Mohon tunggu...
Novi Setiany
Novi Setiany Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Kehidupan adalah universitas tempat menimba ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Cinta

29 Juli 2019   19:35 Diperbarui: 29 Juli 2019   19:54 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Air mataku meleleh membasahi pipi. Menetes pada jilbabku yang melambai seakan mengerti bahwa pertemuan kami kali ini adalah tanda perpisahan.

"Kamu tidak bisa seperti itu. Kejarlah sampai dapat apa-apa yang telah kamu impikan selama ini. Suatu saat kamu akan mengerti, bahwa ada hal yang lebih penting dibanding dengan cinta yang tak akan lama bersama."

Aku hanya bisa menangis. Tak ada lagi kata yang dapat kulisankan kecuali air mata sebagai rasa kecewa.

Aku membasuh buliran yang telah membentuk aliran sungai. Dengan sekuat tenaga, bibir ini mengatakan sesuatu yang membuat hatiku patah.

"Semoga perempuan pilihan kamu adalah ia yang kelak membersamaimu sampai akhir nafasmu. Dan rasa cintanya melebihi rasa cinta saya kepada kamu."

Dia hanya diam. Lalu tersenyum. Sungguh, ini sangat menyakitkan.

"Jika aku tak dapat mencintaimu layaknya seorang perempuan terhadap laki-laki. Maka, izinkan aku mencintaimu sebagai sesama Muslim karena Allah. Assalamu'alaikum."

Aku membalikkan badan. Lalu berjalan meninggalkan dia yang tak berkata lagi. Air mata yang sudah kubasuh, membludak. Memang benar, berharap kepada manusia selalu meninggalkan rasa kecewa. Cinta semacam ini adalah api. Dan aku telah lebur olehnya.

Sampai saat ini, setelah perpisahan itu kami tak pernah lagi menjalin komunikasi. Semua tentangnya hilang. Tak ada jejak yang ia tinggalkan selain perasaan indah yang berujung menyakitkan. Namun, karenanya aku belajar ikhlas. Aku belajar merelakan sesuatu yang memang tidak pernah terduga sebelumnya. Dan mulai sekarang, aku sudah siap untuk kehilangan siapapun yang telah Allah titipkan.

sumber gambar: google.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun