Bagaimana kita menjadi khalifah di bumi, sedang untuk diri kita sendiri, makanan yang masuk dalam tubuh kita saja tidak bisa kita awasi.
Deg! Otak saya bekerja begitu menyelesaikan tontonan film Semes7A. Hari itu hujan, namun kabarnya semesta terakhir kali diputar. Meski lelah, saya tetap ingin menonton, akhirnya berangkatlah ke Malang demi film yang diputar terbatas di bioskop itu. Salah satu tempat yang difilmkan dalam semes7A adalah bumi langit institute.
Ketika saya berencana jalan-jalan ke kota Jogjakarta, salah satu tujuan saya adalah Bumi Langit. Saat berada di Jogja, mulailah rencana itu diagendakan. Perjalanan kami lakukan hari minggu, ternyata bumi langit yang berlokasi di Imogiri, Bantul, Jogjakarta itu lumayan jauh. Perjalanan 1 jam dari pusat kota Jogjakarta. Saya bersama Santi diguyur hujan sehingga beberapa kali harus memakan mantel dan berhenti. Perjalanan yang harusnya 1 jam, kami tempuh 1.5 jam. Belum lagi ada jalan yang dialihkan. Berpedoman google maps akhirnya kami sampai ditujuan sementara hari masih hujan.
Tujuan pertama adalah warung bumi, menurut film semesta dan website, warung bumi adalah tempat untuk pemasaran hasil bumi langit. Ternyata, warung ini tutup di hari senin. Kelelahan melewati jalan meliuk-liuk terbayar sudah. Warung bumi sangat asri, pemandangan pepohonan, kursi ditata sedemikian rupa, rintik hujan masih ada menambah syahdu suasana.
Warung bumi buka dari jam 09.00 wib- 16.00 wib, tersedia wastafel cuci tangan, dilarang pakai sendal, tidak menggunakan sedotan, semuanya mengarah ke alam. Selain konsep kembali ke alam, bumi langit juga menggunakan konsep halalan thayyiban, halal dan baik artinya tanpa bahan pengawet atau hal yang merusak tubuh.
Lapar menguasai lambung membuat kami memesan nasi, tentu pesanannya nasi yang kami kenal supaya tidak zonk. Meskipun bukan mencoba menu hits di warung bumi ternyata nasi goreng dan nasi campur yang dipesan sangat memuaskan. Semuanya tanpa bahan pengawet, minyaknya terasa dari kelapa, nasi dibuat dari beras hasil ditumbuk sendiri. Sayur pelengkap juga tidak menggunakan penyedap rasa. Soal harga? Lumayan mahal untuk kantong mahasiswa hehehe.
Kemudian, meminta ijin untuk berkeliling. Wah, rasanya seperti berada di desa yang damai. Rumah-rumah khas jawa, peternakan sapi dan kambing, tanaman obat, tanaman pangan, tempat pengolahan biogas, semuanya tersedia, seakan-akan tidak ada tempat untuk barang-barang tidak berguna. Luas sekali  bumi langit ini. Yang cukup menarik lagi, kantornya sederhana namun dari awal masuk langsung coffe shop begitu.
Hujan masih rintik-rintik, menyenangkan bisa berkeliling, suasana damai dan rasanya tidak ingin pulang namun kami harus pulang sebelum motor sewaan mendapatkan biaya tambahan hehehe. Oh ya, di papan pengumuman kami melihat akan ada pelatihan pembuatan sabun dari bahan alami. Pahamlah kami bahwa Bumi Langit ini salah satu tempat rujukan untuk yang berniat zero waste dan ingin hidup memaksimalkan potensi alam tanpa merusaknya.