Mohon tunggu...
Nenden Nur Amalia
Nenden Nur Amalia Mohon Tunggu... Mahasasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercubuana -Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Nenden Nur Amalia NIM 55524110004 Univeritas Mercubuana Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si. Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K14: Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif (NIM 55524110004)

3 Juli 2025   21:59 Diperbarui: 3 Juli 2025   21:59 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo)

Diskursus kritik pajak pada likuidasi dan merger adalah pertarungan ide antara kebebasan individu/korporasi dan tanggung jawab kolektif. Perspektif kebebasan negatif menuntut ruang gerak yang luas bagi pelaku usaha, minim intervensi, dan beban pajak yang rendah demi efisiensi dan inovasi. Sementara itu, perspektif kebebasan positif menuntut agar pajak dan regulasi berfungsi sebagai alat untuk menciptakan kesetaraan, memberdayakan masyarakat, dan memastikan keadilan sosial dalam setiap transaksi ekonomi besar.

Sebagai contoh, pada kasus merger Gojek-Tokopedia (GoTo), perspektif kebebasan negatif akan melihatnya sebagai hak kontraktual dan komersial antara dua entitas swasta, tanpa hak negara untuk mencampuri jika tidak ada pelanggaran hukum atau monopoli paksa. Intervensi regulatif dianggap membatasi hak properti dan strategi bisnis. Sebaliknya, perspektif kebebasan positif akan menuntut agar merger melayani kepentingan sosial yang lebih luas, mempertimbangkan dampak terhadap tenaga kerja, persaingan UMKM lokal, dan akses teknologi, serta meminta negara berperan aktif memastikan merger mewujudkan keadilan sosial dan pembangunan inklusif.

Hal yang serupa terjadi pada likuidasi startup seperti Zenius, Fabelio, atau JD.ID. Dari sudut pandang kebebasan negatif, likuidasi adalah hak sah pemilik modal jika bisnis tidak lagi menguntungkan, dan negara tidak memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan perusahaan gagal atau melakukan bailout. Namun, kebebasan positif akan melihat dampak sosial dari PHK massal dan kerugian komunitas, menuntut tanggung jawab sosial dari negara, pemilik, dan investor untuk menyediakan program transisi kerja, pendampingan usaha baru, atau reskilling bagi pekerja yang terdampak.

Keseimbangan menjadi kunci. Kebijakan pajak yang ideal harus mampu mengakomodasi kebutuhan akan efisiensi dan inovasi (aspek kebebasan negatif) tanpa mengorbankan keadilan sosial dan kemampuan warga untuk berkembang (aspek kebebasan positif). Negara dapat memberikan insentif pajak yang terukur untuk merger yang terbukti memberikan manfaat sosial, atau menerapkan pajak yang progresif untuk memastikan redistribusi kekayaan yang adil dari keuntungan likuidasi. Pada saat yang sama, prosedur administratif harus disederhanakan agar tidak membebani pelaku usaha.

Sehingga dapat disimpulkan, diskursus kritik pajak pada likuidasi dan merger adalah cerminan dari tarik-menarik abadi antara dua konsep kebebasan fundamental: kebebasan negatif yang menekankan non-intervensi dan otonomi individu/korporasi, serta kebebasan positif yang menekankan pemberdayaan dan tanggung jawab sosial demi terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap individu mencapai potensi dirinya.

Pajak dalam likuidasi dan merger bukan sekadar aturan teknis, melainkan arena pertarungan filosofis tentang peran negara dalam ekonomi dan definisi kebebasan itu sendiri. Para pembuat kebijakan perpajakan, baik di Indonesia maupun global, harus senantiasa mempertimbangkan kedua dimensi kebebasan ini. Kebijakan yang terlalu memihak kebebasan negatif mungkin akan merangsang pertumbuhan ekonomi, namun berisiko menciptakan ketimpangan. Sebaliknya, kebijakan yang terlalu memaksakan kebebasan positif mungkin akan menjamin kesetaraan, namun berisiko mematikan inisiatif dan inovasi.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang holistik dan seimbang. Kebijakan pajak harus transparan, adil, dan mampu menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif sambil tetap memastikan bahwa keuntungan dari transaksi korporasi besar berkontribusi pada kesejahteraan bersama. Memahami kritik pajak dari kedua perspektif kebebasan ini akan membantu kita merumuskan kebijakan yang tidak hanya efisien secara fiskal, tetapi juga etis dan bertanggung jawab, demi menciptakan masyarakat yang benar-benar bebas dan makmur bagi semua.

Referensi tambahan:

Dianto Sinaga, H. P., Emirzon, J., Novera, A., & Penghasilan, P. (2023). Journal of Tax Law and Policy Konstruksi Pajak Penghasilan atas Merger Perseroan Terbatas di Indonesia Article Abstract Keywords. Journal of Tax Law and Policy, 2(3). https://doi.org/10.56282/jtlp.v2i3.514

Permana, M. F. (2024). FASILITAS PERPAJAKAN DALAM MENDUKUNG INVESTASI DAN PENGUATAN MODAL DALAM NEGERI MELALUI PENGGABUNGAN USAHA. Indonesian Notary, 5(4). https://doi.org/10.21143/notary.vol5.no4.37

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun