Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wawancara Kematian

21 Oktober 2018   09:38 Diperbarui: 21 Oktober 2018   10:19 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.deathinjune.net


Di sebuah apartemen yang pengap oleh bau rokok. Di sebuah kota yang hingar bingar karena terjadinya sebuah kasus besar. Seorang lelaki menghisap cerutu terakhirnya. Tuan Baron, detektif kenamaan yang namanya sudah lama menjulang karena kemampuannya mengungkap kasus-kasus rumit.

Tuan Baron hanya perlu mengungkap motif di balik beberapa pembunuhan sadis yang terjadi akhir-akhir ini. Motif itulah yang nantinya akan sanggup menyeret mereka ke pengadilan. Barang bukti sama sekali tak ada. Hanya ada korban beberapa pria yang hilang lenyap tanpa jejak. Seolah ditelan bumi. Kecuali satu orang. Bersimbah darah di apartemen perempuan yang sering dijuluki sebagai ratu kematian.

Tuan Baron membetulkan kacamatanya yang melorot ke ujung hidung. Keningnya berkerut. Menatap berkas setebal bantal di mejanya dengan masgul. Fiuuhh, mengungkap modus para psikopat ini menguras keringat dan otaknya.

Lelaki gagah itu menghela nafasnya ke langit-langit. Melamun. Dia telah menjadi detektif selama belasan tahun. Ini adalah kasus paling rumit yang pernah dihadapinya. Bayangkan, pria-pria sehat, kaya dan berpengaruh, mendadak lenyap dari peredaran dunia. Begitu saja.

Sementara istri atau kekasih, atau perempuan yang dekat dengan mereka mengalami trend yang sama. Menjadi gila. Entah karena merasa begitu kehilangan, atau sebaliknya, menjadi bahagia dan puas secara berlebihan. Tuan Baron curiga pada pilihan kedua.

Perempuan-perempuan yang diduga sebagai pembunuh itu tidak akan bisa diajukan ke pengadilan jika tidak bisa diungkap motif mereka sebenarnya. Gila adalah alasan terbaik untuk tidak bisa ditetapkan sebagai terdakwa. Pengadilan akan menolaknya.

Tuan Baron menatap lekat file di tangannya. Membaca ulang beberapa wawancara agar tak terjadi kesalahan sebagai bahan penuntutan. Kelak di pengadilan.

----

"Kapan terakhir nyonya bertemu dengan suami nyonya?"

"Hihihi....saat hujan deras terakhir jatuh di kota ini!"

"Hmm, percakapan apa yang terjadi saat itu nyonya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun