Oliver Twist, ditulis Charles Dickens tahun 1838, berkisah kemiskinan ekstrem, buruh anak, dan kondisi brutal di panti asuhan, yang semuanya merupakan dampak dari sistem ekonomi yang tidak adil.
Dan Charles Dickens memandang memandang kesejahteraan dan ekonomi sebagai isu moral yang mendesak, bukan sekadar masalah statistik. Hal ini sungguh menarik dan relevan jika perspektifnya digunakan untuk meninjau situasi ekonomi saat ini.
Ketika sebagian masyarakat di Indonesia merasa sangat tertekan dengan himpitan ekonomi dan tingginya biaya hidup, namun menariknya BPS baru saja mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal 2 (Q2) 2025 mencapai 5,12%, padahal banyak prediksi meramalkan tidak akan mencapai angka 5%.
Rasio 5,12% terkesan suatu pertumbuhan yang cukup solid, padahal rasanya biaya hidup sangat berat dan banyak PHK. Apakah kita harus bertepuk tangan atau bilang wow?
Alasan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12%
Fakta dan alasan di balik pertumbuhan ekonomi di Q2 2025 yang terkesan mengagumkan adalah konsumsi rumah tangga, orang tetap melakukan aktivitas belanja yang bersifat rutin dan didorong momen musiman, seperti belanja makanan, dampak libur idul fitri dan masa tahun ajaran baru, hal ini menopang tingkat konsumsi domestik sehingga tumbuh 4,97% yoy, berkontribusi 54,25% dari PDB Q2.
Investasi di Q2 2025 juga menunjukkan pertumbuhan 6,99 % YoY, memberikan kontribusi 27,83 % terhadap PDB, berasal dari berbagai proyek infrastruktur seperti MRT Jakarta dan proyek besar lain, sehingga tercipta adanya belanja modal.
Selanjutnya adalah aktivitas ekspor barang dan jasa naik 10,67 % yoy, didukung oleh pengiriman barang seperti minyak nabati, logam, elektronik, dan komponen otomotif, banyak dipercepat menjelang tenggat tarif AS yang direncanakan naik.
Sektor jasa lainnya mengikuti tren kenaikan dengan tumbuh 11,31%, sedangkan pusat pertumbuhan ekonomi nasional masih berada di pulau Jawa, dengan kontribusi 56,94 % dari PDB dan pertumbuhan 5,24 % yoy.