Sama halnya dengan sektor transportasi lainnya, industri penerbangan Indonesia terus berkembang pesat. Tengok saja, dalam beberapa tahun terakhir, kita dapat menyaksikan bagaimana jumlah penerbangan, rute penerbangan, dan kebutuhan akan layanan yang lebih baik berkembang secara signifikan.
Bahkan baru-baru ini, Menteri BUMN mengemukakan kalau Indonesia membutuhkan sekitar 750 pesawat untuk melayani penerbangan domestik, sementara saat ini kita hanya memiliki 410 pesawat. Berarti ada kekurangan sekitar 340 pesawat untuk memenuhi kebutuhan konektivitas udara dalam negeri.
Dari data yang disampaikan Menteri BUMN timbul pertanyaan, bagaimana cara terbaik menutup kekurangan pesawat ini? Apakah dengan menambah armada maskapai yang sudah ada atau harus mendirikan maskapai baru agar dapat mengakomodasi kebutuhan pasar yang terus berkembang?
Peluang dan Tantangan Konektivitas Udara
Sebagai negara kepulauan dengan lebih 17 ribu pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, konektivitas udara sangat krusial untuk Indonesia. Aksesibilitas udara tidak hanya urusan bisnis penerbangan semata, tetapi menyangkut juga distribusi barang, pertumbuhan ekonomi daerah, hingga mobilitas penduduk. Sehingga dapat dikatakan pesawat tidak sekadar transportasi udara, melainkan infrastruktur vital yang menopang kesejahteraan Nasional.
Dengan 410 pesawat yang ada saat ini, banyak rute penerbangan yang padat bahkan tidak terlayani secara optimal. Beberapa daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) masih sulit dijangkau dengan penerbangan komersial. Sudah tentu ini menjadi tantangan besar dalam memastikan pemerataan pembangunan dan aksesibilitas bagi semua lapisan masyarakat.
Salah satu opsi yang dapat diambil dengan menambah armada maskapai yang telah beroperasi di Indonesia, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Citilink, Batik Air, dan lain sebagainya. Dengan memperbanyak pesawat dalam maskapai yang sudah ada, industri penerbangan domestik tentu dapat tumbuh lebih cepat karena infrastruktur dan sistemnya sudah tersedia.
Namun tentu saja penambahan armada bukan tanpa tantangan. Investasi untuk membeli atau menyewa pesawat baru tidaklah murah. Selain itu, ketersediaan Pilot dan kru penerbangan menjadi salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan. Maskapai harus memastikan mereka memiliki cukup sumber daya manusia untuk mengoperasikan armada tambahan ini.
Selain itu, penambahan armada juga perlu disertai dengan perbaikan regulasi dan insentif bagi maskapai agar bisa beroperasi dengan lebih efisien. Tanpa regulasi yang mendukung, sudah tentu penambahan pesawat justru akan menambah beban finansial bagi maskapai yang ada. Dan pada akhirnya akan berdampak kepada kenaikan harga tiket dan ketidakstabilan industri
Selain penambahan armada, opsi lain yang dapat dilakukan yakni menambah jumlah maskapai yang beroperasi di Indonesia. Dengan hadirnya para 'pemain' baru tentu akan terjadi persaingan lebih sehat yang sudah tentu memberikan dampak positif terhadap harga tiket dan layanan yang diberikan kepada penumpang. Maskapai-maskapai baru itu nantinya bisa mengisi ceruk pasar yang belum tergarap oleh maskapai yang sudah ada, khususnya di rute-rute yang masih minim layanan penerbangan.
Namun, mendirikan maskapai baru tidaklah semudah yang dibayangkan. Industri penerbangan merupakan sektor dengan modal besar dan risiko tinggi. Maskapai baru harus memiliki cukup modal untuk membeli atau menyewa pesawat, membangun jaringan operasional, mendapatkan izin terbang, serta merekrut dan melatih awak pesawat. Tidak sedikit maspakai yang akhirnya gagal di tahun-tahun awal operasinya karena tidak mampu menanggung biaya tinggi yang dibutuhkan untuk mempertahankan layanan.