"Nah, jadi ... Kawan-kawan," kata Murai yang kebetulan lewat di sekitar dan mendengar obrolan para kawan-kawan satwa, "mari kita syukuri apa pun yang diberikan oleh Tuhan. Kita yakini bahwa semua kita istimewa!" sambil berkicau riang.
"Betuuul!" sambut para sahabat satwa kompak seakan koor yang dikordinasi.
"Oh, jadi kalau Belalang ingin mennjadi Kupu-kupu, apakah itu salah, Murai?" tanya Bekicot yang lewat lambat-lambat.
"Ya, tadi kan dikatakan tidak wajar! Permintaan yang terlalu berlebihan sih menurut aku!" jawab Lipan sambil mengelus dagunya.
"Kalau bagiku ... itu bukan wujud syukur, sih!" sambung Jangkrik. "Sama kayak aku yang pingin hidup di dalam air, kan? Bukannya menyaingi hewan air, tapi malah ... menyedihkan!" lanjutnya.
"Menyedihkan? Kok bisa begitu?" tanya Bekicot dengan keponya.
"Menyedihkan! Karena tidak bisa mensyukuri karunia-Nya yang selama ini dianugerahkan kepada kita! Itu suatu permintaan yang menunjukkan kekecewaan!" kata Jangkrik sambil mempermainkan antenanya.
"Oooo ... begitu!" jawab Bekicot.
"Kamu paham, tidak?" tanya Jangkrik.
"Ya, aku sekarang paham, Kawan. Berarti, rasa syukur itu tidak hanya dengan ucapan terima kasih, tapi dengan rasa bahagia menjadi ciptaan sesuai kehendak-Nya. Begitu, kan?"
"Pinter! Juga ... saling menghargai dan menghormati sesama makhluk, itu pun wujud syukur!" lanjut Jangkrik.