Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - suka nulis dan ngedit tulisan

mencoba mengekspresikan diri lewat tulisan receh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Slice of Live

31 Maret 2024   14:22 Diperbarui: 31 Maret 2024   14:23 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Kita ambil fokus tulisan villa itu, ya! Ayo, satu ... dua ... tiga! Yak!"

Seorang wanita cantik berbusana muslimah warna pink serasi dengan jilbab dan handbag-nya. Meski busana itu longgar, tampak dengan jelas perutnya menggunung. Sementara, di sebelah kiri berdiri putri kecil berbusana senada. Kutaksir  berusia sekitar dua tiga tahunan.

            "Istri dan gadis kecilmu begitu cantik, Mas. Semoga kalian berbahagia!"  senandikaku sambil membuang napas berat. Kugendong si kecil menjauh,  berharap mereka tidak melihatku.

"Ahh... nun jauh dari Jawa Timur aku diboyong suamiku, ternyata harus bertemu denganmu di tempat ini!"

Aku masih bersenandika sambil menghapus titik air yang jatuh dari pelupuk netra. Kupeluk si kecil untuk menutupi wajah agar tidak terlihat. Aku bergegas menghindarinya.

***


Kembali terkuak memori indah pada suatu moment penting beberapa tahun silam. Suara riuh menggema di lapangan basket, tepatnya di lima papan tempel yang sengaja digelar oleh staf tata usaha. Masing-masing papan ditempeli pengumuman untuk satu atau dua kelas sehingga siswa tidak berjubel melihatnya.

Sorak sorai pun meluncur dari bibir mungil mereka yang sedang meluapkan kegembiraan mendapati nama mereka terpampang sebagai siswa yang dinyatakan lulus. Meskipun belum ada nilai perolehan, mereka cukup puas. Mereka saling peluk, coret, bahkan ada yang langsung bersujud syukur karena sangat bahagia.

Karena tubuhku mungil, aku tidak bisa melihat namaku yang terpampang di sana. Aku yakin, namaku pun pasti ada di antara nama teman-teman karena nilai keseharian ulangan atau ujianku cukup baik. Aku hanya tersenyum sambil menunggu sampai tempat itu sepi agar bisa melihat namaku dengan mata kepalaku ini.

Kulihat salah satu yang larut dalam euphoria adalah Mas Bram. Tubuhnya yang tinggi kekar tidak menghalangi untuk melihat dengan jelas nama-nama yang ada. Mereka yang berhasil menamatkan studi di sekolah ini. Sangat berbeda denganku. Untuk  melihatnya, aku harus menunggu sampai sepi.

Tetiba dia menoleh ke  arahku sambil tersenyum manis. Senyum khas yang sangat kurindukan. Senyum penentram hati di saat kepala panas memikirkan rumus fisika dan kimia yang begitu sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun