Demi cintaku pada perjuanganmu
Biarkan aku menceritakan sesuatu
Meski waktu kian melaju aksa tak ragu
Meski duka darah, tulang patah kian pilu
Meski banyak dari kami yang lupa atau dungu.
Demi kasihku pada pengorbananmu nan sejati
Telah sampai wahyu berdarah padamu pertiwi
Terkisah bagaimana keji menjerat kami
Meski penjajah tak lagi berkuku di negeri ini
Selesa mata memandang, tapi tak lenyap gelisah diri.
Luka-luka, rentuh lalu runtuh, kian derita selimut nestapa
Bibir rentak gaungkan merdeka, Â sementara jiwa terpenjara
Kerap aku bermonolog ria pada cermin di kamar bunda
Senandika dengan tawa, tangis, layaknya gila
Tangan-tangan hina mencela sang saka di saat tinggi kibarnya
Malu... Malu aku pada mereka yang kini terbaring kanan menghadap-Nya.
Mati berjuang bebaskan bangsa yang di cinta,
di puja, di junjung bersama...
Tak hirau daging terkelupas, luka bernanah, bermandikan darah
Peluru bertubi-tubi menghujam tubuhnya
Tapi apa balasan kita?
Tujuh enam hanyalah angka,
Kini perjuangan mereka tinggal cerita
Sudahkah kita merdeka?
Jika kebodohan masih seperti anak tangga
Berjajar rapi menanjak memonopoli langkah
Jangan kau katakan merdeka kawan!
Pendidikan bak mata rantai dari arti merdeka
Merdeka adalah ketika pendidikan adil merataÂ
Merdeka adalah ketika kekejian, kerakusan, kemunafikan sirna
Bahkan kukila turut berkicau sembari mengudara di langit Nusantara
Hingga kini, keadilan adalah sisi hitam dari kemerdekaan katanya.