"Dhika, Lis ...! Dhika ... dia adalah kekasihku," terbata-bata Amira sedikit memberi penjelasan.
"What?" tak kalah terkejut Lisa mendengarnya. "Terus, kenapa kamu bisa kuat datang ke pestanya? Bagaimana kalau dia tahu kamu datang ke sini?"
"Tahukah pengantin wanita kalau kamu mantan kekasih suaminya?" cecarnya sambil membelalak nanar.
Menunggu jawaban beberapa saat, akhirnya Amira sedikit bercerita.
"Aku hanya ingin mengembalikan semua barang yang telah diberikan padaku," masih dengan isakan tangis Amira mulai bercerita.
"Aku ingin melupakannya, Lis," suaranya begitu berat saat mengucap kalimat itu.
Lisa tahu apa yang diucapkan pasti berlawanan dengan suara hatinya. Nada kecemburuan begitu terasa. Terlihat dari matanya juga tak lepas terus memandang foto-foto prewed pengantin yang berjejer-jejer rapi di depan gedung.
"Sudahlah, ayo pulang saja, daripada tambah sakit hati kalau terus berada di sini," Â Lisa menggandeng tangannya beranjak pergi dari area kesedihan.
"Tapi, tolong berikan kado ini ke penerima tamu," pinta Amira.
"Baiklah. Tunggu di sini, ya Mir! Setelah  ini langsung pulang saja," hibur Lisa mantap sambil mengusap bahu sahabat yang sedang galau berat itu.
Sambil menunggu Lisa mengantar kado, Amira menatap nanar ke arah hiruk pikuk pesta pernikahan. Sesekali ia tampak mengusap air mata yang tak terbendung lagi.
***