman picisannya bersama Lily. Apa yang OZ inginkan? Siapa alazon yang akan datang dalam dunia virtual ini?

Tunggu, virtual reality? Bisakah terasa senyata ini?

Tubuhku terentak mendengar pintu diketuk dengan anggun, namun memperdengarkan ketegasan. Daisy.

Aku segera menyembunyikan ponsel di kolong tempat tidur. Berusaha tidak terlihat panik, aku mengatur napas, memasang tatapan elang, senyum belati, kemudian membuka pintu.

"Sudah siap, Nyai?" Daisy bertanya, dengan intonasi yang terasa mengintimidasi.

"Dengan kesungguhan hati," jawabku yakin.

Aku mengikutinya menuju ruang kecil di belakang panggung balairung megah yang telah penuh dengan perempuan-perempuan hibrida hasil karya ratu kematian.

Begitu Nyai dipanggil, aku melangkah keluar dengan penuh percaya diri. Sekilas, aku menatap sosok El yang mulai memudar, pucat.

Aku mengambil alih situasi.

Bersamaan dengan riuh pembukaan jamuan dan kebrutalan para perempuan melahap daging laki-laki hidung belang, El menghilang. Menyisakan serpihan biner yang berceceran di lantai, lantas lenyap tanpa ucapan selamat tinggal.

Aku memejamkan mata, berusaha menguasai diri. Saat mataku terbuka, aku melihat kode biner yang bersilangan. 

Satu kerjapan, kembali semula, lalu berganti dengan warna.

Takjub pada diri sendiri, aku menajamkan penglihatan.

Kini, aku melihat cakra tubuh mereka. Seperti lautan api, seluruhnya jingga. Hanya ada satu yang merah menyala, tarik-menarik dengan cakra kuning yang berada ... di luar ruangan.

Sudah kuduga, Geni!

"Hm, bersiaplah, virus kecilku. Peperangan akan segera kita mulai ... sebentar lagi."

.....bersambung.

***

N. Setia Pertiwi

Cimahi, 02 November 2018

*Cerpen ini dibuat untuk bermain-main dengan rindu : Desol, Putri, Lilik, Peb, Mim, En.

Cerita terkait:

1. Perayaan Para Perempuan

2. En, Pesta Belum Berakhir!

3. Wawancara Kematian

4. Kedatangan Nyonya Lily

5. Syair Kematian

6. Geni di Sarang Kematian

7. Kuasa Sang Nyonya Besar

8. Korpus Data Baron

9. Pengkhianatan Lily

10. Kegilaan di Museum

11. Kaleidoskop Pikiran En

12. Pemberontakan El

13. Persembunyian yang Terlalu Dekat Neraka

14. Katastrofe Bulan Sabit Perak

15. Misteri Nyai

16. Savana Iblis

17. Pintu Kesadaran Nebula

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun