"Nak, mari makan," panggilku seraya mengetuk pintu kamar Arunika.
"Duluan aja, Bu. Aku belum lapar," jawab Arunika dari balik pintu kamar padahal perutnya sudah keroncongan.
Aku duduk di meja makan berdua dengan suamiku.Aku hanya bisa menghela napas, menatap piring kosong di depan tempat duduk Arunika.
Pada hari Senin aku menyiapkan bekal sekolah nasi putih, ayam goreng, dan lalapan segar untuk Arunika.
"Nak, ini bekal buat di sekolah," kataku sambil menyodorkan kotak makan berwarna biru muda.
"Enggak usah, Bu. Aku mau beli nasi padang saja nanti di warung depan sekolah," jawab Arunika tanpa menatap mata ibunya.
"Arunika! Kamu itu jangan kebanyakan makan nasi padang! Ibu khawatir perut kamu kenapa-napa," kataku dengan nada tinggi
"Tapi Bu, Runi tidak suka sayur bening sekarang," sanggah puteriku keras.
"Kalau kamu nggak mau nurut, uang jajan kamu ibu potong!" bentakku sambil menatapnya tajam.
" Hm ...Iya deh, aku nurut," gumam Arunika pasrah sambil menerima bekal itu dengan enggan.
Namun, dalam perjalanan ke sekolah, ia berhenti di depan tong sampah, membuka tasnya, dan membuang bekal buatan ibu.