Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Cara Lain Rindu Membunuh

19 Oktober 2018   11:46 Diperbarui: 19 Oktober 2018   13:09 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pixabay.com

Rindu itu datang tiba-tiba. Saat aku lelah diperbudak waktu. Tak ada peluang menyusup di celah, untuk kemudian aku berlari menghindar.

Rindu itu datang mengepung. Bagai tembok tinggi yang masif. Sosoknya angkuh. Laksana raja munafik penyandang pedang wibawa.

Aku terlempar ke sudut renung. Terdiam. Terkesima.  Sempat membayang kengerian maha perih. Karena aku tahu, rindu tak kenal ampun merajam kedalaman rasa yang lengah.

Dengan bibir bergetar penuh ketakutan, kusampaikan kepada rindu. Aku tak ingin mati. Masih banyak yang ingin kulakukan di deret hitung waktu.

Tapi kalau pun rindu tetap ingin membunuhku. Aku tahu. Aku tak mungkin melawan.

Kepadanya kusampaikan. Aku tak ingin mati sia-sia. Aku ingin, ketika rindu merajam dan mencincang tubuh jiwaku. Dan saat tarikan terakhir nafasku disentakkannya, rindu mau mengeja deret huruf namaku.

Aku ingin, rindu mengingat namaku saat kematian jiwaku dijadikan pemuas keabadian keangkuhannya.

Tak kusangka. Kulihat rindu membasah. Tembok angkuh itu penuh bulir air mata.

Tadinya kukira rindu akan murka. Dan dengan kebengisannya, merajam tubuh jiwaku. Sambil menari-nari dengan iringan suara lolongan maha kesakitanku.

Sempat kulihat. Perlahan, tembok kokoh rindu meleleh. Dan kemudian, tubuh jiwaku mulai tergenang dalam bulir rindu. Genangan itu makin tinggi. Jauh di atas tubuh jiwaku yang tetap ingin terus berdiri tegak. Perlahan, tubuh jiwaku tenggelam bersamanya.

Tak pernah kukira, ternyata ini cara lain rindu membunuhku. Tanpa luka. Tanpa kesakitan mahaperih. Tapi tetap menyiksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun